Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Nature

Percayalah, Masih Ada Waktu untuk Membenahi Kerusakan Lingkungan Hidup Kita

9 November 2016   14:48 Diperbarui: 5 Juni 2018   11:36 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luas Pulau Batam yang mencapai 41.500 hektare, hingga awal 2015 luasnya tinggal 1.743 hektare. Luas tersebut juga dipastikan terus menyusut hingga September 2015 pengaruh abrasi laut karena luas mangrove Batam turun drastis (Sumber: di sini)

Kesalahan besar adalah tidak adanya kebijakan jeda tebang (moratorium logging) yang menimpa hutan kita. Celakanya, Pemerintah justru mempercayakan pengelolaan hutan Indonesia pada mekanisme pasar global melalui proposal REDD-I (Reduce Emission from Deforestation and Degradation in Indonesia). Akibatnya, kondisi hutan diacak-acak sesuai dengan pangsa pasar yang ada. 

Kondisi ini menunjukan bahwa kedaulatan rakyat Indonesia tergadaikan atas sumber daya hutan, sekaligus menapikan kepentingan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan terhadap ekosistem hutan. Masyarakat di sekitar hutanlah yang akan menanggung akibatnya kala musim penghujan tiba. Bencana banjir dan tanah longsor tidak bisa terhindarkan lagi.  

Diguyur hujan deras, sebuah tebing di Gunung Kidul Yogyakarta Longsor (Sumber: disini)
Diguyur hujan deras, sebuah tebing di Gunung Kidul Yogyakarta Longsor (Sumber: disini)
Kerusakan hutan di Indonesia memang dalam kondisi mengharukan. Menurut State of the World’s Forests2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO) menunjukan bahwa angka kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,8 juta hektar per tahun. 

Akibatnya, dari 133 juta ha luas hutan Indonesia, hanya 23 persen saja yang masih berupa hutan primer dan terbebas dari kerusakan. Sisanya 77 persen sudah mengalami konversi atau penebangan liar. Berikut, contoh foto yang menunjukan kondisi hutan di beberapa provinsi di Indonesia.

Kondisi hutan Indonesia yang semakin mengharukan (Sumber: Greenpeace/mongabay.co.id/blog.ac.id)
Kondisi hutan Indonesia yang semakin mengharukan (Sumber: Greenpeace/mongabay.co.id/blog.ac.id)
Bahkan, jika dipantau dari udara, kerusakan hutan Kalimantan yang disebabkan karena konversi hutan menjadi tambang batubara sangat jelas terlihat. Kita bisa melihat penampakan danau beracun dan kerusakan bentang alam yang akan bertahan selama ratusan tahun. Kerusakan lingkungan yang terjadi karena perlakuan tidak ramah lingkungan berdampak kepada masyarakat. Ingin lebih jelas, yuk kita lihat videonya.

Hutan Kalimantan (Sumber:Liu Purnomo/Greenpeace Indonesia)

 Kondisi lingkungan yang tidak bersahabat juga memberikan pengaruh terhadap sektor pertanian. Gagal panen karena banjir atau cuaca yang tidak bersahabat mengakibatkan kerugian pada petani. Banyak faktor yang menentukan kegagalan pertanian. Kita berharap banyak bahwa praktek pertanian bisa memberikan keuntungan yang berlimpah. 

Tentunya, praktek pertanian yang ramah lingkungan. Oleh sebab itu, praktek-praktek indigenus (asli) merupakan praktek pertanian masa depan yang ramah lingkungan jika dan hanya jika memenuhi tiga prasyarat, yaitu: 1) Motif produksinya adalah subsisten; 2) Tekanan penduduk rendah; dan 3) Kelimpahan sumberdaya (resources endowment) tinggi. Jika salah satu prasyarat tidak ada maka akan bergeser ke arah praktek pertanian yang tidak ramah lingkungan.

Perlakuan manusia yang tidak ramah lingkungan juga berakibat terhadap kandungan sumber air minum. Berkurangnya kondisi hutan yang ada menyebabkan berkurangnya kandungan air dalam tanah. Apalagi, minimnya kebiasaan menanam pohon pada masyarakat membuat kurangnya kandungan resapan air. 

Oleh sebab itu, masyarakat hendaknya menanami pepohonan setiap jengkal tanah yang ada. Pembuatan lubang Biopori juga ikut andil dalam menambah jumlah ressapan air dalam tanah. Ditambah lagi dengan pembuatan sumur-sumur resapan yang berfungsi untuk persediaan air kala musim kemarau tiba. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir kondisi resapan air Indonesia tahun 2014, sebagai berikut:

Kondisi daerah resapan air menurut Provinsi di seluruh Indonesia (Sumber: www.bps.go.id)
Kondisi daerah resapan air menurut Provinsi di seluruh Indonesia (Sumber: www.bps.go.id)
Dari tabel di atas menunjukan bahwa jumlah sumur resapan tiga tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta, DKI Jakarta dan Banten. Jumlah resapan air karena keberadan lubang biopori tiga tertinggi ada di Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Banten. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun