Mohon tunggu...
Camelia Ahmad
Camelia Ahmad Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar jadi Penulis

I believe in process

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasi Bungkus Mirna

10 Desember 2020   14:48 Diperbarui: 10 Desember 2020   14:51 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Indahnya berbagi kebahagian akan lebih terasa apabila dilakukan dengan Iklas-


Dinginnya malam tidak membuat hatiku yang panas mereda. Peristiwa dikantor hari ini cukup membuatku malas pulang sehingga aku lebih memilih menghubungi sahabatku Rony yang kebetulan tinggal di Apartemen Sudirman Park yang terletak tidak jauh dari kantorku.


"Halo Ron, Gue di depan lobi apartemen elo nih, temenin gue makan yuks darling" semburku tanpa basa basi.


"punya pacar donk Nya, biar ngga gangguin gue mulu" jawabnya sambil menguap, aku membayangkan Rony yang tadinya sudah siap-siap tidur sambil menonton Netflix sekarang berjalan gontai menuju lemari pakaiannya untuk mengambil baju sekenanya demi mengikuti kemauan sahabatnya.


Sepuluh menit kemudian, Rony turun menghampiriku yang sudah menunggunya di dalam mobil depan loby, dengan wajah yang segar tidak seperti orang yang sedang mengantuk, tubuhnya yang gempal dan raut wajah dinginnya selalu penuh dengan celetukan sarkasme.


"belum tidur ya" sapaku basa basi,


"basi loe, kalau aye tidur trus manusia yang duduk dikursi sebelah yey siapa ya" celetuknya sambil mengenakan seat belt.


"galak amat, cari makan yuk" ujarku manja,


Rony hanya menanggapiku dengan anggukan, dia segera sibuk mencari koleksi musik dari gawainya yang kemudian disambungkan ke audio mobilku.
Setelah kami sampai di daerah pejompongan, aku melihat warung tenda diseberang jalan yang bernama 'Sambal Geledek' terlihat cukup ramai pengunjung, aku pun memperlambat laju mobilku.


"enak tuh kayaknya" kataku sambil melihat ke arah seberang.


"whatever. Tapi apa ngga takut dicariin tuan dan nyonya dikantor nanti, karena satu spesies budaknya yang setia nggak masuk" celetuk nya.


"gue lagi panas, perlu ya ditambah panas" jawabku.


"baik kanjeng ratu." jawabnya cuek.


Akupun mencari jalur putar balik terdekat dan memakir mobil tidak jauh dari lokasi warung tenda itu. Sesampainya kami disana, ternyata tempat itu benar-benar ramai, kami terpaksa duduk di kursi tambahan tanpa meja. Akupun segera memesan 1 porsi nasi ayam kremes lengkap dengan sambal gledek dan 1 botol air mineral, sementara Rony hanya memesan air mineral saja, terlihat sekali kalau dia kurang nyaman berada ditempat seperti ini.


"trus mau cerita apa" tanya nya.


"Maya berulah lagi, itu orang ya ngeselin pake banget, dia tadi temuin kesalahan hitungan pada budgeting gue. LO TAU KESALAHANNYA DIMANA? karena gue tidak masukin 0.04 di dalam penjumlahan total budget. Terus dia report itu ke pak bos dengan senyum manis nya yang berbisa itu, intinya dia bilang kalau gue ngga teliti" ceritaku tanpa titik dan koma,


"terus bos loe gimana" tanyanya,


"kecewa lah, ya meskipun bos gue nggak teriak-teriak marahnya malah super lembut gitu ngomongnya dia bilang memang 0.04 sangat kecil, tapi dia mengharapkan ketelitian gue melihat detail, itu yang dia harapkan, dalem banget kan Ron" jawabku,


"loe kesel karena disalahin atau loe ngga mau bos tau kesalahan loe?" tanyanya,


"loe tau gue kan. Tentu tidak ada masalah kalau bos lihat kesalahan gue, gue bukan manusia sempurna" jawabku sambil membuka botol air mineral,


"terus"


"caranya Ron, manusia satu itu ngga repot-repot minta data mentah dari gue untuk perbandingan, elo tau dia minta kesiapa? Dia minta datanya melalui junior gue" semburku kesal.


Tidak lama kemudian makananku datang, aku terus berceloteh, sampai-sampai para pengamen, pengemis dan pedagang tissue malas mendekati kami karena ketidakperdulian kami pada situasi sekitar.


 "Ron, gila sih ini ayam sama sambalnya mantab banget, yakin nggak mau?" selaku mengalihkan pembicaraan,


"cerita loe lebih pedas dari pada sambal itu" celetuknya. "lagian tadi gue udah makan di acara kantor" lanjutnya.


Kami pun melanjutkan perbincangan mengenai hal lain seperti kehebohan acara kantor Rony tadi sore. Ketika Rony sedang menceritakan tentang penampilan Rossa di atas panggung, kami dihampiri gadis kecil yang kalau dari perawakannya aku tebak berusia sekitar 8 tahun.


"Ibu saya penggemar Teh Rossa" celetuknya dengan mata yang berbinar, aku sama sekali tidak melihat ada guratan lelah atau sedih diwajahnya, berbeda dengan para penjual tissue lainnya yang dari tadi menjajakan dagangan yang sama padaku.


"nyeletuk aje dek" cetus Rony kesal,


"kakak terlihat berkeringat, ini kak saya ada tissue mungkin bisa bantu mengusap keringat kakak" lanjutnya mengabaikan Rony, dia  sama sekali tidak terganggu dengan perkataan kasar Rony.


"boleh" ucapku.


"Rp. 5,000 ya" ujarnya sembari menyerahkan satu bungkus tissue padaku,


Akupun memberinya Rp. 20.000 dan menolak uang kembalian darinya, yang justru membuat dia terlihat sedih.


"saya penjual tissue kak, bukan pengemis" ucapnya.


Sontak hal itu membuat aku dan Rony saling pandang, biasanya penjual lain akan mengucapkan terima kasih ditambah doa-doa yang membuat kami gerah, atau tidak jarang dari mereka yang pergi begitu saja menerimanya tanpa perlu mengucapkan sepatah katapun.


"tidak apa-apa dek, buat jajan." jawabku, namun raut mukanya yang sedih menjadi marah.


"kak, saya tidak perlu jajan, saya kerja untuk makan keluarga saya kak" jawabnya, sambil merapikan barang dagangannya.


Akupun tergelitik untuk bertanya lebih pada anak ini, darinya aku tahu dia bernama Mira, anak ketiga dari empat bersaudara. Dia dan kedua kakaknya berjualan tissue di tempat yang berbeda-beda, sedangkan adiknya yang berusia 6 tahun di rumah menemani ibunya yang lumpuh karena menjadi korban tabrak lari. Mira selalu berjualan disini sepanjang sore sampai tengah malam sedangkan siang harinya dia habiskan untuk membantu ibunya, jangan tanya tentang sekolah karena itu sulit untuk dijawabnya.


Sejak malam itu, kami menjadi pelanggan tetap di Warung Sambal Gledek ini. Untuk makan dan membeli tissue Mira.

                                                                                                                                                     ***

Seperti malam-malam suntuk lainnya yang aku bagikan dengan Rony di Warung Sambal Gledek, kali ini Rony mulai geram dengan sikapku yang serba takut dikantor itu.

"Anya Gumiwa, senior konsultan bisnis yang ahli membius klien dengan analisis nya, elo itu kurang apa sih?, elo punya hal-hal yang gue impikan nya. 

Hanya aja kantor elo itu toxic sampe ke semut-semut yang berkerubung disana juga udah ketularan, kenapa loe ngga resign aja sih?" semburnya,

"ntah lah, gue memang menjadi serba takut di kantor ini" jawabku datar.


"mungkin karena setiap jejak langkah dan kalau bisa berapa kali lo berkedip dalam satu detik ditentukan oleh para senior dan bos lo ya, nya" ujarnya.


"mungkin" jawabku singkat.


Percakapan kami malam itu cukup serius, Rony menuntutku untuk mengambil sikap untuk bicara apa adanya pada bos ku agar dia tahu ada ular dikantornya atau mengundurkan diri. Dia bahkan mengancam mogok menjadi tong sampahku apabila sampai bulan depan aku tetap tidak melakukan apa-apa. Ocehan Rony ada benarnya, aku hanya ingin ketenangan dalam bekerja, bukan sekedar menerima upah bulanan dan posisi karir yang bagus saja, kantorku yang sekarang memiliki klien-klien yang menantang, hanya saja lingkungan toxic itu teramat mengganggu.


Selang berapa lama, pelayan warung menghampiri kami untuk meminta kami melanjutkan pembicaraan di tempat lain, karena kursi kami diperlukan pengunjung lain. Rony yang dari awal bersikeras mau mentraktirku bergegas menuju kekasir, sementara aku menuju tempat parkiran.

Aku tidak menyangka ternyata Rony tidak hanya membayar makanan yang kumakan tapi dia juga membeli 5 bungkus nasi yang dia berikan ke Mira, aku memperhatikannya dari samping mobil. Sempat terjadi perbincangan panjang antara Rony dan Mira yang berakhir dengan Mira mencium tangannya dengan hormat.

Ketika Rony mendekatiku, dia pun langsung mengambil kunci dari tanganku seraya berkata 'ssttt ga usah banyak ngomong' yang kubalas dengan senyuman haru. Rony pun berusaha mencari tukang parkir untuk membantunya keluar dari area parkir yang sempit dan kusut itu.


Lima belas menit kemudian kami baru bisa keluar dari parkiran, Rony mulai mengendarai mobil dengan kecepatan sangat lambat untuk meneruskan ceramahnya yang sempat terpotong tadi. Reaksi ku hanya diam mendengarkannya sambil melihat jalanan, mataku tertuju pada peristiwa yang ada di pinggir jalan yang ku pantau dari kaca spion, ada seorang gadis kecil yang dengan riang membawa satu bungkusan besar berisi barang dagangan dan kantong plastik berisi beberapa bungkus makanan untuk keluarganya, senyum gadis itu mengembang. Lalu, tiba-tiba sikecil berhenti tepat di depan gerobak yang didorong oleh lelaki dewasa yang berisi seorang ibu dan anak balita, dia pun bercakap-cakap dengan ibu itu, tak lama kemudian dia mengeluarkan dua bungkus nasinya dan memberikannya kepada sang ibu. Ibu itu terlihat bingung, namun sang anak  yang sedari tadi ada digendonganya melepaskan diri, sang ibu berusaha mencegahnya, namun sang anak sudah membuka satu bungkus nasi itu. Ia melahapnya dengan sigap. Gadis kecil itu tertawa melihat ulah sang anak, dia pun mengusap bibir sang anak yang belepotan dengan makanan, lalu pergi meninggalkan mereka dengan senyuman yang lebih mengembang.


"BERHENTI Ron, sekarang" teriakku pada Rony. Rony pun gelagapan menghentikan mobil. Tanpa perlu waktu lama aku segera menghambur keluar menuju gadis kecil itu yang seketika membeku dengan tatapan bingung melihatku.


"saya belikan lagi ya" ujarku pada Mira. Mira tersenyum.


"terima kasih, tidak usah. Adik Ian belum makan dari kemarin sore, dia hanya minum air putih dari penjual pinggir jalan. Lagipula, sisa tiga nasi bungkus ini sudah lebih dari cukup untuk kami berlima dirumah, kak" ucapnya dengan senyuman yang penuh ketulusan.


Aku terpana, penjelasan Mira telah menusukku jauh lebih dalam dari kalimat-kalimat sarkas yang diucapkan Rony sepanjang malam ini. Aku yang selalu dibutakan dengan permasalahan yang sama setiap hari nya, telah menutup mataku dari rasa bersyukur akan apa yang telah aku miliki selama ini. Aku sibuk meratapi sakitnya dampak bisa ular Maya di kantor, sampai-sampai aku lupa menjadi kodratku sebagai manusia untuk berbagi, berbagi dengan iklas tanpa perlu menunggu kita sedang berlebih, atau sekedar pencitraan untuk dipajang di sosial media. Akupun memeluk Mira dengan air mata yang mengalir deras. #jne #jne30tahun #connectinghappiness #30tahunbahagiabersama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun