Konon kuncinya ada pada kedisiplinan mereka di dalam maupun di luar lapangan di mana pemain seperti John Stockton (pemimpin raihan assist dan steal NBA sampai saat ini), yang senantiasa melatih dribel dengan tangan terlemahnya, atau Malone yang tidak pernah absen melatih Kardio dan sama sekali tidak mau mengurusi tetek-bengek perbasketan selama libur kompetisi.
Channel Youtube: Maxi4NBA
Belum lagi tim kebugaran, khususnya chiropractic Jazz yang kesohor itu, selalu siap memulihkan kondisi otot (yang terlalu aktif digunakan) para pemain saat dibutuhkan.
Mungkin wajar jika di era Stockton, para pemain bisa menjaga kebugaran dengan lebih baik mengingat, meski permainan fisik lebih keras, stamina mereka tidak terlalu terkuras mengingat tempo dan pergerakan pemain dengan atau tanpa bola tidak seintensif sekarang.
Entah ada hubungannya atau tidak, lewat kedisiplinan inilah yang mereka mampu mengembangkan gaya permainan sederhana yang memadukan defense ketat dan skema permainan serangan yang diawali skema “pick and roll” antara dua pemain yaitu seorang point guard dengan skill klasik dengan power forward jangkung dengan jump shot mematikan.
Meskipun sederhana, skema tersebut tidak bisa sepenuhnya efektif tanpa kehadiran big man paten di bawah jaring, yang turut membagi perhatian para pemain lawan serta small forward jangkung yang minimal punya defense paten. Saya bilang minimal karena beberapa small forward Jazz beberapa di antaranya bukan cuma punya defense bagus tetapi juga mengumpan dan pergerakan tanpa bola yang bagus seperti “tukang bersih-bersih” Andrei Kirilenko, Kelly Tripucka atau Bryon Russell (3) (era Jazz mencapai final NBA 1997) yang juga dibekali tembakan tiga angka yang bisa diandalkan.
Yang menjadi unsur pembeda adalah shooting guard-nya. Jika di awal-awal shooting guard Jazz rata-rata merupakan defender lincah dengan skill pengatur serangan yang lumayan, makin ke sini manajemen Jazz menambahkan ”bumbu” akurasi tembakan tiga angka yang mematikan.
Dari lima posisi pemain yang dipaparkan di atas, point guard menjadi sosok sentral yang unik dari perjalanan Utah Jazz, bahkan ketika masih bermarkas di New Orleans. Alih-alih memercayakan skema permainan pada point guard dengan skill mengumpan ajaib tingkat dewa, manajemen Jazz lebih mempercayakan alur serangan utama pada point guard yang memberi rasa aman lewat umpan-umpan matang efektif tepat sasaran yang sesekali menusuk untuk memberi kejutan.
Kita bukan sedang membicarakan tentang Jazz era Karl Malone , John Stockton, Jeff Hornachek, dan Marc Eaton < No.72, 1982, 224 cm> yang bermain sampai awal tahun 2000-an, tetapi mundur sedikit lebih jauh sekitar tahun 1983 di mana peran John Stockton dimainkan dengan apik oleh point guard senior Rickey Green dan peran Malone <No. 13, 1985, 206 cm> diisi oleh Thurl Baley yang kelak bukan hanya berperan sebagai mentor tapi bisa bermain bersama mengingat Bailey memenuhi nyaris semua kriteria small forward di atas (kecuali terkait akurasi tembakan tiga angka).
Ketika itu, jika ingin memainkan permainan yang lebih ofensif, pelatih Frank Layden bisa menginstruksikan mantan rookie of the year, Daniel Griffith , yang punya jump shot bagus untuk jadi playmaker. Menariknya small forward Adrian Dantley yang punya pergerakkan tanpa bola bagus dan jumpshot lumayan akurat bertugas menyelinap di antara pemain lawan ketika mayoritas pemain lawan berfokus pada Eaton di bawah jaring. Menariknya meski berbadan besar, Eaton, seiring bertambahnya musim kompetisi justru makin gesit, dan bisa sesekali menyerang berbekal gedoran dan langkah kakinya yang lincah