Kondisi pesisir pantai yang semakin terancam juga menggerakan masyarakat untuk berbuat sebisanya. Dikeluarkannya Program Rantai Emas(Rehabilitasi Pantai Entaskan Masyarakat Setempat) yang merupakan program Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) untuk mengatasi dampak dari kerusakan pantai yang sebagian besar diderita oleh masyarakat pesisir, yang berupa kemiskinan, kesehatan lingkungan, pendidikan dan keterbatasan fasilitas lainnya.
Program Rantai Emas tersebut dicanangkan oleh Menteri Lingkungan Hidup (LH) pada tahun 2011 lalu. Program tersebut diadakan di Kampung Garapan, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten di mana pengembangan kegiatan dilaksanakan melalui kerja sama dengan SIKIB (Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu) dan PT. HINO sebagai bagian dari Corporate Social Responsibilty (CSR). Hal yang dilakukan dalam program ini adalah pembentukan kelompok masyarakat melalui pembibitan dan penanaman mangrove (hutan bakau) serta kelompok transplantasi terumbu karang.
Bertambahnya jumlah penduduk juga berdampak pada bertambahnya jumlah hunian. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan maka pembangunan dikembangkan ke arah pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka pengelolaan sumber daya yang ada dilakukan sebaik mungkin dengan model pembangunan yang berkesinambungan serta peningkatan terhadap mutu hidup masyarakat. Sasaran pembangunan yang dilakukan pun mempunyai arah yang jelas yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim menyatakan bahwa untuk menciptakn pembangunan yang ramah lingkungan hendaknya dilakukan perubahan pola pembangunan.
Pola pembanguan konvensional yang diterapkan selama 1950-2000 perlu diubah menjadi pembangunan berkelanjutan. Hal ini menunjukan bahwa pola pembangunan yang dilakukan berpikir untuk jangka panjang, bukan hanya untuk saat sekarang saja.
Pengubahan pola pembangunan berkelanjutan yang harus dilakukan mencakup:
- Proses pembangunan satu jalur (single track) “ekonomi saja” menjadi banyak jalur (multi track) “ekonomi, sosial dan lingkungan;
- Pengutamaan sasaran jangka pendek menjadi pencapaian sasaran jangka panjang melalui keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan;
- Perlakuan “ekonomi sebagai kendala utama” menjadi “ekologi sebagai kendala utama”;
- Dari pola pembangunan konvensional mengejar kenaikan pendapatan materi, melalui usaha privat individual menjadi pola pembangunan keberlanjutan mengejar keseimbangan equilibrium materi ekonomi, kehidupan sosial dan alam (Tri Hita Karana) melalui kesetaraan kerja antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat madani;
- Memprioritaskan maksimalisasi kesejahteraan pribadi menjadi maksimalisasi keadilan social melalui penguatamaan pemberantasan kemiskinan.
Itulah sebabnya, konsep Tri Hita Karana masih dipegang teguh oleh masyarakat kita khususnya yang ada di pulau Bali. Sebab, keharmonisan manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manusia dan alam merupakan awal dari terjaganya lingkungan hidup kita.
Jika kita lalai, maka kerusakan lingkungan hidup adalah awal petaka dari segala bencana yang terjadi. Namun, Tuhan Maha Mengetahui. Percayalah, kita masih diberi kesempatan untuk berbuat baik demi menata kembali kerusakan lingkungan hidup kita. Mari bergandengan tangan menjaga tanah kita, Indonesia.
Referensi: