Tanpa sadar, saya menjawab pertanyaan teman sambil menangis. Karena, terkurung  ketakutan tidak bisa bergerak sama sekali. Sementara, ulat keket semakin pelan mendekati posisi saya. Teman-teman saya semakin tertawa terbahak-bahak. Saya sendiri merenungi ketakutan. Sambil berpegang erat pada ranting pohon. Kurang lebih 10 menit, saya menangis karena ulah ulat keket tersebut.
Melihat kondisi saya yang sangat ketakutan, akhirnya salah satu teman naik menyusul saya. Dia dengan sabar mengusir ulat keket tersebut menggunakan ranting kecil. Saya tahu bahwa dia tidak takut sedikit pun terhadap ulat keket tersebut. Dia sedikit tertawa melihat kondisi saya.
"Sabar. Kamu pegangan ranting terus. Saya usir ulat keket ini"
Plong, rasanya. Ketika ulat tersebut jatuh ke tanah. Sambil mengusap air mata, saya ikut tertawa. Padahal, saya sedang ditertawai teman sendiri.
"Ulat gitu saja takut. Memalukan"
Itulah komentar salah satu teman lainnya. Sambil guyon, saya pun berjanji tidak akan memberi asam hasil buruan saya padanya. Biarin, wong dia jahat dan tidak ada empati sama saya yang sedang ketakutan. Namanya juga phobia bro bro. Sejak saat itu, saya berlatih untuk tidak takut sama ulat keket tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H