Ketika matahari sudah menampakkan wajahnya pada ruang sebelah barat, ada seorang pemuda penggembala yang gelisah sedang menjaga kambingnya disebuah padang rumput yang luas, di bawah sebuah pohon yang rindang nan teduh, bersantai sambil membunyikan sebuah alat musik yang di tiup sehingga menghasilkan bunyi yang indah.
Sambil memandang cakrawala, pemuda itu dengan waspada memperhatikan kambing-kambing gembalanya. Ketika sedang asyik meniupkan lagu kearifan dari alat musiknya, tiba-tiba ada buah yang terjatuh tepat di samping kiri sang pemuda, pemudapun kaget dengan suara buah jatuh tersebut, kemudian dilihatnya ke sekeliling dan iapun menemukan buah yang terjatuh dari pohon itu.
Sang pemuda tidak mengetahui kalau pohon itu memiliki buah, dilihatya secara seksama, diambil dan di ciumnya buah itu, secara naluriah pikirannya mengatakan kalau buah itu bisa di makan. Sekali lagi dilihatnya buah tadi, pemuda belum yakin apakah buah itu bisa dimakan atau tidak, di sisi buah yang tak terlihat dia menemukan sebuah lubang kecil, dan kecil sekali, di dekat lubang kecil itu ternyata kekerasan buahnya kurang. Perlahan dia amati kembali, dalam keadaan penasaran maka dicobanya untuk membelah buah itu, perlahan, pelan penuh kehati-hatian.
Buah yang dilihatnya dari luar sangat bagus namun ternyata ada satu bagian yang busuk didalamnya, hampir-hampir saja tadi langsung dimakan karena nafsu lapar yang sudah menghampirinya dan untungnya akal pikirannya masih memiliki nalar, sehingga tidak jadi dimakan dan memilih untuk di pertimbangkan dahulu, diamati terlebih dahulu.
Ketika memperhatikan bagian buah yang busuk tadi tiba-tiba alam di sekeliling menjadi berubah, semua benda bergerak perlahan, bahkan pergerakan angin bisa dilihat pemuda, seketika itu juga terdengar suara jutaan lebah yang terbang bergerombol, dan memang benar lebah-lebah itu datang dari sisi kanan pemuda seperti sebuah tirai penutup yang membuka tabir antara dua pintu dunia.
Lebah-lebah itu membukakan pintu dunia yang belum pernah terjamah. Alampun berganti, tiada kambing, tiada padang rumput, tiada matahari. Alam baru yang benar-benar berbeda, sinar yang terang menyejukkan jiwa yang tak tahu dari mana asalnya, udara yang sejuk menentramkan hati, bau wangi yang membalut raga, sesuatu yang tak ada di dunia pemuda. Sang pemuda termangu, terpatri melihat alam yang tiba-tiba berubah.
Setelah keadaan tenang, pemuda yang masih digelayuti keheranannya mencoba memahami keadaan, dan dilihatnya lagi buah yang ada di tangannya,ada sesuatu yang bergerak dari dalam bagian buah yang busuk itu, ternyata sebuah ulat buah keluar menggeliat, tepat di ujung permukaan buah.
Ulat buah memandang sang pemuda.
Dalam keadaan saling memandang ulat buah itu berkata :
“Assalamualaikum wahai fulan’’
Pemuda tersontak kaget dan menjatuhkan buah yang di pegangnya
Ulat buahpun kembali berbicara :
“ Kenapa kau menjatuhkanku wahai pemuda, jangan takut, aku di titahkan untuk menasehatkan suatu hal kepadamu, mendekatlah karena ini adalah amanatku’’
Sambil ketakutan dan gelisah sang pemuda menuruti perintah sang ulat.
“Duduklah pemuda, jangan takut dan jangan gemetar, sebutlah nama Tuhanmu agar engkau merasa tenang, karena Dia Maha Pemilik dan Penguasa Hati.
Jangan hanya engkau lihat jasadku yang hina ini, hidup pada sesuatu yang busuk, namun lihatlah apa yang di titahkan kepadaku karena ini datang dari Tuhan Yang Esa.
Dengarkan baik-baik kisah dan nasehat ini :
Suatu ketika ada sebuah lilin yang hidup sebatang kara di sebuah ruangan dalam istana, ruangan untuk menghukum yang bersalah. Lilin yang sedang gundah gulana dan bersedih hatinya, melihat kekejihan yang selalu terjadi.
Lilin yang baik hati tak tega melihat penyiksaan yang terjadi setiap hari. Lilinpun menangis, memberontak dalam batinnya, merasa tak bisa apa-apa, merasa bersalah karena ikut membantu memberikan cahaya pada saat penyiksaan.
Benar-benar tersiksa batinnya setiap hari, ingin melarikan diri saja rasanya
Sesekali berfikir ingin menjadi lilin penerang di balai pertemuan kerajaan, atau menjadi lilin di ruang makan keluarga kerajaan, atau menjadi lilin di ruang pasangan, bukankah lebih bermakna hidupku, guman sang lilin.
Setiap hari batinnya bergejolak, sampai-sampai mati rasa, tak ada apa-apa rasanya
Suatu saat ada penjaga yang masuk keruang penyiksaan dengan membawa obor, diletakkanya obor disamping sang lilin, kemudian penjaga keluar lagi dari ruang penyiksaan meninggalkan obor itu.
Sang obor menyapa sang lilin :
“Assalamualaikum’’
Lilin tak menjawab, sang obor mengulangi salammya :
O : Assalamualaikum, wahai saudaraku siapakah namamu ?
L : Wa’alaikumsalam, namaku lilin bukankah engkau sang obor ?
O : Iya nama saya obor, kenapa saudara terlihat bersedih hati “ koyo wong lagi nandang sengkolo ?”
L : Aku ingin sepertimu obor bisa pergi kemanapun, di pakai untuk penerang orang-orang, bukan berdiam disini melihat kekejihan. Engkau bisa berkeliling melihat isi dunia, melihat berbagai macam peristiwa, sedih, senang, melihat berbagai macam wajah, benda, mahkluk, engkau mengetahui apa yang tidak aku ketahui karena engkau mendapatkan ilham dilahirkan sebagai obor, sedangkan aku, aku hanya lilin yang tidak mungkin pergi keluar untuk melihat dunia, berada didekat cendela saja aku pasti akan mati tertiup angin. Hidupku datar-datar saja tanpa arah dan tujuan, akupun tak mengerti apa tujuanku dilahirkan dan ditempatkan di sini. Kadang aku merasa iri, tidak adil, benci, sakit, bahkan sesegera mungkin meminta untuk dipadamkan. Apakah aku salah jika aku menginginkan menjadi seperti lainya ?
O : (sambil tersenyum obor berkata)
Mungkin pertemuan ini takkan lama saudaraku dan mungkin ini adalah takdir dari Yang Maha Kuasa agar kita bertemu dan saling bertukar pikiran.
Engkau tidak bersalah apa-apa saudaraku, Cuma kurang tepat keinginanmu itu.
Bukankah berada di sini membuatmu tetap hidup, cahayamu di butuhkan para tahanan dalam berbagai keperluan, dan kenyataannya engkau tidak mati berada di dekat cendela
Aku tidak seperti yang kau pikirkan, aku juga banyak melihat keburukan dunia ini, dan akupun memiliki banyak kelemahan, aku hanya bisa bersyukur, dan menjalani cerita yang sudah di buat untukku, karena akupun tak kuasa menolak ataupun merubah apa-apa yang ditakdirkan dalam kehidupan.
Sebelum tuanku mengambilku kembali satu nasehatku jika engkau tidak puas, mungkin kau bisa bertanya kepada matahari karena dia punya jawaban dari pertanyaan hatimu selama ini.
Dan memang benar, tak lama kemudian sang penjaga mengambil obor yang di letakkan di dekat lilin. Dan tanpa ucapan perpisahan sang obor pun berlalu perlahan dari penglihatan lilin karena diambil tuannya.
Dipagi harinya lilin menanyakan perihal keinginannya kepada matahari,dan apa jawaban matahari :
Matahari berkata :
Wahai lilin berbahagialah engkau karena diciptakan menjadi lilin, karena tuhan menciptakanmu sesuai dengan kadar kemampuanmu, janganlah engkau menginginkan menjadi sesuatu yang berada di luar jangkauanmu, karena itu bisa merusakkan imanmu dan menyesatkanmu, menjadi matahari merupakan beban yang sangat besar, karena matahari juga merupakan sumber kehidupan dan kematian, aku membawa sesuatu yang bisa di senangi dan bisa di benci, dua sisi yang tak bisa kuhindari, namun yang jelas aku membawa peringatan dan kabar gembira dan itulah yang dititahkan padaku, aku tak pernah mengeluh karena itulah kadar takdirku, karena itulah isiku "menjadi penerang alam semesta."
Tuhan telah menciptakan kita sesuai dengan takarannya masing-masing, apakah engkau ingin menyalahi kehendak Tuhan, apakah itu namanya bukan sebuah kelancangan.
Renungkanlah lilin, apapun yang kau dapat, baik-buruk, pasrahkan pada tuhan, jika engkau sudah ikhlas maka apimu akan abadi di jiwa semua orang, akan hidup selamanya, walaupun sudah habis masamu.
Akhirnya sang lilin meminta ampun kepada tuhan, dan dalam keadaan sujud ikhlas sang lilin memancarkan cahaya terakhirnya kemudian padam dan hidup di hati jutaan tahanan di ruang itu.”
Itulah kisah dan nasehat yang dititahkan padaku untuk di ceritakan padamu, semoga engkau bisa mengambil pelajaran yang ada di dalamnya.
Engkau dan aku ibarat lilin yang ada di kisah itu, maka ikhlaskanlah dan hilangkan musik duniawimu itu agar engkau menemukan apa yang jernih untuk jalanmu.
Kemudian alam tak dikenal itu berguncang hebat dan tepat di bawah pemuda itu tanahnya terbelah, sehingga sang pemuda terjatuh kedalam tanah yang gelap, dan seketika pula dia tersadar dan kembali kedunianya sambil memegang buah yang masih di genggamnya tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H