Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Dokter, Guru, Tukang Parkir, dan Darurat Pola Pikir Kita Soal Pendidikan

25 Februari 2019   18:22 Diperbarui: 25 Februari 2019   18:28 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketika pasien mengharapkan kehangatan dari seorang dokter yang mampu memberikan hiburan dan jalan menuju kesembuhan, mereka hanya akan semakin kesal, entah sakitnya semakin parah atau justru mungkin mendadak sembuh saking kesalnya terhadap dokter tersebut.

Menemukan kedaruratan pola pikir

Dari respon atas dua masalah di atas, kita menemukan inti masalah yang sama yaitu kedaruratan pola pikir di sebagian masyarakat kita tentang pendidikan yang sepertinya bukan masalah baru dan belum hilang-hilang juga dari benak mereka.

Pertama, pendidikan tak bicara melulu soal kesejahteraan finansial. Memang benar bahwa banyak orang tidak berpendidikan punya uang lebih sekalipun profesinya mencengangkan, misalnya pengemis, pemulung, atau tukang parkir. Hal yang harus diutamakan adalah pembentukan pola pikir kritis dan wawasan luas dalam menghadapi kehidupan.

Pendidikan mengajarkan kita bagaimana disiplin menata waktu, konsisten melaksanakan perencanaan hidup, mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah, serta senantiasa cermat dalam segala usaha mencapai target yang harus dipenuhi. Coba tanyakan soal hukum, investasi, atau politik kepada pengemis, pemulung, dan tukang parkir, tentu berbeda dengan orang-orang yang mengecap pendidikan tinggi. Ketika menghadapi masalah finansial, orang berpendidikan memilih kesempatan dan kemampuan lebih luas untuk mencari jalan keluar ketika mereka-mereka ini cenderung berpikir pendek demi mendapatkan solusi, termasuk mungkin dengan meminta-minta, memalak, atau melakukan tindak kejahatan.

Demi mandirinya penerus bangsa, sebaiknya orang tua memberikan pendidikan di institusi terbaik sesuai kemampuan finansial dan jarak tempuh yang wajar dari tempat tinggal.

Di sinilah anak-anak kita akan menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman dan gurunya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mereka peroleh di sini menjadi penentu masa depan mereka.

Tempat les hanyalah tempat yang disinggahi anak-anak itu dalam durasi tergolong sebentar dan seringkali pengajar hanya mencekoki dengan setumpuk soal-soal lengkap dengan pembahasannya. Alih-alih mandiri, mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa butuh disuapi. Esensi kurtilas yang mulia tidak tercapai, yaitu membuat para peserta didik mampu memahami dan mengembangkan apa yang diajarkannya dengan mencari metode pendukungnya sendiri.

Kedua, pendidikan dan profesi elit tidak cukup untuk mencapai kesuksesan dan kesejahteraan finansial. Pengetahuan yang didapat selama bersekolah dan berkuliah tidak akan berarti jika individu bersangkutan tidak bersedia untuk belajar lagi di dunia kerja dan tidak mampu mempraktekkan kompetensi mereka untuk menyelesaikan masalah terkait bidangnya di tempat kerja.

Tidak ada pula pendidikan dan profesi yang membawa pelakunya kepada jalan tol kekayaan serta sebaliknya tidak ada pula pendidikan dan profesi yang hanya bisa membawa pelakunya hidup paling mentok pas-pasan. Dengan komitmen sepenuh hati untuk memberikan hasil yang terbaik, apapun jalannya Sang Pencipta akan selalu membalasnya dengan berkah yang pantas diterima.

Ketiga, pendidikan membawa pelakunya kepada profesi yang lebih layak dan baik sehingga berapapun pendapatannya, haruslah disyukuri dan jangan ditinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun