Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Investasi Jangka Panjang Utah Jazz

25 Oktober 2023   22:39 Diperbarui: 25 Oktober 2023   22:45 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Malone-Stockton & Boozer-Deron Williams (D-Will) gabungan foto daily mail, LJworld.com dan nba.com

Setiap tim NBA pada dasarnya tidak punya ciri khas yang identitasnya benar-benar terjaga sampai saat ini. Hanya hanya harus diakui prestasi Utah Jazz  selama beberapa dekade ke belakang cenderung berkesinambungan ketika mereka memainkan komposisi dan skema yang kita kenal seperti sekarang, meski tidak dari awal.

Awal yang dimaksud di sini adalah era saat Jazz masih bermarkas di New Orleans. Ketika itu, seperti tim NBA lain di eranya, Utah Jazz memainkan skema yang sederhana. Meski bukan istilah resmi, kita bisa menyebutnya sebagai skema “wajik” di mana  legenda Los Angeles Lakers Gail Goldrich (nomor punggung 25) berperan sebagai penyuplai bola bagi duo forward dengan jump shot bagus yaitu Truck Robinson (21) di kanan, dan Pete “Pistol” Maravich (7) di kiri (dengan atau perantara umpan dari forward Aaron James {23} terlebih dahulu), atau langsung pada center Rich Kelley (53)  yang punya jump shot  dan umpan lumayan.

Pada skema wajik ini, James kadang kerap berada di luar area penyerangan untuk mengantisipasi serangan balik. Meski sesekali bergerak ke dalam untuk memberi kejutan

Skema standar era 1970-an #eh <1avardac channel>
Skema standar era 1970-an #eh <1avardac channel>

Meski terlihat sederhana permainan mereka terlihat efektif lantaran akurasi tembakan Robinson di kanan terbilang bagus dan Maravich bisa tiba-tiba mengumpan saat seolah hendak menembak. 

Jika ingin memainkan skema yang lebih tajam, pelatih Elgin Baylor tinggal menugaskan Pete Maravich sebagai playmaker, berduet dengan Gus Baley (14) yang punya jumpshot bagus.

Sayang, meski terbilang menjanjikan, tanpa center yang kokoh, permainan Jazz era Maravich tidak terlalu berkembang.Terlebih, meski termasuk kota yang potensial mengundang peminat basket, termasuk pula pelancong, masyarakat kota New Orleans lebih doyan mengisi kehidupan malam dengan menyaksikan musik Jazz.

Tidak heran, Jazz lantas pindah ke Utah, yang meski terletak di ketinggian yang tidak biasa, lokasinya yang strategis memudahkan roster Jazz untuk mengunjungi tim lain saat bertandang. Belum lagi, untuk ukuran wilayah di Amrik, Biaya hidup Utah tidak terlalu tinggi.

Dengan kondisi tim dan lingkungan yang kondusif seperti ini, tidak heran, legenda Miami Heat, Dwayne Wade, konon bersedia menginvestasikan sahamnya pada Utah Jazz.

Bukan hanya dari segi lokasi yang strategis, Utah Jazz juga dikenal dengan kebugaran dan karir para pemain (termasuk alumninya) yang tergolong panjang, bukan hanya para pemain kunci tetapi juga  pemain lain yang kebanyakan tidak terlalu terlihat menonjol dari segi permainan, tapi masih tetap berkontribusi di tahun kedelapan atau kesembilan (bahkan lebih)-nya di NBA sebut saja nama Thurl Baley (41) , Darell Griffith , Andrei Kirilenko , Paul Millsap < No. 47, 2006, 201 cm> , Kyle Korver, Joe Ingles   , Derrick FavorsWes Matthews  Trey Lyles  atau kelak Royce O’Neal, 198 cm> yang beberapa kali (nyaris) tampil full dalam 82 pertandingan bukan hanya dalam satu musim kompetisi saja. Bahkan Favors (dan pemain yang namanya diberi garis bawah lain) masih aktif bermain sampai sekarang, sedang Millsap baru pensiun tahun lalu.

Konon kuncinya ada pada kedisiplinan mereka di dalam maupun di luar lapangan di mana pemain seperti John Stockton (pemimpin raihan assist dan steal NBA sampai saat ini),   yang senantiasa melatih dribel dengan tangan terlemahnya, atau Malone yang tidak pernah absen melatih Kardio dan sama sekali tidak mau mengurusi tetek-bengek perbasketan selama libur kompetisi.

t'angle offense 2 pmaen aja s'benerny dah bisa, misal antara Malone&Eisley (yg bs geser knan dikit), Hornachek,Russell, Ostertaag bisa jadi cm pemanis
t'angle offense 2 pmaen aja s'benerny dah bisa, misal antara Malone&Eisley (yg bs geser knan dikit), Hornachek,Russell, Ostertaag bisa jadi cm pemanis

Channel Youtube: Maxi4NBA

Belum lagi tim kebugaran, khususnya chiropractic Jazz yang kesohor itu, selalu siap memulihkan kondisi otot  (yang terlalu aktif digunakan) para pemain saat dibutuhkan. 

Mungkin wajar jika di era Stockton, para pemain bisa menjaga kebugaran dengan lebih baik mengingat, meski permainan fisik lebih keras, stamina mereka tidak terlalu terkuras mengingat tempo dan pergerakan pemain dengan atau tanpa bola tidak seintensif sekarang.

Entah ada hubungannya atau tidak, lewat kedisiplinan inilah yang mereka mampu mengembangkan gaya  permainan sederhana yang memadukan defense ketat dan skema permainan serangan yang diawali skema “pick and roll” antara dua pemain yaitu seorang point guard dengan skill klasik dengan power forward jangkung dengan jump shot mematikan.

Meskipun sederhana, skema tersebut tidak bisa sepenuhnya efektif tanpa kehadiran big man paten di bawah jaring, yang turut membagi perhatian para pemain lawan serta small forward jangkung yang minimal punya defense paten. Saya bilang minimal karena beberapa small forward Jazz beberapa di antaranya bukan cuma punya defense bagus tetapi juga mengumpan dan pergerakan tanpa bola yang bagus seperti “tukang bersih-bersih” Andrei Kirilenko, Kelly Tripucka atau Bryon Russell (3) (era Jazz mencapai final NBA 1997) yang juga dibekali tembakan tiga angka yang bisa diandalkan.

Yang menjadi unsur pembeda adalah shooting guard-nya. Jika di awal-awal shooting guard Jazz rata-rata merupakan defender lincah dengan skill pengatur serangan yang lumayan, makin ke sini manajemen Jazz menambahkan ”bumbu” akurasi tembakan tiga angka yang mematikan.

Dari lima posisi pemain yang dipaparkan di atas, point guard menjadi sosok sentral yang unik dari perjalanan Utah Jazz, bahkan ketika masih bermarkas di New Orleans. Alih-alih memercayakan skema permainan pada point guard dengan skill mengumpan ajaib tingkat dewa, manajemen Jazz lebih mempercayakan alur serangan utama pada point guard yang memberi rasa aman lewat umpan-umpan matang efektif tepat sasaran yang sesekali menusuk untuk memberi kejutan.

Kita bukan sedang membicarakan tentang Jazz era Karl Malone , John Stockton, Jeff Hornachek, dan Marc Eaton < No.72, 1982, 224 cm> yang bermain sampai awal tahun 2000-an, tetapi mundur sedikit lebih jauh sekitar tahun 1983 di mana peran John Stockton dimainkan dengan apik oleh point guard senior Rickey Green dan peran Malone <No. 13, 1985, 206 cm> diisi oleh Thurl Baley yang kelak bukan hanya berperan sebagai mentor tapi bisa bermain bersama mengingat Bailey memenuhi nyaris semua kriteria small forward di atas (kecuali terkait akurasi tembakan tiga angka).

Ketika itu, jika ingin memainkan permainan yang lebih ofensif, pelatih Frank Layden bisa menginstruksikan mantan rookie of the year, Daniel Griffith , yang punya jump shot bagus untuk jadi playmaker. Menariknya small forward Adrian Dantley yang punya  pergerakkan tanpa bola bagus dan jumpshot lumayan akurat bertugas menyelinap di antara pemain lawan ketika mayoritas pemain lawan berfokus pada Eaton di bawah jaring. Menariknya meski berbadan besar, Eaton, seiring bertambahnya musim kompetisi justru makin gesit, dan bisa sesekali menyerang  berbekal gedoran dan langkah kakinya yang lincah

Jagoan Block shot Utah Jazz: Greg Ostertag 
Jagoan Block shot Utah Jazz: Greg Ostertag 

Ketika opa Layden mulai bergeser ke jajaran manajemen posisinya digantikan oleh sang asisten pelatih yaitu almarhum Jery Sloan yang mengabdi hingga tahun 2011. Di tangan Sloan, permainan Jazz sedikiiiiiiiit mengalami mengalami perubahan di mana Malone diminta untuk bermain lebih ke luar untuk lebih aktif membagi bola, dan shooting guard Bob Hansen atau kelak Jeff Malone <193 cm> bukan hanya bertugas memulai serangan balik, tetapi juga bergerak bebas untuk membuka ruang tembak bagi Malone atau Stockton. Peran tersebut jugalah yang juga bisa dimainkan rookie mereka ,small forward Blue Edward , yang punya jump shot lumayan.

Sayang, meski pemainan satu dua membuat variasi serangan Jazz lebih beragam, mereka tercatat kerap kesulitan menghadapi kombinasi permainan Clyde Dexter dan Terry Porter (Portland Trail Blazer) yang bukan cuma jago melepaskan tembakan akurat tetapi juga mengiris pertahanan lawan, padahal Jazz selangkah lagi menuju final NBA 1992. Kesempatan yang sama datang tahun 1994 dan 1995, di mana mereka sudah diperkuat playmaker kreatif.

Lewat kehadiran Hornachek, bukan cuma defense Jazz yang tetap terjaga melainkan juga sisi kreativitasnya. Dengan gaya permainan yang mirip Stockton, dipadu dengan akurasi tembakan tiga angka yang ciamik dan umpan tak terduga, permainan Jazz makin hidup. Gaya permainan ala Hornachek inilah yang dulu dihadirkan legenda Jazz, Maravich, meski tanpa akurasi tembakan tiga angka, 

abalabal.deh
abalabal.deh

sama aja cuman apdet pemaen baru aja
sama aja cuman apdet pemaen baru aja

Sayang, di tahun tersebut, dengan pensiunnya Eaton, Malone seolah tidak nyaman melepaskan jumpshot andalannya. Belum lagi Hakeem Olajuwon bisa dengan nyaman melewati penjagaan Felton Spencer atau membuka ruang bagi shooter Rockets yang berjaga di luar.

Keseimbangan Jazz makin membaik ketika diperkuat center Greg Ostertag (00) dan Malone punya pelapis Adam Keeefe (206 cm) yang gesit dan kokoh, yang menjaga skema permainan Jazz kurang lebih sama lantaran Keefe dan Ostertag juga punya jumpshot lumayan. Sayang di final NBA,  seperti kita tau, Jazz kesulitan menghadapi permainan triangle offense Chicago Bulls yang sulit ditebak.  

Terlepas apa yang dicapai Jazz saat itu, kita bisa melihat keluwesan taktik pick and roll secara umum, di mana kerja sama antar dua pemain ini bisa disesuaikan dengan perkembangan jaman, termasuk di era shooting/point guard Deron Williams 2005, 191 cm>  dan Derek Fisher <185 cm> serta Power Forward merangkap center Mehmet Okur <211 cm>(13), plus pemain muda  binaan Jazz sejak era Malone Andrei Kirilenko.

Tanpa perlu membahas peran masing-masing pemain, permainan racikan Sloan terlihat lebih cair seiring makin berkembangnya skill para pemain. Yang menarik adalah peran pemain yang senantiasa jadi jaminan mutu Derek Fisher. Alih-alih sekedar berperan sebagai orkestrator,seperti Stockton, Fisher juga mampu melepaskan  tembakan akurat selepas bergerak bebas melepaskan diri dari kawalan pemain lawan. Terlebih, Deron yang dikenal tajam yang lincah bisa tiba-tiba melepaskan umpan pada pemain yang pemain yang tidak terkawal.

Channel youtube: Brittanie Bode
Channel youtube: Brittanie Bode

Channel: memoismoney

Sayang mereka sekali lagi harus takluk pada tim terbaik di eranya, yang skema permainannya mereka tiru, San Antonio Spurs.

Musim berikutnya, mereka masih bisa memainkan permainan yang kurang lebih sama, meski tanpa Derek Fisher, mengingat rookie mereka Wes Matthews punya daya juang dan akurasi tembakan bagus. Belum lagi mereka juga diperkuat shooter Kyle Korver, dan power forward Paul Millsap yang punya jump shot dan rebound bagus meski bukan pemain yang bertenaga.

Selepas itu, permainan Jazz mulai berubah, bukan cuma karena pelatih mereka baru (asisten Sloan, Tyrone Corbin), tetapi juga Jazz tidak lagi punya sosok seperti Boozer (206 cm), yang punya perawakan kekar dan tembakan lumayan. 

 Meski mungkin tidak semenonjol Boozer,  defense dan pergerakan Derrick Favors (206 cm) terbilang luwes. Rookie mereka Gordon Hayward < No. 9, 2010, 201 cm> juga punya skill yang relatif komplet terutama sebagai playmaker. Begitu juga shooter Rodney Hood yang punya postur lumayan tinggi dan jump shoot lumayan. 

Meski punya skill yang bagus, pemain seperti Hood kurang punya mental bertarung. Belum lagi di bawah jaring, center muda mereka Enes Kanter lebih pas disebut center skillfull ketimbang defender bawah jaring. Dengan hasil yang tidak terlalu menggembirakan, posisi Corbin diisi pelatih Quinn Snyder. 


Highlight Realm

Di tangan Snyder, kepingan tim muda Utah Jazz mulai terbentuk begitu rookie Jazz yang merupakan draft asli Denver Nuggets Rudy Gobert perlahan mulai mengisi peran Kanter dan posisi point guard dan power forward diisi alumni San Antonio Spurs dan Boris Diaw yang di atas kertas mengembalikan skema Jazz seperti era Sloan. Terlebih semua pelapis starter punya skill offense yang bagus sebut saja  rookie Dante Exum , serta small forward Joe Ingles yang kelak berkembang menjadi pemain yang komplet lantaran punya dribel, defense, dan tembakan tiga angka bagus.  Belum lagi mereka juga masih punya Trey Lyles yang kelak dikenal sebagai power forward dengan rebound terbanyak dari bangku cadangan saat membela Sacramento Kings.

Praktis meski playmaker resmi disandang Hill, pergerakan bola relatif lebih cair lewat kombinasi pick and roll antara Hayward dan Gobert atau Favors, Belum lagi nyaris semua pemain yang bermain di lapangan bisa menembak jadi spacingnya tetap bagus.

Skema yang sama masih bisa dijalankan dengan sempurna meski Hayward pindah ke Boston Celtics karena Jazz pada musim tersebut mendapat amunisi baru mulai dari playmaker kreatif jago defense, Ricky Rubio, defender paten Royce O’Neal, serta Jae Crowder yang didatangkan jelang ditutupnya bursa perpindahan pemain di bulan januari, dan terutama rookie mereka Donovan Mitchell < No.13, 2017, 193 cm>.  yang didatangkan dari Nuggets dan langsung bisa nyetel dengan skema Jazz, salah satunya lantaran Mitchell memilih mematangkan pengalamannya di liga basket mahasiswa selama dua tahun terlebih dahulu sebelum terjun di NBA (yang juga membuat urutan draft-nya ikut turun). 

Belum lagi, mereka masih punya duet Jarebko dan Derick Favors di bangku cadangan,

Menariknya meski punya komposisi pemain yang meyakinkan, pelatih Quin Snyder belum bisa memainkan skema permainan racikannya secara maksimal   mengingat dalam 44 games pertama pada musim 2017/18, Gobert lebih sering cedera,  sehingga mereka hanya menang kurang dari 20 games.

Channel: Tucker and Thorson Basketball

Begitu Gobert pulih, permainan Jazz mendadak lebih solid mengingat ketika melakukan pick and roll,  setidaknya satu pemain lawan ikut terperangkap tubuh Gobert yang lebar ketika Gobert mendekati jaring, yang turut membuka ruang tembak bagi para shooter Jazz yang tidak terlalu tinggi termasuk Crowder, Mitchell, Ingles, bahkan Rubio yang dikenal kurang piawai melepas tembakan tiga angka. Terlebih umpan yang dilakukan antar para shooter seolah berlangsung kurang dari setengah detik (0,5 seconds offense)

Menariknya, dengan postur para shooter yang tidak terlalu tinggi, mereka amat nyaman menutup ruang gerak shooter lawan, termasuk ketika mereka berpenetrasi. Klopun penjagaan mereka luput, penetrasi shooter lawan cenderung mentok di bawah jaring berhadapan dengan badan Gobert yang segede Gaban.

Diawali p&r Clarkson-Markkanen, Clarkson yang reject p&r dikepung 2 pemaen   
Diawali p&r Clarkson-Markkanen, Clarkson yang reject p&r dikepung 2 pemaen   

 

Channel: Cookies and Kareem . ZH Highlight 
Channel: Cookies and Kareem . ZH Highlight 

Melihat efektivitas permainan tiga angka Jazz, pelatih Quinn Snyder berani menambah jumlah amunisi bertipe defender merangkap shooter pasa musim berikutnya. Mulai dari rookie bad boy Grayson Allen < No. 21, 2018, 193 cm> sampai shooter Kyle Korver (lagi). Sayang PR Jazz di era Rubio sama. Meski punya defense bagus, offense mereka kurang tajam.

Nggak heran, musim berikutnya mereka berani melepas Rubio dan mendatangkan Mike Conley (dengan melepas Crowder dan Grayson Allen) dan free agent Bojan Bogdanovic (201 cm). Menariknya meski secara offense makin bagus, dengan meningkatnya intensitas permainan, defense Jazz justru makin kedodoran, meski boleh dibilang defense Conley lebih ngotot dari Rubio. Terlebih, Bogdanovic diduga kurang fit karena dinilai kurang ngotot memperebutkan rebound, meski dari sisi akurasi tembakan tiga angka tidak terlalu berpengaruh.

Menariknya, alih-alih mendatangkan defender, jelang pertengahan musim, Jazz justru mendatangkan Jordan Clarkson yang bukan hanya bisa menjaga ketajaman Jazz dari bangku cadangan tetapi juga bisa berduet dengan Mitchell di satu lapangan. Kehadiran Clarkson makin memperkaya skema permainan Jazz, bahkan turut membantu Mitchell tampil epic saat bersua Denver Nuggets di playoff, tim yang sejatinya memilih Mitchell, bertukar seragam dengan Lyles, yang memang skill defensif-nya dibutuhkan pelatih baru Nuggets, Mike Malone, saat itu.Kebetulan juga, Nuggets sedang surplus guard potensial juga waktu itu, termasuk shooter Malik Beasley yang kelak bermain untuk Jazz). 

Sayang selepas penampilan epik tersebut, keharmonisan Jazz di ruang ganti makin menurun, mengingat tanpa defense yang seimbang, pergerakan Gobert yang kerap terlambat menutup ruang gerak makin kentara. Akibatnya, seperti kita tahu, Gobert dan Mitchell yang selama ini menjadi maskot Jazz memilih berganti seragam.

Seperti halnya tim NBA pada umumnya, ketika maskot sebuah tim hengkang atau pensiun, tujuan utama sebuah tim cenderung lebih jelas. Mereka bersedia menjadi tim penampung pemain senior bergaji besar yang kontraknya akan habis pada musim itu juga. Kalaupun punya pemain prospektif, mereka biasanya bersedia menukarnya dengan pemain dari tim lain dengan imbalan draft pick.

Menariknya, meski melakukan apa yang dilakukan tim lain pada situasi yang sama, pemain yang datang bukan pemain kaleng-kaleng. Sebut saja forward jangkung Lauri Markanen dan point guard utama Cavs Colins Sexton (yang didatangkan sebagai paket perpindahan Mitchell ke Cleveland) atau Malik Beasley dan Kirilenko KW3 (minus shooting dan skill playmaking), Jared Vanderbiit.

Di luar Markkanen yang waktu itu masih belum menemukan permainan terbaiknya selama bermain di NBA, mayoritas pemain yang didatangkan rata-rata adalah starter muda berpengalaman, dengan skill dan postur (yang bikin Jazz surplus pemain jangkung bertinggi 206 cm++) yang di atas kertas bisa menyatu, meski baru pertama kali bermain bersama. 



Atas: Adam Spinella, bawah: highloght 101 

Belum lagi mereka masih diperkuat Rudy Gay (yang  sudah jarang tampil karena faktor usia eh kebugaran) dan power forward jangkung jago tembak berpengalaman Kelly Olynyk serta, rookie jago ngeblok Walker Kessler.

Seperti sudah diduga sebelumnya, komposisi racikan pelatih debutan Will Hardy sangat bisa tampil padu dan cair mengingat pemain yang hadir mayoritas berpostur tinggi dan jago tembak,  yang membuat Jazz makin luwes memainkan skema pick and roll ala era Deron Williams, hanya saja aktornya kali ini bukan Fisher, melainkan Clarkson, Markkanen, dan Beasley.

Belum lagi umpan sederhana, tanpa tanda petik, Conley, ke Markanen/Olynyk dari luar garis lengkung tiga angka Jazz bisa sangat efektif, mengingat keduanya punya akurasi tembakan yang bagus. Kejutan juga datang dari Walker Kessler yang ternyata langsung cocok dengan skema Jazz lewat slam dunk dan defense-nya (Eaton DeJavu).

Ketika bertahan, alih-alih big man yang menutup ruang, posisi defender utama ditempati Vanderbiit (203 cm) yang sigap menutup tembakan atau penetrasi. Ketika tusukan shooter lawan teredam, Markanen, Olynyk, atau Kessler, yang juga bisa memainkan peran Vanderbiit, bisa menghalau penetrasi di bawah jaring yang secara teori tidak sebertenaga di awal.

Sayang, meski tampil meyakinkan di awal musim, tujuan Jazz musim ini keburu jelas. Tidak heran Jazz rela melepas Conley untuk bereuni bersama Gobert,  sedangkan Vanderbiit serta Beasley dilepas ke Los Angeles Lakers. Terlebih roster Jazz terbilang surplus point guard mengingat guard lincah Talen Horton Tucker dan Colin Sexton (yang sama-sama kurang jago tembak) terpaksa mengungsi ke bangku cadangan seiring efektifnya penampilan Conley. Pun begitu mereka masih mendatangkan playmaker defensif, Chris Dunn, yang skill mencetak angka dan kebugarannya dipertanyakan.

Pertandingan Pramusim

Tanpa playmaker jago tembak, kerja sama satu dua pemain Jazz jadi lebih mudah tertebak, namun itu tak jadi soal, lantaran Jazz jadi lebih punya ruang untuk mematangkan para pemain muda termasuk rookie asal Italia, forward Simeone Fontechio,  yang konon jago tembak. 

Sayang, PR tersebut terkesan belum terlalu dibenahi musim ini, lantaran beberapa pemain baru yang didatangkan Jazz musim ini juga kurang dikenal sebagai penembak jitu termasuk power forward merangkap center John Collins. yang meski presentase tembakan tiga angkanya semakin meningkat seiring bertambahnya musim, terutama ketika berdiri bebas tanpa kawalan, kita lebih sering melihat tembakan Jazz Jordan Clarkson masuk terutama di detik-detik krusial meski statistik tembakan tiga angkanya tidak terlalu istimewa. 

Posisi forward makin bertambah sesak dengan datangnya rookie Taylor Hendricks yang punya jump shot dan block shot lumayan, meski pergerakannya terlihat kurang luwes. Hendricks sendiri cukup beruntung lantaran bakal dibimbing beberapa forward bertipe berbeda, mulai dari Markkanen yang mulai bisa menunjukkan potensi terbaiknya musim lalu, Kelly Olynyk yang luwes, hingga sesama pemain muda tukang block shot, Walker Kessler atau forward baru luwes Omer Yurtsteven yang didatangkan dari tim gudang bakat Miami Heat. 

Tanpa playmaker jago tembak, Jazz tetap bisa memainkan beragam skema mulai dari fokus ke defense dan membiarkan para center jangkung menjadi playmaker bagi para guard yang bisa bergerak tanpa bola menuju bawah jaring, sembari sesekali melakukan pick and pop. Risikonya, apabila tembakan para forward luput, Jazz rada sulit memperebutkan rebound lantaran posisi big man terlalu jauh dari jaring. Beruntung, Jazz kini punya John Collins yang bisa bergantian  bahkan berduet dengan Kessler. 

Permainan Jazz boleh jadi akan jadi lebih luwes, terutama pick and roll-nya,  jika rookie produktif mereka, Keyonte George bisa lebih cepat menyatu dengan gaya permainan Jazz terutama lewat tembakan dan tusukkan-tusukkannya. Beruntung, para playmaker, biasanya lebih cepat beradaptasi  dengan gaya permainan NBA (sekitar satu hingga dua musim bahkan lebih cepat) mengingat mereka memang lebih banyak berduel dengan para forward kokoh, terutama ketika menusuk ke jantung pertahanan lawan. Klopun, masih butuh waktu beradaptasi,  rookie Jazz musim lalu, Ochai Agbaji, bisa mengisi peran tersebut jika mendapat kepercayaan seperti halnya musim lalu, lewat defense dan tembakan tiga angkanya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun