Meskipun sistem penggajian telah menjadi standar hotel, calon pekerja bebas melakukan negosiasi gaji.
Saya jarang tawar menawar masalah gaji. Bukan karena malu tapi karena pengalaman mematok harga berakibat gagal direkrut.
Sebelum pandemi, pengalaman negosiasi gaji kesannya jasa kita mahal banget. Jika disetujui oleh perekrut patut bangga sebab mereka golongan yang diperhitungkan dan dipandang bernilai.
Dahulu, saking banyaknya tawaran pekerjaan, asyik juga nego sana sini, semacam uji nyali. Prinsipnya nothing to lose. Gagal satu, jatuh ke pelukan lain.
Namun hasil tawar menawar tidak luput dari tuntutan perusahaan.
Bak kipas angin, mesin penggerak berisiko tinggi sebab sebagai tumpuan energi. Gaji tambun, beban berat, tanggung jawab pun membengkak.
Dalam perjalanan karir, sudah mafhum pasti terjadi diskusi terkait gaji.
HR Manager enggan buang waktu. Bila gaji yang dikeluarkan jauh melebihi bujet perusahaan, biasanya lolos pada tahap pertama.
Nada-nadanya ingin mengupas kualitas pelamar. Jika diterima dan disetujui, artinya kualitas pelamar di atas rata-rata.
Melamar pekerjaan bagai menjual kecakapan. Saling cocok dari kesan pertama bisa jadi membahagiakan. Bisa juga salah satu pihak meninggalkan. Nasib pencari kerja memang begitu.