Kondisi di atas terpenuhi bagi provinsi NTT sehingga ada penerbangan antarpulau dalam provinsi ini dengan kombinasi pesawat jet dan pesawat turboprop.Â
Ketika minat wisatawan makin tinggi, paling tidak dibutuhkan penerbangan di tiga zona waktu, yaitu pagi hari bagi mereka yang ingin menikmati perjalanan dengan maksimal dan kemudian pulang untuk mengejar jam kerja, siang hari bagi mereka yang tidak ingin bangun terlalu pagi untuk mengejar penerbangan, serta sore hari bagi mereka yang berangkat setelah tengah hari untuk berlibur dan kemudian memaksimalkan liburannya sampai hari terakhir.
Menjadikan salah satu bandara internasional sebagai hub khusus NTT tentu menarik agar penerbangan awal tidak harus berasal dari daerah luar NTT menuju NTT.Â
Akan tetapi, dengan mempertimbangkan potensi banyaknya rakyat NTT untuk keluar masuk provinsi dan juga mengoptimalkan bersama-sama potensi pariwisata dari provinsi lain yang berdekatan, saya memilih daerah lain di luar NTT sebagai hub demi memaksimalkan perbandingan antara biaya terhadap potensi pertambahan pendapatan.Â
Menengok dua grup maskapai penerbangan besar di Indonesia saat ini, kita bisa mengandalkan Balikpapan dan Makassar yang juga sudah memiliki bandara internasional serta terbukti bisa menampung pesawat berbadan lebar seperti Airbus A330 dan Boeing 777.
Melindungi maskapai nasional, baik BUMN maupun swasta
Alam dan wilayah kita adalah kedaulatan kita yang perlu dilindungi dan dimaksimalkan manfaatnya untuk masyarakat kita. Oleh karena itu, hukum cabotage untuk penerbangan dari dan ke NTT perlu diterapkan dengan memastikan hanya maskapai nasional baik BUMN maupun milik swasta yang melaksanakannya.
Penerbangan oleh maskapai luar negeri ke NTT dibatasi dan sebaiknya cukup sampai daerah lain yang selama ini dimasuki.Â
Jika menengok kondisi sekarang, pintu masuknya bisa dari Pulau Jawa (Jakarta dan Surabaya), Pulau Bali, Pulau Kalimantan (Balikpapan), dan Pulau Sulawesi (Makssar).Â
Di musim liburan, maskapai bisa menggunakan pesawat yang lebih besar untuk terbang ke pintu-pintu masuk ini dan kemudian diumpan ke NTT dengan pesawat sekelas Airbus A320 atau Boeing 737. Di dalam NTT itu sendiri nantinya bisa berkomuter dengan pesawat turboprop sekelas ATR 42 dan ATR 72.
Meningkatkan kesiapan maskapai nasional dan infrastruktur setempat
Maskapai nasional memiliki kesiapan untuk membawa masuk wisatawan mancanegara ke pintu-pintu masuk sebagai destinasi transit. Khususnya dua grup maskapai terbesar, Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group, sama-sama bisa memaksimalkan potensi penumpang dengan kepemilikan pesawat berbadan lebar.Â
Untuk kepentingan feeder, maskapai dalam negeri memiliki armada yang cukup banyak baik pada pesawat jet maupun turboprop dan bisa ditambah di kemudian hari sesuai kebutuhan dengan cara tercepat adalah membeli atau menyewa pesawat bekas yang masih layak terbang.