"Ya nggak lah Bu. Istirahat masa sering banget ntar kerjaanku nggak selesai-selesai. Tapi kalau aku sudah berusaha dan sudah berinvestasi yang mungkin bisa menjamin kebutuhanku barangkali aku akan banyak berinstirahat atas kerja kerasku."
"Tapi apa Kakak dengan istirahat itu akan berhenti berpikir?"
"Nggak juga Bu, kalau aku berhenti berpikir bagaimana bisa jalan nanti investasiku dan mencari peluang lainnya."
"Nah, kalau begitu Kakak hanya istirahat dari fisikmu tapi tidak pikiranmu kan?"
"Iya sih Bu, tapi kalau aku sudah dalam titik lelah mungkin akan berhenti melakukan apapun memprioritaskan kenyamananku."
"Ya sudahlah. Kamu juga akan paham. Tapi pendapatmu ini tidak bisa kamu terapkan kalau kamu sudah hidup dengan orang lain. Harus ada pertimbangan rasa dalam memutuskan"
"Apa Ibu sedang tidak baik-baik dengan Ayah? Tidak biasanya ayah pergi dengan cara seperti ini?"
"Ibu yang telah melukai Ayah Kak." Jawab ibu dengan nada dingin dan pandangan kosong.
"Apa yang terjadi dengan Ayah dan Ibu?" Mendengar itu kakak merasa kaget, namun berusaha untuk tidak menampakkan ekspresi apapun.
Ibu dengan sikapnya yang dingin bertolak ke arah kamarnya.
Kakak sedikit kesal, menggerutu dan menyalahkan keadaan ini karena ibu. Dia berprasangka kalau pasti ada sesuatu hal yang membuat ayah menjadi pergi. Kami sangat paham kalau ayah kami adalah orang yang hangat dan selalu memperhatikan kebutuhan sehari-hari kami. Ayah tidak pernah pelit untuk mengeluarkan segala uangnya untuk membahagiakan keluarga.