Mohon tunggu...
Chairunnisa Y
Chairunnisa Y Mohon Tunggu... MAHASISWA -

Ordinary human

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Orchid

20 Mei 2018   13:11 Diperbarui: 20 Mei 2018   13:24 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu tahu mengapa taman anggrek itu sangat berharga bagi Aini?"

"Emang kenapa, Bi?"

"Anggrek itu adalah awal pertemuan Aini dan Burhan. Mereka adalah pelopor dari berkembangnya anggrek di daerah ini. Sebelumnya, anggrek hanya dijadikan tanaman hias bagi beberapa rumah. Namun, tidak pernah dibudidayakan dengan baik seperti yang mereka lakukan. Burhan, ayahmu, berkeliling mencari dana bantuan, yang saat itu masih sangat sulit, untuk mendirikan taman anggrek ini, mereka berjanji akan membudidayakan anggrek ini dengan tujuan sebagai sarana pembelajaran untuk anak-anak mereka di masa yang akan datang. 

Bahkan, kematian ayahmu, disebabkan oleh karena kelelahan dari perjalanan ayahmu untuk mencari dana. Demi anggrek ini. Mengapa anggrek? Karena, ibumu sangat mencintai anggrek. Anggrek dianggap tanaman yang paling mengerti perasaan manusia. Anggrek itu dianggap tanaman yang memberikan manusia manfaat. Manfaat keindahan. Indahnya anggrek yang saat ini terpancar dari kecantikkan mu, Retusa. Kamu adalah alasan mengapa taman anggrek itu tetap bertahan."

"Hmmmm...." Aku tergumam. Hatiku seperti tertusuk jarum jahit. Sakit. Mendengar semua itu, aku seperti ingin mengubah history pendidikan ku, yang semula dokter hewan, menjadi dokter tumbuhan. Air mata ku mulai keluar dari sarangnya. Mengepul dan semakin mengepul di kelopak mata. Sampai akhirnya mengalir lah air mata itu keluar dari mataku.

"Tapi tenanglah, hanya kamu satu-satunya, harapan Aini untuk mempertahankan taman anggrek itu. Kamu yang harus bisa membuat kesepian mu nanti, menjadi sebuah kebermanfaatan yang abadi."

"Lalu, Bi? Bagaimana caranya saya bisa mempertahankan taman anggrek tersebut?"

"Nanti kamu akan tahu. Mungkin sebentar lagi. Ibumu berkata, di usianya yang tepat ke 61 tahun, maka ia akan kembali pulang."

"Jangan begitu, Bi. Umur itu hanya Tuhan yang tahu." Pujukku agar Bi Epi berhenti dengan celotehannya.

"Bukan bibi yang bilang. Ibumu. Malam itu, di telepon. Ia menitipkanmu kepadaku. Karena di usia itu, ia tak mampu lagi merawatmu. Lagipula ia berkata bahwa ia akan pulang. Itu mengandung banyak arti, Sayang."

"Semoga saja ibu benaran pulang ke rumah. Bersamaku dan Bibi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun