Bercanda tawa bersama Riyan, Reno, Sinyo, Ardi dan Udin sedikit membuat hati riang. Mereka memang komplotan mahasiswa telat, ya maklum saja karena rata-rata tempat tinggal mereka jauh dari kampus. Ada sisi lain yang aku dapat ketika aku punya kesempatan brkumpul bersama mereka. Sama-sama korban SNMPTN dan pelampiasannya ya PTS yang sebenarnya mereka juga masih abu-abu memilihnya.
Tepatnya hari Sabtu, semua fakultas di kampusku akan menerima kartu hasil studi. Semuanya pada ribut dengan hasil nilai masing-masing, hanya kami saja yang masih menggila di halaman parkir. Setelah waktu Dhuhur alias waktuya molor dua jam dari jadwal kelasku menerima kartu hasil studi. Dalam ruang kelas yang makin sunyi kami semua menunggu giliran dipanggil.
"Dennisa Ayu Nirmala," dosen sastra memanggilku dengan suara keras. Tanpa jawaban basa-basi aku melangkah dengan keyakinan.
"Terima kasih Bu," menyelonong begitu saja.
"Ehhhh, tunggu sebentar. Ni anak langsung pergi saja. Itu lihat hasil studi kamu! Ada satu mata kuliah yang nilainya belum keluar. Kamu temui dulu dosennya."
Mimpi apalah aku semalam. Dosen tua itu tidak memberi aku nilai. Masih penasaran bercampur jengkel seperti tidak percaya kalau hasilku kali ini mengecewakan. Dalam ruangan yang kecil aku bertatap muka dengan dosen tua itu. Sepertinya memang aku sudah garang dengan dosen satu ini.
"Bu, langsung saja. Kenapa Ibu tidak memberikan nilai kepada saya. Apa ada yang salah?"
"Saya hanya melihat nilai kamu. Ulangan nilai kamu A min, UTS B plus tapi UAS kamu kenapa E?"
"Apa Ibu hanya menilai dari hasil ujian. Bagaimana dengan keaktifan saya di kelas. Tugas saya juga terselesaikan semua. Lagi pula presensi saya juga penuh."
"Saya sudah bilang nilai akhir kamu yang akan memperngaruhi hasil akhir." Katanya sedikit keras.
"Apa Ibu tau alasan saya kenapa. Lagi pula ibu juga hanya melihat kuantitas dari kami. Ibu juga tidak memikirkan kualitas dari proses kami untuk mendapatkannya. Ibu tidak menghargai itu?"