Mohon tunggu...
candrani yulis
candrani yulis Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tato - Identitas Bangsa Indonesia

15 Mei 2016   11:29 Diperbarui: 19 Mei 2016   11:58 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I.   Latar Belakang

Dalam perkembangannya, kini tato mengalami pergeseran dan memasuki nilai antroposentris. Sebelumnya, tato bernilai spiritual, religius dan magis pada masyarakat suku bangsa pedalaman. Ketika tato menjadi simbolis tren, secara otomatis ia akan kehilangan nilai sakralitas dan dipandang masuk dalam stigma negatif. Stigma ini diperkuat ketika Petrus – penembak misterius – terjadi pada tahun 1983-1984 yang diberlakukan kepada penjahat atau pelaku kriminal yang tubuhnya bertato. 

Namun, pasca runtuhnya rezim orde baru, ternyata kebebasan dan liberalitas dalam berekspresi dirasakan oleh kaum urban juga. Salah satu bentuk nyata yang dilakukan adalah kian merebaknya tato dan menjadi simbol yang dapat ditafsirkan bermacam- macam, dari sekadar ikut-ikutan, pemberontakan, ekspresi, dan rasa seni. Di dalam Ensiklopedia Indonesia dijelaskan bahwa tato merupakan lukisan berwarna permanen pada kulit tubuh (1984:241).

Tato telah menjadi fenomena kebudayaan massif yang menimbulkan kesan interpretatif. Perubahan di masyarakat inilah yang akhirnya membentuk tato sebagai budaya pop. Tato sendiri termasuk budaya populer pula, karena beberapa ciri seperti banyak disukai orang, dikerjakan secara rendahan, dikonsumsi secara individual, dan menyenangkan (Williams, 1983 : 87-88). Jika dulu tato dipakai bagi kalangan tertentu namun sekarang tato menjadi lebih membumi, karena setiap orang bisa dengan mudah mengonsumsinya, sampai menjadi budaya populer dikalangan anak muda.

II.   Pembahasan

Tato dalam Masyarakat Tradisional Indonesia Indonesia

1.   Tato dalam Masyarakat Adat Indonesia

Dari segi budaya material yanag tertinggal, Indonesia sesungguhnya telah mengenal tato sejak sekitar awal masuknya masehi. Ini dapat dilihat dari berbagai dekorasi penggambaran figur manusia yang terdapat pada kendi tanah liat, perunggu serta barang yang diduga digunakan sebagai peralatan penatoan, berupa berbagai jarum tulang hewan mamalia, ditemukan di berbagai gua di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (Anggraeni, 1994:139-154). Ironinya, eksistensi tato pada masyarakat adat di Indonesia mulai memudar.

2.Tato Mentawai

Sumber : Pinterest.com
Sumber : Pinterest.com
Di Mentawai, ketika anak lelaki memasuki akil balig, usia 11-12 tahun, orang tua memanggil skier, rimata (kepala suku). Mereka akan berunding menentukan hari, bulan pelaksanaan penatoan. Tahapan pertama penatoan dimulai anak menjelang dewasa (11-12 tahun) di bagian pangkal lengan. Tahap kedua pada usia 18-19 tahun, di bagian dada, paha, kaki, perut, punggung.

Tato sebagai simbol jati diri suku dapat menjelaskan dari mana seseorang berasal, seperti tergambar lewat motif durukat di dada pria dan dapdapi di dada perempuan. Namun demikian, pada tiap wilayah kekuasaan suku terdapat perbedaan dalam bentuk simbolnya. Bagi masyarakat Mentawai, tato juga mengkomunikasikan posisi dalam masyarakat, baik jenis kelamin, usia, maupun jabatan, kemahiran individu. Misalnya, motif binatang melambangkan keahlian seseorang dalam berburu.

3.   Tato Dayak

Sumber : Pinterest.com
Sumber : Pinterest.com
Tato bagi masyarakat Dayak merupakan simbol ikatan yang tidak terpisahksn hingga meninggal. Diceritakan bahwa ketika seseorang telah meninggal, tato akan menyelamatkan menuju surga karena tato mereka dapat menerangi jalan. Di dalam alam kosmologi, Dayak mengenal tiga dunia . Pertama, dunia atas mereka simbolkan dengan gambar burung enggang, bulan, dan matahari. Dunia tengah dengan gambar alam lingkungan yang membawa kesuburan, seperti hewan dan tumbuhan. Sedangkan untuk dunia bawah dengan gambar naga.

Status sosial dalam komunitas juga di identifikasi melalui tato. Misalnya kelas elit seperti kepala suku menggunakan tato dunia atas. Tato dunia tengah dipakai oleh imam, sedangkan masyarakat biasa dengan simbol dunia bawah. Dalam ritus masa peralihan usia, tato juga andil berperan, seperti melukis jari, tangan, lengan, bawah, paha, betis, hingga kaki.

4.   Tato Bali

Motif dari Tato tradisonal Bali secara prinsip tak berbeda dengan tato tradisional lainnya, yakni berciri khas alam sekitar. Misalnya gambar rerajahan binatang berkaki empat, berkaki dua, melata, serangga, dan tetumbuhan. Berbagai motif rerajahan tersebut didapat dari inventaris berbagai lontar.  

Tato Sebagai Komoditi

Komodifikasi adalah proses transformasi barang dan jasa yang semula dinilai karena nilai gunanya, menjadi komoditas bernilai karena ia bisa mendatangkan keuntungan di pasar setelah dikemas (Ibrahim dan Akhmad, 2014: 17).

Apabila dilihat dari segi komodifikasi, tato memiliki Segi industri mencakup peralatan tato, studio tato, iklan, dan fashion, sampai akhirnya mendorong munculnya seniman tato di Indonesia. Apabila dilihat dalam segi iklan keberadaan tato juga sebagai penanda maskulinitas. Dalam wacana ini media juga berperan sebagai pembentuk, yakni keyakinan bawa isi yang disebarkan oleh media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masa depan masyarakat (Ibrahim dan Akhmad, 2014: 3).

C.   Seni dan Tato

Sumber : Pinterest.com
Sumber : Pinterest.com
Era sekarang kita coba lihat yang dekat-dekat mengenai seni kontemporer. Dengan konteks sekarang, tato dinilai sebagai seni yang kemunculannya berkembang dari ruang privat ke ruang publik, tubuh dijadikan galeri berjalan sebagai sarana untuk memamerkan karya seni tato. Kehadiran acara-acara tato dijadikan sebagai kesempatan untuk berkumpul sesama penggemar tato, pameran bersama, dan sebagai ajang edukasi. Seni tato dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian antara lain : Natural, treeball, Out School, New School, Biomekanik

D.   Eksibisionis

Sumber : Pinterest.com
Sumber : Pinterest.com
Tato merupakan seni dekorasi dan dekonstruksi tubuh. Tato sebagai seni dekorasi yaitu seni membuat gambar pada tubuh, sedangkan dekonstruksi tubuh dapat dipahami sebagai upaya seseorang untuk melakukan transformasi pada tubuhnya. Berkaitan dengan tato sebagai seni, gaya hidup, dan fashion seseorang yang memiliki tato memiliki keinginan untuk memamerkan tato yang ada ditubuhnya sebagai bentuk ekspresi pribadi, identitas serta aktualisasi diri yang ingin ditunjukan ke publik sebagai wujud dari eksistensi seseorang.

F.   Tato Sebagai Identitas

Sumber : Pinterest.com
Sumber : Pinterest.com
Selain menunjukkan individualitas, secara bersamaan tato juga menunjukkan bahwa pemiliknya adalah anggota sebuah kelompok komunitas yang menyukai seni tubuh. Sebagian masyarakat modern yang tertarik dengan tato, kemudian menggunakannya sesuka hati sebagai ekspresi diri. Sampai menimbulkan kontra dari sebagian lain masyarakat yang berseberangan keyakinan dengan adat lama. 

Sebagian lain ternyata malah membelokkan kegunaan untuk menandai hal yang negatif, tato menjadi identik dengan kriminalitas. Tanggapan negatif masyarakat tentang tato dan larangan memakai rajah atau tato bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan imej tato sebagai sesuatu yang dilarang, haram. Maka memakai tatto dianggap sama dengan memberontak.

III.   Kesimpulan

Tato memang sudah menjadi bagian dari kebudayaan manusia, termasuk Indonesia yang mempunya cerita panjang tentang tato. Kehadiran tato dari awal kemunculannya hingga sekarang memang melalui sangat banyak pergeseran dan dinamika. Akan tetapi, pergeseran-pergeseran tersebut muncul sesuai dengan konteks sosial pada masa itu dan menjadi penanda zamannya masing-masing.

Pada era saat ini dimana kebebasan berkomunikasi dan berekspresi menjadi wacana yang besar, sudah semestinya tato mendapat tempatnya di masyarakat untuk ditanggapi secara bijak dan diapresiasi. Sebagai sarana komunikasi dan ekspresi, tato menjadi wahana yang sangat personal yang semestinya tidak bisa dimarjinalkan dengan sudut pandang tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni. 1994. “Melacak Tradisi Tato pada Masyarakat Prasejarah di Indonesia”.

Dalam Sumijati Atmosudiro, Anggraeni. Dan Tular Sudarmadi.Jejak

Budaya

Greertz, Clifford.1983. Local Knowledge. New York : Basic Books. Hatib Abdul Kadir Olong. 2006. Tato. Yogyakarta : LkiS

Hauskeller Michael. 2015. Seni-Apa Itu?. Terj: Satya Graha dan Monika J.

Wizemann. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Hujatnikajennong, Agung. 2105. Kurasi dan Kuasa. Tangerang : Penerbit Marjin

Kiri.

Ibrahim, Idi Subandy dan Akhmad, Bachruddin Ali. 2014. Komunikasi dan

Komodifikasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Penerbit Obor.

I Ketut Sudita. 2002. “Eksistensi Tato dalam Karya Seni Rupa Masyarakat Bali Masa Kini”. Tesis Program Pascasarjana Kajian Budaya. Universitas Udayana.

Marianto, M. Dwi, dan Syamsul Barry. 2000. Tato. Yogyakarta. Lembaga

Penelitian Institut Seni Indonesia Yoayakarta. Male emporium magazine. 2006 : Eksibisionis

Strinati, Dominic. 2003. Populer Culture, Pengantar menuju Teori Budaya

Populer. , Pengantar menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta : Bentang.

Williams, Raymond. 1988. Keywords. London : Tontana Press

Candrani Yulis / 1312285024/ DKV Reguler

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun