Mohon tunggu...
Capung .
Capung . Mohon Tunggu... -

. .. . .. . .. .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamboja

24 Juni 2014   23:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:13 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Boleh.... tapi jangan di sini.....", ujarnya.

Deal.

Dan Gilang pun membawa sang putri pujaan hati belahan jiwanya pergi ke tempat favorit mereka. Lesehan Kang Mugi. Motor pun melaju membelah jalan kering dan berdebu.

Tak lama berselang, Gilang menghentikan motornya tepat di depan pintu gerbang kompleks makam Kyai Babelan di tepi jalan raya. Kompleks itu begitu rindang dan sejuk dipenuhi warna warni bunga aneka rupa. Beberapa batang pohon tumbuh di luar pagar.

"Kok berhenti di sini?", agak bingung si gadis.

"Aku mau memetik bunga itu. Indah sekali warnanya", Gilang menjawab masih penuh teka-teki lalu mematikan motornya.

"Untuk apa, Gi?", makin penasaran si gadis.

Gi adalah panggilan sayang untuk Gilang dari pacarnya seorang. Bukan mas Gi, kang Gi atau uda Lang.

Tak ada jawaban dari Gilang yang segera turun dari motor untuk memburu dan mencari bunga dari pohon itu. Setelah 12 menit, akhirnya dapat juga. Tiga tangkai bunga kamboja berkelopak enam.

Lamat-lamat Gilang mendengar alunan seruling dari tengah komplek makam. Rupanya ada seorang bocah santri duduk di serambi pos jaga yang menyerupai surau sambil memainkan alat tiupnya.

"Bunga itu untuk apa, Gi?", ulang si gadis ketika Gilang kembali ke motor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun