Gilang tampak sabar menunggu pacarnya di seberang pintu masuk pabrik bubur kertas di belahan utara wilayah Bekasi.
Walau pun belum digaji penuh selama tiga bulan terakhir, para buruh pabrik pulp itu masih tetap semangat bekerja. Walau pun pabrik mau ditutup akibat krisis dan demo dari warga sekitar dan pabriknya akan dipindah ke Kamboja, para buruh masih setia menyetor badan tepat pukul tujuh pagi.
Bubaran kerja tinggal 3 menit lagi. Duduk di atas motor sambil memainkan ponselnya, Gilang kelihatan gundah gulana. Ada yang merisaukan jiwanya. Bukan karena hamburan dan terpaan debu jalanan, bukan pula karena anyirnya amonium sulfat yang keluar dari cerobong tungku pabrik yang baunya bagaikan aroma septictank bocor. Bukan, bukan karena itu.
Lalu, terdengarlah suara sirine yang ditunggu-tunggu.
Ngooong.
Ngooong.
Ngooong.
Berhamburanlah para buruh pabrik pulp itu bak lebah keluar dari sarangnya, ada yang mengejar angkot, ada yang menghampiri mobil jemputan, ada yang mampir dulu ke kedai bakso, banyak juga yang disambut sang arjuna dengan motor kreditannya.
Di mulut pintu keluar, seorang gadis tampak membebaskan diri dari sesaknya rombongan berseragam biru muda lalu menyeberang jalan menghampiri salah satu motor yang berjejer rapi di sana.
"Makan dulu yuk?!", Gilang bertanya begitu lembut kepada gadis yang menghampirinya..
Gadis itu melihat ke kedai makanan yang berjajar di dekat situ. Ramai riuh rendah. Penuh para buruh makan di sana.