Kemarin Jack menelponku, komplain gegara panggilan telpon bertubi-tubi dari perusahaan asuransi.
Panggilan telpon, sms hampir setiap hari datang, termasuk dari pinjol alias pinjaman online. Padahal ia tak pernah menyentuh aplikasi itu.
"Aku gak nyaman ditelpon. Seperti dikejar-kejar," kata Jack.
Sayangnya handphone milik Jack tanpa fitur blok. Walau diblokir, panggilan tetap jalan.
Dua hari lalu, seorang wanita mengontakku. Mengaku dari bank dan asuransi.
Pertanyaan pertama, nadanya dari seorang telemarketer pemula. Nyerocos terus, tanpa koma apalagi titik.
Belakangan marak penawaran produk asuransi melakukan telemarketing. Minggu lalu, selama 5 hari saya iseng mendata panggilan telpon.
Saya mendapat telpon dari unkown caller 2x dan 5x panggilan dari nomor berbeda.
Lima panggilan dijawab. Mereka dari bank swasta menawarkan asuransi dan tabungan berjangka. Jam panggilan pagi hari pukul 08:30, pukul 16:00 dan unknown caller pukul 20:00.
Saya tak mau buruk sangka. Gencarnya panggilan telpon pasti diketahui dari database perbankan karena saya tak punya kartu kredit dan hutang-hutang lain.
Sumber lain, mungkin juga dari nomor hp dari kartu bisnisku yang bertebaran.
Saya cukup sabar menjawab panggilan itu kecuali unknown caller.
Selama 2 bulan, saya pernah menjadi order taker di perusahaan asing. Jadi, tahu pasti bagaimana mental harus tahan banting. Pasalnya kalau pelanggan komplain, saya kena teguran.
Tak betah berlama-lama di tempat itu, saya minta pindah.
"Ke lain departemen aja, asal jangan di situ," pinta saya pada bos bule. Saya yakin posisi ini hanya sebagai batu loncatan saja.
Atas dasar itulah, saya masih tenggang rasa. Turut merasakan dibetein orang. Namun lama kelamaan kian mengganggu. Saking ramahnya, penelpon bertubi-tubi. Duh.
Saat sibuk menunggu panggilan telpon penting dari keluarga tetiba telpon masuk.
Sebagai hotelier marketing, telemarketing menjadi target. Dilaporkan pada laporan mingguan (weekly report).
Setiap staf marketing bertarget menelpon 10 pelanggan per hari, Senin hingga Kamis.
Sejak komplain bertalu-talu, telemarketing agak dikendorkan. Saya yakin, suatu saat kegiatan ini akan lenyap kok, seiring pesatnya iklan digital.
Saya pribadi sejujurnya enggan menerima panggilan telpon jika:
(*) Panggilan tak dikenal atau unknown caller.
(*) Nomor penelpon, tidak disimpan di hp
(*) Pengalaman tertipu. Tentang tipuan ini, kelak saya bahas tersendiri ya.
Jika dengan menelpon, cara gampang berinteraksi, pernah terpikirkah bagaimana mood seseorang yang dihubungi?
Telemarketing, masih efektif?
Penelpon yang menawarkan produk disebut telemarketer. Kegiatannya dinamakan telemarketing. Siapapun dapat melakukannya. Modalnya handphone plus pulsa atau dari telpon kantor (landphone).
Produk terbanyak yang sering ditawarkan yaitu dari jasa perbankan dan asuransi. Ini berdasar pengalaman pribadi selama 5 hari itu. Bukan mengacu pada sumber data manapun.
Sebelum pandemi, hotel pun gencar melakukan telemarketing lho. Bedanya tim mengontak para pelanggan dari data base internal.
Bayangkan bila sebuah hotel memiliki database sebanyak 2000 hingga 3000 perusahaan dari berbagai segmentasi. Jika pelanggan setia ada 800, sisanya adalah target telemarketer untuk mengingatkan atau sekadar say hello.
Produk yang ditawarkan contohnya promosi kamar, diskon restoran, paket meeting.
Tim telemarketer harus memiliki standar etika menelpon atau telephone courtesy. Sejak awal seorang marketer (tidak hanya telemarketer) di hotel harus mengikuti pelatihan serius.
Si dia melirik lalu tertarik. Si dia menyahut lalu bertatapan. Dahulu promosi gencar melalui sms blast. Kini kurang efektif. Selain itu rentan terjadi penipuan (scam).
Alih-alih dianggap tidak efektif berpromosi via sms, Whatsapp menjadi gantinya. Pengguna WA, tak gampang kena tipu.
Jika telemarketing, sms kurang produktif, ada cara lain berpromosi. Ini penting! Zaman now, persona lebih suka membaca, ketimbang obrolan.
Aktivitas marketing yang tidak berbalas alias monoton, dalam marketing disebut cold call. Dingin, gak ada respon. Percuma, buang waktu.
Ada cara lain untuk menjual selain telemarketing dan sms blast. Agar menarik konsumen diperlukan promosi gencar. Nah, target berpromosi inilah yang menjadi fokus kita.
Apakah perusahaan asuransi anda telah melakukan cara berikut:
1. Rekrut tim media sosial
Tentukan berapa persona untuk satu media.
Posting konten yang menarik, elegan, menyolok. Tawarkan quiz, hadiah. Cari sebanyak-banyaknya follower.
Cara berpromosi melalui media sosial lebih efektif. Mudah diawasi. Sejauh mata dan jari-jari di gawai.
Belilah gawai yang berkualitas dengan fitur update agar dipakai tahan lama, tidak lemot.
Media: Facebook, Instagram, Linkedin, Twitter, Whatsapp, YouTube.
Tujuannya menjalin hubungan dengan publik. Menjawab pertanyaan, berinteraksi dengan calon pembeli. Tentu saja, sekaligus jualan produk.
2. Rekrut admin e-mailing
Setiap nasabah pasti memiliki e-mail. Bisa juga asuransi dari bank tertentu. E-mail address didapat saat mengisi formulir registrasi.
Secara rutin kirimlah newsletter, promosi, dll. Cara demikian masih dapat diterima ketimbang Jack yang sebel ditelpon berulang kali.
Selain sebagai pengingat, promosi ini tersebar dari mulut ke mulut kepada kerabat, teman, sanak saudara mereka.
Cara ini rapi sebab pelanggan telah menggunakan produk asuransi anda. Kelola saja dengan rapi.
3. Rekrut tim blogger
Bercerita tentang produk dalam narasi blog. Konten yang memukau pembaca. Bermanfaat.
Ceritakan kisah nyata yang telah terjadi serta solusinya saat memakai jasa asuransi. Jangan terlalu panjang. Singkat, menarik, sarat informasi.
Bisa juga testimonial dari para pelanggan.
Rekrut tim blogger. Bergabung di blogger komuniti. Coba deh! Banyak persona yang bertalenta cemerlang, potensial untuk direkrut.
4. Rekrut free lancer sebanyak-banyaknya
Merekrut free lancer sebagai afiliasi marketing. Afiliasi itu cara berpromosi dari pihak ke-3, antara perusahaan dan pembeli. Afiliator akan mendapatkan komisi dari hasil promosinya.
Tak sedikit para mahasiswa melakukannya untuk tambahan uang jajan.
Medianya yaitu situs masing-masing persona. Cara kerjanya cukup sederhana. Tergantung dari seberapa canggih sistem IT di perusahaan asuransi itu.
Cara kerja keempat hal di atas cukup simpel meski modal agak melambung. Tapi kerja anda efektif. Semakin gencar produk asuransi anda di media, semakin meningkatkan keingintahuan publik. Era digital telah mengubah engsel marketing. Harus inovatif.
Perusahaan asuransi harus menerima kenyataan terhadap pesatnya pemasaran digital ketimbang cara out of date.
Seseorang akan membeli jika tertarik. Sepi pembeli bisa jadi karena cara yang tidak tepat juga iklan yang salah sasaran.
Tiada nasi, umbi pun jadi. Tiada cara lain selain menjual dengan elegan dan tepat sasaran niscaya image dan reputasi perusahaan terjaga.
Semoga bermanfaat.
Salam hospitality.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H