Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pariwisata dan Aviasi, Perencanaan dan Strategi Memajukan Pariwisata NTT

8 Januari 2024   19:29 Diperbarui: 11 Januari 2024   09:21 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dengan BOPLBF melaksanakan famtrip dengan media di kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Minggu, (13/9/2020). (HANDOUT/BOPLBF)(HANDOUT/BOPLBF)

Pariwisata dan aviasi adalah dua hal yang saling berkaitan erat, khususnya ketika berbicara mengenai kunjungan wisata beda pulau. Jika jaraknya dekat, kita bisa mengandalkan transportasi darat selama ada jembatan penghubung atau terpaksa menggunakan transportasi laut. 

Jika jaraknya lebih jauh, transportasi laut bisa digunakan selama durasi yang lebih lama tidak menjadi masalah atau beralih ke transportasi udara yang lebih cepat. 

Fakta global menunjukkan bahwa pesawat terbang tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih aman dengan tingkat kecelakaan yang cenderung lebih rendah.

Berbicara mengenai pariwisata, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki segudang destinasi wisata dengan karakteristik masing-masing destinasi yang unik dan tidak terlupakan. 

Beberapa di antaranya sudah terkenal dan menjadi dambaan wisatawan global, misalnya saja Bali yang dipenuhi turis tanpa mengenal waktu sampai kemacetan terjadi di mana-mana. 

Nah, tidak jauh dari Bali ada provinsi Nusa Tenggara Timur dengan destinasi terpopulernya saat ini adalah Labuan Bajo.

NTT dengan bandara terbanyak keempat di Indonesia

Tiga pulau utama dengan luas terbesar di sini adalah Pulau Timor, Pulau Flores, dan Pulau Sumba, serta ditemani oleh pulau-pulau lain yang lebih kecil dengan pesona kecantikannya masing-masing. 

Pulau Flores ini adalah tempat berdirinya Bandara Internasional Komodo, tidak jauh dari sana bisa menyeberangi pulau dengan kapal feri cepat untuk melihat komodo. 

Bandara Internasional El Tari menjadi pintu masuk bagi mereka yang hendak berkunjung ke Kota Kupang atau kota lainnya di Pulau Timor. 

Di luar dua bandara ini, masih ada bandara lainnya yang menyebabkan provinsi NTT ini memiliki banyaknya bandara terbanyak keempat di Tanah Air dan jumlahnya mencapai belasan. Secara kuantitas, terlihat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang hendak datang ke provinsi ini.

Pulau Flores menjadi rumah bagi Labuan Bajo dan Danau Kelimutu, Pulau Timor menjadi rumah bagi Goa Kristal dan Gunung Marmer Fatumnasi, dan Pulau Sumba menyimpan beberapa air terjun yang sayang sekali dilewatkan untuk dikunjungi. 

Provinsi ini juga belum lama ini merevitalisasi Bandara Ende, sama-sama di Pulau Flores tetapi Bandara Ende lebih dekat ke Danau Kelimutu dan Bandara Komodo lebih dekat ke Labuan Bajo. 

Hal ini menunjukkan bahwa jika ingin berwisata secara komprehensif ke NTT, paling tidak kita harus mendatangi ketiga pulau ini dan belum lagi dengan pulau-pulau yang lain.

Menengok kesiapan bandara di NTT menyambut wisatawan

Penerbangan Garuda Indonesia memulangkan komodo dari Jakarta ke Labuan Bajo. Foto: Garuda Indonesia.
Penerbangan Garuda Indonesia memulangkan komodo dari Jakarta ke Labuan Bajo. Foto: Garuda Indonesia.

Sesuai pembahasan di awal, berpindah pulau di provinsi ini akan cenderung lebih cepat dan aman jika mengandalkan pesawat terbang. 

Akan tetapi, kebutuhan lahan untuk membangun bandara yang tidak sedikit apalagi jika hendak memiliki landasan pacu yang memadai untuk pesawat dengan kapasitas cukup besar, sehingga pulau yang tidak terlalu besar bisa mengandalkan transportasi laut saja. 

Pesawat turboprop sekelas ATR 42 dengan kapasitas sekitar empat puluh orang membutuhkan landasan pacu sekitar seribu meter panjangnya dan ATR 72 dengan kapasitas lebih banyak di sekitar tujuh puluh orang membutuhkan tambahan panjang landasan pacu sekitar 1300 meter. 

Apalagi mau mendatangkan pesawat dengan kapasitas lebih dari seratus orang, sayang kawasan alami yang harus dibabat demi memperpanjang landasan pacu.

NTT sudah memiliki bandara besar di setiap pulau utamanya

Bandara Komodo, El Tari, dan Tambolaka masing-masing telah memiliki panjang landasan pacu aspal lebih dari 2300 meter dan mampu menampung pesawat dari seri Airbus A320 atau Boeing 737 dengan kapasitas hingga 240 penumpang sekali penerbangan. 

Bandara Ende dan Waingapu juga telah memiliki panjang landasan pacu yang lebih dari mumpuni untik menampung ATR 72.

Dengan adanya bandara besar di setiap pulau utama di NTT, sebenarnya NTT tidak kekurangan bandara. Bandara Komodo dan Bandara El Tari pun telah menjadi bandara internasional dengan gedung terminal yang mumpuni dan tergolong masih muda sehingga siap menampung wisatawan domestik dan mancanegara yang hendak berkunjung ke NTT dan kemudian kembali ke tempat asalnya. 

Jika ada yang kurang, mungkin tempat makan di dalam bandara untuk mengisi perut wisatawan yang lapar dan sedang menunggu proses boarding.

Bandara sekunder di pulau yang sama membantu menghemat waktu wisatawan.

Keberadaan bandara sekunder di satu pulau yang sama membantu penghematan durasi. Misalnya, wisatawan yang hendak mengunjungi Danau Kelimutu dari Labuan Bajo bisa menghemat waktu dengan menumpangi penerbangan dari Labuan Bajo ke Ende. 

Jarak hampir 400 km yang bisa memakan hitungan jam jika ditempuh melalui jalur darat cukup membutuhkan waktu tidak sampai satu jam dengan pesawat turboprop ATR 72.

Menambah kesiapan NTT menyambut lebih banyak wisatawan

Setiap tahunnya, tentu suatu wilayah ingin mendapatkan wisatawan lebih banyak untuk menggeliatkan ekonomi setempat. Akan lebih baik lagi jika wisatawan yang bertambah datang dari luar negeri, membawa uang segar ke negeri ini dan bukan hanya peralihan antarprovinsi. 

Permasalahannya, meskipun sudah memiliki bandara internasional dan ada maskapai asing yang berminat untuk masuk, belum banyak penerbangan internasional melibatkan bandara di NTT. 

Jika dilihat dari statistik penerbangan, bandara yang beroperasi dari pagi sampai petang masih disibukkan dengan melayani rute ke Pulau Jawa, Pulau Bali, atau antarpulau di NTT itu sendiri.

Ketika bandara di Pulau Jawa dan Bali sudah sibuk melayani mereka yang benar-benar mengantarkan penumpang ke sana tanpa tujuan transit, kita harus memikirkan cara masuk lain ke NTT. Bisa melalui salah satu bandara di NTT langsung dari negara lain, atau melihat pintu masuk di wilayah lain yang juga hendak dikembangkan potensi pariwisatanya.

Mengembangkan dunia aviasi di NTT dan menjadi pengaruh yang baik untuk semua

Indonesia adalah negara kepulauan dan NTT adalah salah satu provinsi kepulauan. Pengembangan konektivitas udara di NTT patut dijadikan contoh bagi provinsi lain yang serupa baik di dalam maupun di luar negeri selama memiliki karakteristik yang sama. 

Luas wilayah yang mencukupi untuk membangun bandara tanpa mengorbankan kelestarian alam secara signifikan, banyaknya penduduk yang dijangkau oleh bandara, dan potensi banyaknya wisatawan yang bisa masuk dalam satu waktu ke daerah tersebut tentu menjadi pertimbangan. 

Apalagi jika jarak pulau yang dikunjungi dari kota utama sudah lebih dari 80 kilometer, perhitungan saya menunjukkan bahwa penerbangan dapat dipertimbangkan daripada perjalanan laut selama biaya dan permintaannya mendukung.

Menambah penerbangan dan pintu masuk di NTT

Kondisi di atas terpenuhi bagi provinsi NTT sehingga ada penerbangan antarpulau dalam provinsi ini dengan kombinasi pesawat jet dan pesawat turboprop. 

Ketika minat wisatawan makin tinggi, paling tidak dibutuhkan penerbangan di tiga zona waktu, yaitu pagi hari bagi mereka yang ingin menikmati perjalanan dengan maksimal dan kemudian pulang untuk mengejar jam kerja, siang hari bagi mereka yang tidak ingin bangun terlalu pagi untuk mengejar penerbangan, serta sore hari bagi mereka yang berangkat setelah tengah hari untuk berlibur dan kemudian memaksimalkan liburannya sampai hari terakhir.

Menjadikan salah satu bandara internasional sebagai hub khusus NTT tentu menarik agar penerbangan awal tidak harus berasal dari daerah luar NTT menuju NTT. 

Akan tetapi, dengan mempertimbangkan potensi banyaknya rakyat NTT untuk keluar masuk provinsi dan juga mengoptimalkan bersama-sama potensi pariwisata dari provinsi lain yang berdekatan, saya memilih daerah lain di luar NTT sebagai hub demi memaksimalkan perbandingan antara biaya terhadap potensi pertambahan pendapatan. 

Menengok dua grup maskapai penerbangan besar di Indonesia saat ini, kita bisa mengandalkan Balikpapan dan Makassar yang juga sudah memiliki bandara internasional serta terbukti bisa menampung pesawat berbadan lebar seperti Airbus A330 dan Boeing 777.

Melindungi maskapai nasional, baik BUMN maupun swasta

Alam dan wilayah kita adalah kedaulatan kita yang perlu dilindungi dan dimaksimalkan manfaatnya untuk masyarakat kita. Oleh karena itu, hukum cabotage untuk penerbangan dari dan ke NTT perlu diterapkan dengan memastikan hanya maskapai nasional baik BUMN maupun milik swasta yang melaksanakannya.

Penerbangan oleh maskapai luar negeri ke NTT dibatasi dan sebaiknya cukup sampai daerah lain yang selama ini dimasuki. 

Jika menengok kondisi sekarang, pintu masuknya bisa dari Pulau Jawa (Jakarta dan Surabaya), Pulau Bali, Pulau Kalimantan (Balikpapan), dan Pulau Sulawesi (Makssar). 

Di musim liburan, maskapai bisa menggunakan pesawat yang lebih besar untuk terbang ke pintu-pintu masuk ini dan kemudian diumpan ke NTT dengan pesawat sekelas Airbus A320 atau Boeing 737. Di dalam NTT itu sendiri nantinya bisa berkomuter dengan pesawat turboprop sekelas ATR 42 dan ATR 72.

Meningkatkan kesiapan maskapai nasional dan infrastruktur setempat

Maskapai nasional memiliki kesiapan untuk membawa masuk wisatawan mancanegara ke pintu-pintu masuk sebagai destinasi transit. Khususnya dua grup maskapai terbesar, Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group, sama-sama bisa memaksimalkan potensi penumpang dengan kepemilikan pesawat berbadan lebar. 

Untuk kepentingan feeder, maskapai dalam negeri memiliki armada yang cukup banyak baik pada pesawat jet maupun turboprop dan bisa ditambah di kemudian hari sesuai kebutuhan dengan cara tercepat adalah membeli atau menyewa pesawat bekas yang masih layak terbang.

Lebih penting lagi untuk memastikan kesiapan bandara di NTT dalam menyambut lebih banyak penumpang. Memperpanjang jam operasional bandara untuk menampung lebih banyak penerbangan di masa peak season dapat menjadi salah satu solusi jangka pendek, tetapi menambah kapasitas landasan pacu perlu dipertimbangkan dalam horison waktu yang lebih panjang. 

Membangun satu landasan pacu baru yang lebih pendek untuk pesawat turboprop sehingga landasan yang lebih panjang bisa berfokus melayani pesawat jet dapat dipertimbangkan di bandara-bandara utama. 

Kemungkinan lain yang dapat dijajaki dalam waktu yang lebih panjang adalah memperbesar landasan pacu yang sudah ada di bandara-bandara sehingga sewaktu-waktu siap menerima pesawat yang lebih besar.

Dukungan pihak terkait itu penting

Pemerintah sudah membangun Bandara Komodo dan Bandara El Tari dengan baik sehingga layak menjadi bandara internasional dengan pengalaman yang memuaskan. 

Pengembangan dan promosi destinasi wisata di NTT juga sudah digarap secara serius. Meskipun demikian, peningkatan fasilitas di bandara dan kawasan sekitarnya penting khususnya soal keteraturan dan pengalaman menyambut tamu yang tidak terlupakan, apalagi untuk wisatawan mancanegara dengan bahasa asing. 

Bagaimana mereka yang datang dan belum mendapatkan penginapan, transportasi, atau paket tur bisa dibantu di bandara, menjadikan pengusaha pariwisata setempat perlu difasilitasi oleh Pemerintah dan otoritas bandara untuk melayani wisatawan yang tiba di tempat.

Pemerintah bersama dengan maskapai penerbangan dan pengusaha setempat juga perlu memikirkan agar biaya berlibur ke NTT cukup terjangkau dan kompetitif dibandingkan terhadap destinasi lain di Indonesia dan negara tetangga di Asia Tenggara. 

Mengingat saat ini bandara masih dikelola oleh BUMN, insentif implisit melalui manajemen biaya terbang bisa dilakukan agar harga tiket penerbangan dari dan ke NTT bisa serendah mungkin. 

Investasi dari luar NTT juga bisa dimaksimalkan agar pengalaman berlibur di sini terasa lengkap tidak hanya sebatas menikmati wisata alam yang cantik dan tidur di penginapan yang nyaman, tetapi juga memaksimalkan potensi wisata budaya dan kuliner dengan aksesibilitas transportasi yang lebih baik, sentra wisata yang lebih cantik dan modern, serta tenaga pendukung yang terlatih untuk sejalan dengan misi dinas pariwisata setempat. 

Karena jika hanya mengandalkan wisata alam, sulit untuk membuat mereka yang datang ke sini kembali dan kembali lagi seperti di Bali dengan tetap memperhatikan kelestarian adat, budaya, dan alam setempat sehingga masyarakat lokal tidak perlahan tersingkir dari rumahnya sendiri.

Kita bukan tidak siap menyambut dan melayani wisatawan berlibur di NTT, termasuk berkomuter dengan pesawat udara. Menyesuaikan permintaan yang ada saat ini di NTT dan kebutuhan untuk mengembangkan destinasi wisata lain yang tidak kalah indah di luar NTT membuat pembangunan tidak bisa dilakukan dan selesai dalam semalam. 

Kita tidak hanya mengejar target angka wisatawan dan pendapatan, tetapi memaksimalkan pengalaman wisata mereka dan menjaga kepentingan masyarakat kita sendiri.

Untuk itu, kita bisa berjalan perlahan dan tidak perlu bergerak gegabah apalagi sampai mendorong maskapai menambah varian pesawat yang tidak dipakai saat ini. 

Airbus A220-100 memang menarik mengingat kebutuhan runway yang bersaing dengan ATR 72 dan bisa membawa penumpang lebih banyak, tetapi jika kebutuhan nasionalnya belum banyak, maka jangan sampai kejadian Bombardier CRJ1000 terulang. 

Selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun