Saat kebingungan kami melanda, seorang bapak guru yang kemudian kami kenal sebagai guru olahraga bernama Pak Nyoman Sudarta menyapa kami dan menyambut anak saya untuk bergabung dengan anak-anak lainnya. Selanjutnya, anak saya pun diperkenalkan oleh Pak Nyoman Sudarta dengan Ketua Kelas tiga bernama Artha Utama. Saya melihat anak saya yang dari tadi tidak mampu tersenyum karena tegang menjadi cair karena bisa berbaur dengan teman-teman baru lainnya.
Saya merasakan bahwa anak saya mulai menyelami dunianya yang baru. Dunia yang mulai dikenalnya di kelas tiga. Dari kerumunan anak-anak lainnya, dia pun menghampiri saya.
“Papa pulang saja nggak apa-apa saya ditinggal. Saya tadi kenalan banyak teman baru”.
“Serius, kamu ikhlas papa tinggal”
“Ya” jawabnya mengangguk.
Bel lonceng sekolah pun mulai berbunyi tepat menunjukan pukul 7 pagi. Anak-anak sekolah mulai berbaris berbanjar sesuai dengan kelasnya. Pak Nyoman Sudarta yang bertindak sebagai pemberi aba-aba dan mengatur anak-anak berbaris mulai berteriak melalui pengeras suara. Saya lihat belahan hati mulai memberikan kode anggukan, pertanda saya dipersilahkan untuk meninggalkan sekolah dan berjuang mencari rejeki lagi. Saya pun meninggalkan barisan anak sekolah tersebut dan mohon pamit kepada guru yang ada. Lega rasanya meninggalkan kenangan di Hari Pertama Sekolah anak yang membutuhkan perjuangan penolakan tiga sekolah.