SASTRA LISAN MINANGKABAU
Sastra lisan Minangkabau merupakan salah satu bentuk kebudayaan daerah yang diwariskan dari mulut ke mulut. Dari segi tema, sastra lisan Minangkabau ada yang bertema islam dan ada yang bertema non islam, misalnya Salawat Daluang, Baikayaik, dan Badikia, sedangkan sastra lisan bertema non Islam, misalnya Kaba yang dinyanyikan atau dibawakan dalam Randai dan Bagurau. Sastra lisan Minangkabau mempunyai sifat Arogansi Nagari, yaitu suatu genre yang ada di daerahnya tidak dapat dikembangkan di daerah lain, namun orang lain dapat mengapresiasi genre tersebut dengan baik, bahkan mengajaknya untuk dipentaskan di daerahnya (yang bukan daerahnya). Berikut contoh dan penjelasan sastra lisan Minangkabau.
Petatah Petitih
Tau di ranggeh nan ka mancucuak, tau di batang ka maimpok "tahu di ranggas (ranting) yang akan mencucuk, tahu di batang yang akan menimpa" adalah salah satu contoh bentuk petatah-petitih yang memiliki ungkapan untuk selalu arif, waspada dan berhati-hati dalam setiap beraktifitas sebagaimana yang dikemukakan pada ungkapan tersebut.
Pantun
Pantun adalah bentuk puisi lisan yang terdiri dari dua bait, di mana bait pertama biasanya berisi rima dan bait kedua memberikan makna atau pesan. Di Minangkabau pantun sangat digemari oleh masyarakat Minangkabau. Pantun sering digunakan dalam berbagai acara sosial seperti pernikahan, khitanan, atau upacara adat. Pantun adalah salah satu bentuk sastra lisan yang sangat penting dalam budaya Minangkabau. Keberadaan pantun dalam masyarakat Minangkabau tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media untuk menyampaikan nasihat, ungkapan perasaan, serta nilai-nilai moral dan sosial.
Berikut contoh pantun Minangkabau:
Anak buruang tabang ka rimbo
Tibo di rimbonyo langsuang tabang
Sajak badan kanduang jatuah cinto
Mato takalok hati batanggang