Mohon tunggu...
Cerita_Esa
Cerita_Esa Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca tidak membuatmu kaya sekejap, tapi yakini dapat membuat hidupmu beradap

@Cerita_esa karena setiap jengkal adalah langkah, dan setiap langkah memiliki sejarah, maka ceritakanlah selama itu memberi manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jeda

27 September 2021   08:14 Diperbarui: 27 September 2021   08:15 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Malam itu Ibu sedang beradu bicara dengan Ayah. Ibu meminta berpisah dengan ayah."

"Keputusan macam apa ini? Ibu benar-benar sudah keterlaluan."

Sudah pasti aku dan adik hanya bisa mendiam. Mengkaku dalam suasana yang membingungkan. Kami hampir pingsan, dan kami tidak terbiasa menghadami situasi seperti saat ini. Saat itu, aku berpikir ibuku adalah pecundang, dia yang mendoktrin tapi tak mampu menunjukkan jati dirinya. Ibu yang memendam pada perasaan yang dingin dan ayah yang lihat menyimpulkan tanpa memahami.

"Apa ibu benar-benar mengatakan ini dengan Ayah?" tanyaku dengan gemetar.

"Ibu sudah menikah dengan Ayah sekian tahun. Mengabdikan hidup Ibu untuk Ayah dan keluarganya. Dengan adanya kalian ibu juga sudah merawat dan mendidik dengan sebaik-baiknya dan sebisa Ibu. Ibu juga sudah mengajari kalian menyelesaikan kebutuhan kalian sendiri. Sedang Ayah, sebetulnya dia tidak terbiasa dengan keadaan seperti ini."

Pembicaraan ibu diputus oleh kakak. "Apa sih yang Ibu mau? Mau menghancurkan kelurga ini?" Untuk pertama kalinya kakak berbicara dengan nada tinggi dengan ibu.

"Ibu lelah Nak. Ibu akan memanfaatkan waktu sementara ini untuk istirahat. Ibu sudah bekali kalian semuanya. Sudah saatnya sekarang kalian ibu lepas untuk menjalani hidup masing-masing."

"Apa yang diberikan Ayah selama ini masih kurang?"

"Apa kebahagiaan kalian selama ini hanya dari pemberian materi Nak? Kalian tidak bisa merasakan karena kasih sayang Ibu dan Ayah berusaha kami hadirkan di sendi-sendi hari kalian. Tapi Ibu, setelah menikah dan menetap di rumah ini, Ibu selalu hampa dengan kesendirian, tepatnya setelah Ayah dipindahkan tugas." Suasana mulai sunyi, kakak berusaha menerima penjelasan ibu. "Ibu amat berkecukupan dari pemberian ayah, pun ibu bahagia merawat kalian semua. Tapi ada kehampaan dalam hati Ibu tanpa hadirnya kasih sayang lagi. Bagi Ayah, dia merasa memberikan kasih sayang dari capaian yang dia dapatkan. Tapi bagi Ibu bukan hanya itu."

"Apa yang Ibu inginkan?" Tanya kakak merendahkan nada dan menatap ibu.

Akhirnya ibu menceritakan semua hal yang selama ini tidak kita ketahui. Beberapa tahun terakhir ibu dan ayah jarang berkomunikasi. Pagi hari ibu bangun menyiapkan sarapan dan keperluan ayah. Obrolan pagi sekadar menanyakan dasi ayah di mana, baju warna abu-abu di mana, dan terkahir mengucapkan salam. Siangnya ibu kami tinggal sendiri di rumah dengan segala kesibukkan kami. Meski begitu, sesekali kami juga menyempatkan memberi kabar melalui whatsapp. Sorenya ayah pulang, sering juga larut malam. Selagi ibu menyiapkan makan malam, ayah bebersih. Sampai di kamar istirahat. Kata ibu begitulah aktivitas mereka selama ini. Ibu bukan tidak ikhlas apa yang ia abdikan selama ini. Ibu hanya menginginkan kehadiran secara batin seorang ayah untuk menguatkan psikisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun