—
Malam itu begitu hangat. Dirga memperlakukannya dengan lembut, tidak dingin seperti biasanya.
Matanya melirik hape milik Dirga di meja nakas. Ada dorongan aneh dalam dirinya, sesuatu yang membuat tangannya bergerak sebelum pikirannya sempat menahan. Ia meraih ponsel itu, dingin di tangannya. Jarinya menyentuh layar, mencoba menghidupkannya.
Terkunci.
Anna menggigit bibirnya, otaknya berputar. Kode apa yang digunakan Dirga untuk mengunci ponselnya? Tanggal lahir Kinan muncul di benaknya, namun entah kenapa ia malah mengetik tanggal lahirnya sendiri—tanggal yang seharusnya tidak pernah diketahui Dirga.
Layar menyala. Berhasil.
Anna terdiam, jantungnya berdegup kencang. Kenapa tanggal lahirku? bisiknya pada dirinya sendiri.
Tangannya gemetar saat ia mencoba mencari penjelasan. Rasa ingin tahu menguasainya. Perlahan, ia membuka galeri. Jantungnya semakin berdetak cepat. Yang ia temukan hanyalah foto-foto jurnal medis, seminar kedokteran, dan ruangan rumah sakit. Tidak ada satu pun foto Kinan.
Ia menggulir layar ke bawah, hingga akhirnya menemukan sesuatu yang membuat darahnya berhenti mengalir sesaat. Sebuah foto. Foto seorang perempuan.
Foto dirinya!
Anna tertegun. Itu adalah wajahnya—bukan wajah Kinan, tetapi Anna, saat ia masih hidup dalam tubuhnya sendiri. Foto itu terlihat diambil secara diam-diam, dengan latar belakang kampus tempat ia dulu berkuliah. Anna ingat jelas baju yang digunakannya dalam foto itu. T-shirt hitam berbalut jaket krem celana panjang cargo favoritnya.