Mohon tunggu...
Camelia Ahmad
Camelia Ahmad Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar jadi Penulis

I believe in process

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasi Bungkus Mirna

10 Desember 2020   14:48 Diperbarui: 10 Desember 2020   14:51 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sontak hal itu membuat aku dan Rony saling pandang, biasanya penjual lain akan mengucapkan terima kasih ditambah doa-doa yang membuat kami gerah, atau tidak jarang dari mereka yang pergi begitu saja menerimanya tanpa perlu mengucapkan sepatah katapun.


"tidak apa-apa dek, buat jajan." jawabku, namun raut mukanya yang sedih menjadi marah.


"kak, saya tidak perlu jajan, saya kerja untuk makan keluarga saya kak" jawabnya, sambil merapikan barang dagangannya.


Akupun tergelitik untuk bertanya lebih pada anak ini, darinya aku tahu dia bernama Mira, anak ketiga dari empat bersaudara. Dia dan kedua kakaknya berjualan tissue di tempat yang berbeda-beda, sedangkan adiknya yang berusia 6 tahun di rumah menemani ibunya yang lumpuh karena menjadi korban tabrak lari. Mira selalu berjualan disini sepanjang sore sampai tengah malam sedangkan siang harinya dia habiskan untuk membantu ibunya, jangan tanya tentang sekolah karena itu sulit untuk dijawabnya.


Sejak malam itu, kami menjadi pelanggan tetap di Warung Sambal Gledek ini. Untuk makan dan membeli tissue Mira.

                                                                                                                                                     ***

Seperti malam-malam suntuk lainnya yang aku bagikan dengan Rony di Warung Sambal Gledek, kali ini Rony mulai geram dengan sikapku yang serba takut dikantor itu.

"Anya Gumiwa, senior konsultan bisnis yang ahli membius klien dengan analisis nya, elo itu kurang apa sih?, elo punya hal-hal yang gue impikan nya. 

Hanya aja kantor elo itu toxic sampe ke semut-semut yang berkerubung disana juga udah ketularan, kenapa loe ngga resign aja sih?" semburnya,

"ntah lah, gue memang menjadi serba takut di kantor ini" jawabku datar.


"mungkin karena setiap jejak langkah dan kalau bisa berapa kali lo berkedip dalam satu detik ditentukan oleh para senior dan bos lo ya, nya" ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun