Mohon tunggu...
Chairunnisa Y
Chairunnisa Y Mohon Tunggu... MAHASISWA -

Ordinary human

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Orchid

20 Mei 2018   13:11 Diperbarui: 20 Mei 2018   13:24 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitulah ibu menjaga rahasianya. Seperti ibu-ibu yang lain, mengalihkan perhatian adalah hal yang paling ampuh untuk menghentikan ribuan pertanyaan dari sang anak.

Rutinitas ku untuk bekerja telah kembali, dari masa liburan yang panjang, yang hanya kulakukan di tengah-tengah taman anggrek. Pulang pergi dari rumahku ke kantor jaraknya memakan waktu satu setengah jam. Mobil lama ini telah menemaniku selama lebih dari 10 tahun. Mobil yang dibeli dari hasil pelelangan beberapa spesies anggrek ibuku. Berguna juga anggrek-anggrek itu. Pikirku.

Senin sampai Jumat, dari pagi sampai malam, sangat jarang aku berinteraksi dengan ibuku. Saat ku pergi, ibu masih sibuk dengan anggreknya. Hanya berjabat tangan dan salam yang mampu kuhaturkan. Pulang kerja, ibuku sudah terlelap karena lelah merawat anggreknya. Rindu itu ternyata ada.

Sabtu pagi itu, jadwalku untuk merawat taman anggrek ibuku. Kulihat punggung ibu yang masih meringkuk dibalik selimut. Tak tega pikir hati ingin membangunkannya. Kutinggal saja ibu. Aku melanjutkan tugasku di taman anggrek. Satu persatu pot ku periksa agar tak ada hama yang menghinggap. Sampai kepada pot ke 61, daunnya berubah kuning, akar mulai kering, pot nya hampir pecah. Perasaan ku mulai berubah. Aku tak tahu harus berbuat apa. Kucabut anggrek itu, lalu kurendam di dalam sebuah baskom besar. Tiba-tiba muncul refleksi wajah ibuku yang senyum menatapku melalui beningnya air rendaman anggrek. Kuambil langkah seribu karena terkejut. Kubiarkan diriku untuk tenang, mengatur nafasku yang mulai satu-satu.

Orchid menghampiri ku. Mengeong tanpa henti. Kuambil snack Orchid yang letaknya tak jauh dariku, ia menolak. Tetap saja, mengeong tanpa henti. Berlari memutari ku. Menunjuk arah masuk ke dalam rumah. Tentu saja. Ibu. Tanpa berpikir untuk membersihkan diri, aku berlari sekencang mungkin memasuki kamar ibu. Benar saja, ibuku sudah tak mampu bernafas normal. Nafasnya satu-satu. Aku tahu rasanya. Sama persis keika aku kaget ibuku senyum di air rendaman itu.

Kugendong ibu ke arah mobil. Untung saja, rumah itu sudah dimodifikasi dengan teknologi canggih yang mampu diatur keamanannya melalui smartphone. Orchid yang hanya mampu melihatku dengan tatapan kosong, duduk di kursi bagian belakang mobil. Tatapannya tak berarti menenangkan. Kulihat ibu yang nafasnya mulai lemah. Aku hanya mampu menenangkannya dengan memberikan minyak angin, dengan harapan ibuku dapat bernafas kembali normal. Kutelpon semua sanak keluarga ibuku yang tersebar di seluruh Indonesia. Aku berharap mereka dapat menjenguk ibuku.

Rumah sakit yang jaraknya hampir sejam, langsung membawa ibuku masuk ke UGD, memberikan pertolongan pertama untuk ibu. Sejam, dua jam, tiga jam, ibu tak kunjung sadar. Saudaranya sudah mulai bersiap untuk menjenguk. Bibiku yang lainnya, yang tinggal tak jauh dari rumah sakit itu, sekitar dua jam, akhirnya sampai. Ia sangat sedih melihat keadaan ibu yang mulai melemah, sampai akhirnya koma. Tak banyak yang mampu kami perbuat. Aku dokter hewan, bukan dokter manusia.

Tim dokter yang menangani ibuku pun sudah mulai bekerja untuk membantu ibu. Diagnosa satu persatu muncul. Ternyata ibu terserang penyakit TBC, menyerang paru-paru nya yang sudah tak lagi muda. Penyakit itupun sudah menyebar ke organ lainnya. Menyebabkan ibuku semakin lemah.

Hari demi hari, keluarga ibuku sudah mulai berkumpul, sampai pada Bibi Epi yang tinggal di Makasaar, yang baru seminggu yang lalu sebelum ibu pingsang, mereka berbicara melalui telepon. Bibi Epi pun akhirnya bercerita beberapa hal kepadaku,

"Apa yang terjadi dengan Aini?"

"Saya juga bingung, Bi. Ibu terlihat sangat sehat akhir-akhir ini. Beliau bahkan lebih sering merapikan anggreknya. Memberikan vitamin. Entahlah. Apa yang salah, saya juga bingung."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun