Mengawali tahun 2019, catatan saya yang pertama di Blog K adalah tentang Small Micro, Middle Business Entreprise (SMEs) atau dalam bahasa sering disebut Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Mengapa soal UMKM menjadi agenda pertama dan penting di permulaan tahun ini?
Ada beberapa alasan yang mendasari, di antaranya adalah titik utama pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) 2030 menitikberatkan pada pandangan pemberdayaan UMKM untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut.
Alasan lainnya terinspirasi oleh publis Internasional Council for Small Business (ICSB) Amerika Serikat yang merilis Top 10 Trends for 2019. Karena itu saya yang pernah memiliki pengalaman dalam bidang pemberdayaan UMKM Indonesia ingin memberikan sedikit catatan saya terhadap pengembangan UMKM nasional kedepan.
Berikut 10 isu teratas UMKM Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut oleh multistakeholder berbagai level dan sektor. Bauran ini perlu direkatkan dalam sebuah sistem kerjasama dan sinergitas untuk mencapai tujuan bersama yang lebih besar. Sistem yang dimaksud terdiri dari pemerintah, perguruan tinggi, lembaga keuangan, pegiat UMKM, konsultan, pelatih bisnis, lembaga pembuat Undang-undang, dan korporasi.
UMKM memenuhi SDGs
Titik fokus pemberdayaan UMKM dalam SDGs memiliki target jelas terhadap kesejahteraan. Dimasukkannya variabel UMKM dalam pembangunan berkelanjutan merupakan pengakuan global terhadap kontribusi UMKM sepanjang dua dekade terakhir. Dan isu UMKM menjadi agenda utama kepala negara dalam hubungan mereka secara regional dalam mengembangkan ekonomi kawasan.
Karena itu UMKM Indonesia harus terus didukung untuk menguatkan basis kesejahteraan masyarakat. UMKM dalam relasinya dengan SDGs dapat menjadi pilar menciptakan berbagai produk dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas standar hidupnya.
Akses Pembiayaan
Kapitalisasi UMKM menuju sebuah entitas yang memiliki daya saing secara global mesti didukung secara penuh. Pemangku kepentingan dalam hal permodalan usaha harus memperluas jangkauan akses modal dengan cara-cara yang fair, terbuka, dan saling menguntungkan.
Tersedianya berbagai alternatif yang dapat didayagunakan oleh UMKM akan sangat membantu akselerasi UMKM dalam merespon persaingan yang lebih kompetitif. Selain pinjaman modal perbankan, UMKM juga perlu didorong untuk memanfaatkan fasilitas financial technology (FinTech) yang sekarang ini masih ditakuti oleh UMKM.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat lebih gencar membangun atmosfer positif fintech agar lebih kecil resiko yang muncul. Hal tersebut perlu dilakukan agar perilaku UMKM dalam mengakses fintech menjadi lebih meningkat. Tidak hanya itu, alternatif berbagai sumber pendanaan lainnya bagi UMKM dapat diciptakan.
UMKM Wirausaha baru
Tanpa perlu membeberkan data berulang-ulang terkait bagaimana peran UMKM dalam membuka lapangan kerja terutama disektor informal. Namun semua kita meyakini bahwa UMKM Indonesia sejak era reformasi yang terjadi paska krisis ekonomi tahun 1997/1998 telah menjadi katub pengaman perekonomian nasional dan berhasil membendung revolusi sosial pada masa itu.
Oleh sebab itu tidak ada salahnya jika pengalaman 20 tahun yang lalu diadopsi sebagai cara pandang baru dalam menciptakan lapangan kerja baru. Target paling minimal adalah setiap orang dapat menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri sebelum ia mampu menyediakan kesempatan kerja bagi orang lain.
Dengan strategi menciptakan lebih banyak wirausaha baru memungkin UMKM Indonesia semakin maju dan ikut mendukung program utama pemerintah dalam mengatasi pengangguran. Tahun 2019 era di mana ekonomi global akan bangkit dan tumbuh positif. Membaiknya situasi global akan menjadi lingkungan positif bagi munculnya wirasusaha baru dalam banyak sektor ekonomi.
Menciptakan Kostumisasi
UMKM tidak bisa lagi hanya mengandalkan spesialisasi. Sebab tahun-tahun kedepan teknologi akan sangat mudah menciptakan produk apapun. Spesialisasi akan semakin hilang jika itu hanya berorientasi pada pemilik atau produsen.
Oleh karenanya UMKM dituntut untuk membuka diri, menciptakan kreativitas yang berorientasi pada konsumen dan pembeli. Nilai tawar yang harus dibangun adalah mampu menghasilkan sebagian besar keinginan costumer. Atau apa yang disebut dengan kostumisasi.
Jika perusahaan besar mampu menciptakan daya saing mereka melalui efesiensi biaya rendah. Sehingga mereka mampu bermain dengan penawaran harga yang relatif murah. Maka tentu saja hal itu akan menjadi ancaman bagi UMKM Indonesia yang sejauh ini belum mampu menerapkan prinsip-prinsip efesiensi produksi dan pemasaran. Kalah bersaing pada level harga jual.
Untuk mengantisipasi pergerakan baru perusahaan-perusahaan besar, UMKM perlu lebih dekat dengan pasar dan konsumen sasaran yang dituju. Membangun relasi yang lebih erat dengan segmen pasar akan menguntungkan UMKM dalam penawaran produk dengan konsep Kostumisasi.
Mengedepankan inovasi
Tidak dapat dipungkiri bahwa isu inovasi telah menjadi tantangan baru baru UMKM Indonesia. Ada yang sebagian besar terjebak pada kesalahpahaman tentang inovasi yang dimaksudkan. Akibatnya UMKM mengira bahwa inovasi itu bukanlah kapasitas mereka untuk menciptakannya. Â Sehingga mereka terlalu asik dengan zona nyaman dan enggan keluar dari kondisi yang ada.
Pada ujungnya yang terjadi adalah UMKM seperti kehilangan konsep-konsep baru dan pemikiran kreatif dalam menjalankan usaha mereka. Padahal inovasi yang dimaksud tidaklah harus seperti menciptakan bom nuklir atau menciptakan pesawat tempur tanpa awak.
Namun cukup pada tingkat pembaharuan yang berbeda dan lebih baik dari sebelumnya. Apalagi jika inovasi tersebut dapat dipadukan dengan kemampuan teknologi kecerdasan buatan. Semisal menggunakan mesin cerdas dalam pelayanan bisnis dan otomatisasi seluruh proses.
Inilah yang harus menjadi konsen pemberdayaan UMKM kedepan. Mereka harus dibawa menuju inovator seperti apa yang mereka inginkan. Tugas pemangku kepentingan adalah merespon dan memfasilitasi kebutuhan tersebut secara cepat dan tepat.
Digitalisasi pasar
Tren e-commerce memang tidak dapat dihentikan. Kunci utama aliran e-commerce adalah inovasi pada proses. Dengan mengandalkan teknologi informasi berbasis internet dan dipadu dengan keahlian menciptakan mesin pintar, maka tren e-commerce semakin meningkat.
Melalui keluasan jangkauan internet yang bebas hambatan melintasi batas negara-negara membuat e-commerce menjadi entitas bisnis baru yang dapat mengancam pelaku bisnis lama yang masih menganut pola konvensional. Fenomena ini kemudian menjadi momok baru yang menakutkan bagi UMKM.
Pekerjaan rumah kedepan adalah bagaimana mengubah cara pandang UMKM Indonesia dalam melihat peluang melalui strategi digitalisasi pasar. Digital mindset perlu ditanamkan dalam benak UMKM. Strategi ini akan dapat memecahkan gap antara pasar yang semakin familiar dengan sistim online dengan UMKM yang masih gagap teknologi digital (online).
Human entrepreneurship
Meskipun ini adalah era mesin, robot, kecerdasan buatan dan otomatisasi. Namun unsur manusia tetaplah mendapatkan tempat yang paling tinggi dalam strata apapun. Di perusahaan boleh saja menganut full digital system, tetapi tanpa manusia semua terasa kering dan tidak ada sentuhan.
Maka peran human entrepreneurship adalah dengan tetap mempertahankan sentuhan manusia dalam setiap aspek proses. Jalan tengahnya adalah memadukan antara  sentuhan manusia (human touch) dan sentuhan mesin (machine touch). Bagaimana pun human relationship dibangun melalui nilai-nilai humanis.
ICBC Indonesia perlu memikirkan konsep strategis bagaimana mengasah unsur humanis yang terdapat pada pelaku UMKM agar menjadi nilai yang memiliki keunggulan bersaing.
Spritualpreneur
Sebagai orang timur, UMKM Indonesia tidak dapat melepaskan diri dengan sejumlah keyakinan-keyakinan dan kepercayaan yang ada. Maka keyakinan yang sudah tumbuh demikian kuat dan mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia harus menjadi kunci suskes membangun bisnis berdasarkan keyakinan.
UMKM perlu menyadari bahwa melakukan kegiatan usaha adalah bagian dari perintah Tuhan sebagai bentuk pengabdian kepada diri Nya. Fungsi manusia yaitu memaksimalkan usaha dan ikhtiar. Adapun hasil ditentukan oleh sang pemilik rezeki. Yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan, Pelatihan, dan Pendampingan (PPP)
Tidak ada upaya lain yang lebih utama untuk memberdayakan dan meningkatkan kapasitas diri UMKM selain 3 hal yakni pendidikan, pelatihan, dan pendampingan usaha UMKM. Fungsi ini sangat prinsip dan mendasar sekali dalam manajemen sumber daya manusia.
Pemerintah dan bersama stakeholder perlu menciptakan kurikulum pendidikan, pelatihan dan pendampingan UMKM sebagai intervensi proses dalam rangka menciptakan UMKM berdaya saing dan andal dalam jangka panjang.
Kemitraan
Kemitraan antara usaha besar dan kecil harus dibangun secara berkelanjutan. Sehingga pertumbuhan bisa berjalan secara kolektif dalam mendongkrak kapasitas perekonomian. Jadi, pelaku UKM bersinergi dan saling menguatkan.
Saat ini bisnis tidak lagi sebagai entitas tunggal. Usaha besar harus mampu mengangkat usaha kecil dengan kemitraan.dengan konsep partnership akan menghasilkan daya dorong pertumbuhan ekonomi nasional menjadi lebih kuat dan terpadu.
Namun mewujudkan ini memang tidaklah mudah. Membutuhkan kesepahaman antara pemilik modal, Korporasi, dan UMKM. Sebab bagaimanapun bisnis selalu dihadapkan pada hubungan persaingan dipasar. Maka yang menjadi pokok pembahasan adalah bagaimana mendapatkan win win solution dan sharing keuntungan antara UMKM dan Usaha Besar (UB). (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H