"Banget Mir bukan benteng."
"Nah, itu ngaku sendiri."
Ternyata aku juga tertarik dengan rasa penasaran untuk melihat nilai. Sampai di depan mading sepi, sunyi, sepertinya aku orang terakhir yang melihat nilai. Jari telunjuku sibuk kutarik-tarik mencari nama "Dennisa Ayu Nirmala". Ternyata benar, peringakat kedua dalam daftar nilai terbaik.
"Cie cie yang nilainya bagus. Tau gitu aku nyontek kamu aja ya?" Suara Riyan dari arah belakangku.
"Woooyyy ngagetin aja sih lu. Eh kamu sama temen-temenmu juga lumayan loh nilainya liat deh," menunjuk nama Riyan dan Seno.
"Lumayan, bisa bersaing sehat kita."
Satu bulan kemudian tidak terasa ujian tengah semester tiba. Antara semangat dan tidak untuk lanjut masih bimbang. Masih ada tujuh semester lagi aku akan bersaing diantara model kehidupan yang seperti ini. Seperti kucing yang masuk di dalam kandang macan. Seperti ulama yang masuk pada ruang kemaksiatan. Ya, hal yang baik akan ikut melebur pada ruang yang mendominasi dan yang minoritas tak bisa terlihat.
"Gimana Yuk. Udah belajar kamu?" Tanya Riyan.
"Belajar atau nggak sama aja Yan. Sama-sama aku harus mearasakan kekalahan karena kurang belajar menyontek yang baik."
"Memangnya kamu mau ikut-ikutan gitu juga?"
"Memangnya selama ini aku terlihat seperti itu ya?" tanyaku kembali sambil berpaling.