Mohon tunggu...
Yeni Kurniatin
Yeni Kurniatin Mohon Tunggu... Administrasi - if love is chemistry so i must be a science freaks

Ordinary creature made from flesh and blood with demon and angel inside. Contact: bioeti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Orion Giliran [02:10]

29 Agustus 2018   05:54 Diperbarui: 2 Juli 2023   18:33 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Hembusan angin membawa brosur promo HP di sebuah Mall di Bandung. Melayang lalu tersemat diantara kipas mobil Pak Rusli.

"Terima Kasih Pak, minggu depan Insya Allah kita buat pertemuan lanjutannya." Kata Bapak yang memakai kaos Hitam bergambar cover album Use Your Illusion Guns and Roses. Usianya terlihat lebih muda dari Pak Rusli walaupun badannya sedikit tambun.

Setelah berjabat tangan, Pak Rusli menuju tempat parkir yang jaraknya beberapa langkah. Senyum dari keduanya menyiratkan bahwa pertemuan mereka menghasilkan kesepakatan yang menyenangkan. Pertemuan bisnis serasa reuni dua orang sahabat.

Pak Rusli mencabut kertas brosur yang akan menghalangi padangan kaca mobilnya. Sejenak dia tertegun, brosur itu mengingatkan pada sesuatu.

"Hati-hati Pak..." teriak Bapak penggemar Guns and Roses. Melihat Pak Rusli tertegun, memandangi kertas brosur.

"Siaap!" Sahut Pak Rusli. Lalu kembali mencuri-curi pandang pada brosur.

Di dalam mobil Pak Rusli mengirim pesan singkat pada Bu Ilma.

Di mana?

Lama Bu Ilma menjawab, sampai Pak Rusli tidak sabar. Bapak penggemar Guns and Roses jadi curiga memperhatikan tingkah Pak Rusli.

Belum sempat Pak Rusli menekan tombol untuk menelpon, Bu Ilma membalas.

Rumah.

Tumben nanya.

Pak Rusli geli membaca jawaban istrinya.

Memerlukan waktu 45 menit dari jalan Dago menuju rumah. Sedikit kepadatan di sekitar area pasar baru. Padahal sudah hampir magrib. Bis-bis yang mengangkut turis dari Malaysia masih berjejer. 

Mang Parkir masih sibuk mengatur lalu lintas pengendara motor yang keluar dari parkiran. Menghalangi angkot dan bis yang mau jalan. Turis sibuk menenteng plastik belanjaan. Rebutan masuk bis. Pak Rusli sibuk melirik-lirik brosur.

Setelah melewati jalanan tanpa banyak drama. Pak Rusli sampai juga ke rumahnya. Langsung memasukan mobil ke garasi dan masuk melalui pintu samping. Rumahnya terlihat sepi. Lampu depan belum menyala. Hari hampir magrib tapi langit masih terang.

"Anak-anak belum pulang?" Pak Rusli mencium rambut Bu Ilma yang sedang menatap kebun mawar dari jendela di dapur sambil menikmati teh panas.

Rasanya seperti baru kemarin. Ketika Teh Wit, Erin dan Gyas menantikan kedatangan Pak Rusli dan Bu Ilma. Tidak sabar menunggu mereka pulang kerja. Terkadang ada drama di pagi hari, Teh Wit yang manja tidak mau ditinggalkan bekerja. Dibujuk pun tidak mempan. 

Berkali-kali Bu Ilma harus bolos kerja demi memenuhi keinginan Teh Wit. Erin lebih mudah diajak kerja sama. Jika Erin sedang badmood, Bu Ilma atau Pak Rusli akan membujuknya. 

Setelah diberi pengertian, Erin biasanya akan mengizinkan orangtuanya bekerja. Tanpa banyak air mata. Tetapi sesungguhnya, Bu Ilma akan menangis diam-diam, mengingat Erin yang 'sholehah' dalam perjalanan pergi kerja. Kurang dari setahun Gyas lahir. Gyas tidak jauh berbeda dengan Erin.

Waktu berlalu, sekarang Bu Ilma serasa menuai 'dendam'. Giliran mereka menunggu kepulangan anak-anaknya. Berharap-harap mereka segera pulang sambil menatap bunga mawar dari dapur. Gyas janji pulang jam 4, sampai mau Magrib dia belum datang. Hanya pesan singkat dari HP Jimmi, pulangnya jadi setelah sholat Magrib.

"Belum. Gyas masih di GOR. Erin mengerjakan proyek dengan teman-temannya. Wiwit izin pulang malam." Jawab Bu Ilma.

"Ke mana?"

"Nonton katanya."

"Sama Asep?"

"David." Ralat Bu Ilma

"Iya, maksud ayah. Asep David."

Nasib menjadi pacar naturalisasi, David harus rela diberi gelar Asep di rumah Pak Rusli.

"Eh, Bu.. lihat nih."Pak Rusli mengeluarkan brosur promo HP dari sakunya.

"Ayah mau beli HP?"

"Iya, untuk Gee. Kita kan belum menggantikan HP-nya yang rusak. Anggap saja sebagai hadiah."

Bu Ilma jadi teringat, tentang perjanjian dengan Gyas. Hingga detik ini Bu Ilma belum punya cara untuk memberitahu perjanjian terselubung dengan Gyas pada Pak Rusli.

"Gee kan sudah nurut, mau sekolah di Patrion. Menurut Ayah, gak salah kalau kita memberinya hadiah. Hitung-hitung mengganti HP-nya yang rusak." Pak Rusli menuangkan air minum dari dispenser. Lalu meneguknya.

Bu Ilma melihat saksama deretan HP dengan harga yang dicoret-coret. Tetapi pikirannya menjadi tidak tenang. Bukan karena merknya tidak begitu terkenal atau harganya cukup murah.

"Uang saku yang kita potong, kita kasihkan saja ke Gee. Terserah mau dia pakai untuk apa." Kata Pak Rusli lagi. "Mau pakai beli baju, tas, traktir Jimmi dan Ajeng di restoran Korea juga boleh."

Memang Bu Ilma yang memberikan vonis memotong uang saku Gyas untuk dibelikan HP baru. Sebagai konsekuensi Gyas yang tidak menuruti nasehatnya agar berhati-hati.

"Sepertinya dia betah di Patrion." Ujar Pak Rusli bangga. Mukanya terlihat bahagia.

Bu Ilma tersedak mendengarnya.

"Ehhh, kenapa ini?" Pak Rusli mengusap punggung Bu Ilma.

"Kamu yakin kita akan membelikan Gee HP merk ini?" Bu Ilma berusaha mengalihkan perhatian.

"Kamu tidak suka?"

"Merknya kurang terkenal. Kualitas kameranya diragukan. Walaupun harganya cukup murah. Kita harus browsing dulu. Cari-cari review-nya."

"Yang pentingkan, bisa dipakai nelpon."

"Apa kita baiknya tanya dulu, Gee maunya HP Seperti apa?"

"Kalau nanya dulu, nanti gak surprise lagi atuh." Jawab Pak Rusli.

"Takutnya dia tidak suka dengan HP yang kita belikan."

"Tapi kan ini murah Bun, kamu kan selalu bilang, untuk apa yang mahal?"

"Ehm!" Bu Ilma cukup menjawab dengan memberikan gesture membersihkan kerongkongannya.

"Iya deh... nanti Ayah tanya-tanya dulu. Ayah tanya Erin saja."

Bu Ilma menyesap tehnya.

"Tapi tidak seru. Harusnya surprise. Kalau dia mau OPPO Find X bagaimana? Atau Iphone?" Pak Rusli jadi ketakutan sendiri. "Surprise-nya ke balik. Nanti kita yang kaget-kaget lihat harganya."

Bu Ilma tidak menjawab. Dia masih memikirkan bagaimana memberitahu Pak Rusli, jika Gyas hanya akan bertahan enam bulan di Patrion.

======

Waktu yang dibutuhkan untuk membaca cerita ini kurang lebih 2 menit 10 detik. Cerita ini dibuat sebagai dukungan kepada lembaga pemberantasan korupsi, Sebagai kegundahan setiap kali mendengar kasus korupsi mengemuka.

Untuk cerita sebelumnya bisa dikunjungi di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun