"Profesor Aini? Maksudmu?"
"Ibu mu itu mendapat gelar Profesor di kampusku karena penelitian beliau mengenai pengaruh anggrek terhadap psikologi manusia."
"Bagaimana bisa aku tidak tahu ini?"
"Mungkin ibumu ingin kamu mengetahui ini dengan sendirinya. Lalu, ibumu juga berpesan agar kamu dapat mengikhlaskan semua yang pulang. Termasuk Orchid."
"Maksudmu?"
"Mari ku ajak ke suatu tempat."
Andre mengajakku ke pojok taman anggrek. Melihatkan ku sebuah makam kecil bertuliskan 'Terkenang ORCHID'. Tangisku pecah kembali, sambil memeluk dokter Andre. Kali ini aku mampu lebih mengikhlaskan Orchid. Karena aku sadar, bahwa semua yang datang, maka akan pulang.
Seterusnya Dokter Andre menemaniku sampai nanti. Kami memodifikasi taman anggrek menjadi agak lebih luas. Kami mendirikan sebuah yayasan perawatan khusus pasien yang terserang penyakit gangguan jiwa. Kami menyebutnya dengan "Orchid Treatment Centre". Benar ibu bilang. Taman anggrek ini akan bermanfaat suatu saat nanti.Â
Termasuk bermanfaat untukku. Berkat adanya Taman Anggrek ini, aku bisa sembuh dari penyakit gangguan jiwa yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Bahkan pesan terakhir ibu pun asalnya dari anggrek nomor 61, sesuai dengan usia ibu saat itu. Bibi Epi akhirnya membantuku merawat taman anggrek dan pasiennya, juga tidak kulupa Kista, seekor kucing yang berhasil sembuh dari penyakitnya. Yayasan ini kudedikasikan untuk Profesor Aini, ibu Retusa, ibu Orchid, ibu Kista, dan ibu semua pasiennya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI