"Kalau cologne gel aku bawa. Bisa nggak? Mirip kok, kayak hand body."
"Panas nggak?"
"Ya enggaklah, kan itu wangi-wangian. Nih ..."
"Ya udah, entar aja. Pegang dulu."
Mobil terus berjalan melewati rumah-rumah penduduk. Ada pos Kamling dan beberapa orang penjaga, terus dilewati. Pintu-pintu sudah tertutup rapat. Tak ada seorang pun yang terlihat nongkrong di luar.
"Neng, tau nggak, dulu di daerah sini, ada anak KBN yang diperkosa."
"Oh ya?"
"Iya. Beritanya aja masuk koran."
Seperti mendengar cerita horor, aku bergidik. Rumah-rumah perkampungan sudah jauh kami tinggalkan. Mobil berhenti di sebuah tempat, entah apa itu. Gelap dan sepi. Tak ada satu pun lampu penerang jalan. Mesin mobil tetap dihidupkan. Dari sorot lampunya, terlihat bedeng-bedeng ada di samping kanan. Di bagian kiri, pepohonan yang rimbun berjajar selayak hutan. Di luar sorot lampu itu, yang kulihat hanya pekat. Tak ada setitik cahaya pun yang menandai adanya kehidupan di sekitar tempat itu. Seperti kota mati. Tak ada manusia atau kendaraan satu saja yang melintas.
"Mana neng yang tadi?"
"Nih ..."