"Pajero," jawab Jimmi dengan penuh percaya diri sambil memasukan lembaran uang dua ribu ke saku kemejanya yang tadi nongol gara-gara dicegat Gyas.
----
Pada suatu siang di hari Minggu, setelah berlatih di GOR. Jimmi, Ajeng dan Gyas janjian untuk makan di warung Mang Djalil. Warung kecil ini satu-satunya warung yang ada di GOR. Menyediakan minuman es teh manis, soda, gorengan, mie rebus, batagor dan cuanki. Tidak ada dokter gizi di warung Mang Djalil. Semua makanan dimasak dengan bahagia. Itu saja resepnya.
"Kan, seperti kata pepatah. Biar terlambat daripada tidak sama sekali." Jawab Gyas kalem.
"Hmmm... mental bangsa." Jimmi tidak bisa berkata-kata lagi.
"Eits, eits bangsa apa??" Ajeng datang membawa nampan berisi cuaki pesanan mereka.
Ajeng kalah hom pim pah, kebagian tugas memesan makanan. Berhubung Mang Djalil sering kali bersolo karier, Ajeng dengan sukarela menawarkan bantuan.
Bantuan Ajeng sering kali membuat Mang Djalil dilema. Padahal Ajeng senang beraksi di sana. Menabur bawang pakai jurus kung fu Panda. Tapi aksinya itu membuat gerobak Mang Djalil sesak, dipenuhi atlit laki-laki yang ingin PDKT dengan Ajeng. Daripada terjadi kekisruhkan Mang Djalil mengalah dengan mendahulukan pesanan Ajeng dan kawan-kawan.
"Tumben cepat??" Tanya Jimmi dan Gyas kompak.
"Tau tuh, Mang Djalil balas jasa meureun. Tadi bantuin." Dengan polos Ajeng membagikan cuanki.