"Aku tidak akan menyakitimu, Kinan," katanya pelan, suaranya dalam namun penuh kelembutan.
Anna tidak tahu harus berkata apa. Dirga yang biasanya penuh dengan sikap arogan kini tampak rapuh di depannya. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Anna merasa tersentuh—seolah melihat pria yang tidak lagi sekadar menjalankan tanggung jawab, melainkan seseorang yang benar-benar ingin mencintai.
Dengan lembut, Dirga membantu Anna melepas gaun pengantin yang berat itu. Tangannya terampil namun penuh kehati-hatian, memastikan Anna tetap nyaman. Setiap gerakan terasa seperti sebuah janji tak terucapkan.
Tubuh Anna—tubuh Kinan—tercermin di cermin besar di ruangan itu. Ia melihat sosok yang bukan dirinya, namun anehnya, ia merasa mulai menerima kenyataan ini. Mungkin, ini bukan hanya tentang hidup dalam tubuh orang lain. Mungkin, ini adalah kesempatan untuk merasakan sesuatu yang tidak pernah ia miliki sebelumnya.
Dirga menariknya ke dalam pelukan. Sentuhannya hangat, menenangkan. Wajah Dirga yang begitu dekat. Ia bisa merasakan denyut jantungnya, cepat namun stabil. Ada kejujuran dalam kata-katanya yang tidak bisa ia abaikan.
"Aku... aku bukan Kinan," gumamnya lemah, hampir tidak terdengar.
Namun Dirga tidak menjawab. Ia hanya menunduk, menyentuh bibir Anna dengan miliknya. Ciuman itu lembut, seperti angin musim semi yang menyapu lembut wajahnya. Tidak ada paksaan, hanya kehangatan yang perlahan menyusup ke dalam hatinya.
Malam itu menjadi awal dari sesuatu yang baru. Dalam keheningan kamar, mereka menemukan cara untuk saling memahami, satu sentuhan demi satu sentuhan. Anna, meski merasa asing dengan tubuh Kinan, merasakan keintiman yang perlahan membuatnya nyaman.
Dirga, di sisi lain, seperti menemukan sisi baru dari Kinan. Gadis yang selama ini ia anggap lemah ternyata memiliki keberanian yang ia abaikan. Setiap gerakan, setiap napas, terasa seperti percakapan diam-diam antara dua jiwa yang mencoba menyatu.
Ketika malam berganti menjadi fajar, Anna terbaring di sisi Dirga, tubuhnya terasa ringan namun penuh dengan emosi yang bercampur. Ia tahu, ini hanyalah awal dari perjalanan panjang mereka. Dan meskipun ia masih terjebak dalam tubuh Kinan, untuk pertama kalinya ia merasa tidak sendirian.
Dirga mengusap rambutnya dengan lembut, memandangnya dengan mata penuh kasih. "Terima kasih," bisiknya.