Mohon tunggu...
Bonnie Soeherman
Bonnie Soeherman Mohon Tunggu... Konsultan - I am a trainer in the field of innovation, management accounting, and business modeling

I am a trainer in the field of innovation, management accounting, and business modeling, especially in startup companies and existing companies that are developing innovation/ corporate startups. I am very enthusiastic in learning and sharing about creative industry and its prospect. Contact our email: bonnieigniting@gmail.com to get more sharing from Bonnie S Visit my Channel: https://www.youtube.com/c/BonnieS

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rise and Fall dalam Bisnis Perfilman: Belajar Model Bisnis Industri Anime dan Tokusatsu Jepang

1 Februari 2021   10:55 Diperbarui: 3 Februari 2021   08:24 1695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar dari youtube/Calvin Channel

Ini adalah bahasan akademis yang saya coba kemas dalam gaya pop... Yuk simak!

Industri perfilman tengah memasuki era disrupsi. Disrupsi karena teknologi dan pandemi. Beberapa film kelas box office batal ditayangkan di bioskop, dan langsung banting stir tayang di content platform semacam Netflix, HBO maxx, atau Disneyplus. Semua diupayakan untuk menutup biaya produksi dan meraup keuntungan. 

Pun, model bisnis demikian sangat rentan dengan kasus pembajakan. Teknologi memungkinkan siapa saja melakukan screen recording dan menyebarluaskan konten dengan gratis. Lebih mudah disbanding era DVD, laser disc, apalagi Betamax kotak pocky. 

Lalu, gimana masa depan industri film jika teknologi terus menjadi ancaman bisnis?

Di tengah makin maraknya pembajakan, fenomena anomali terjadi. Tsuburaya production, creator Ultraman, Gridman, Ultra Q, dan beberapa IP lain, membuka lebar channel Youtube dan menggratiskan film film terbarunya. Gilak! Terutama sejak tahun 2020, Tsuburaya makin menggila dengan Ultraman Z-nya. Jelas daya viralnya begitu hebat. 

Hingga saat ini, mereka telah meraup 1,58 subscribers dan 477,148,284 views. Lanjut, The Absolute Conspiracy dan kabarnya nih, Januari ini lanjut dengan Connect to Tiga dan Shin Ultraman 2021.

Apa ngga rugi tuh, bikin film pake duit dan digratisin? Trus dari mana revenue mereka? Apakah Tsuburaya sebenarnya adalah yayasan sosial seperti sesame street? 

Di video kali ini, saya akan membahas model bisnis Tsuburaya, strategi dan taktik yang bener-bener antimainstream dan saya pikir cukup berselaras dengan disrupsi dan perubahan zaman. Gimana mereka survive dengan berbagi film gratisan? Buat kalian yang pengen tahu gimana strategi dapur bisnis Tsuburaya, simak terus video ini!

Yuk denger versi videonya di (Like & Subscribe): 


Saya mencatat 5 poin penting yang menjadi rahasia keberhasilan bisnis imajinasi Tsuburaya.

Tsuburaya utamanya jualan lisensi dan merchandise, bukan film

Kran uang utama mereka bukan dari hasil jualan film, atau lagu. Kedua stream ini sangat berisiko. Begitu bocor dalam bajakan, habislah sudah. Apalagi di era digital sekarang. 

Nah, Revenue stream terbesar Ultraman and the gang adalah dari menjual merchandise dan lisensi. Merchandise adalah produk turunan yang berkaitan dengan barang kebutuhan sehari hari, sepatu, baju, kemasan makanan, hingga mainan dengan karakter Ultraman. 

Sedangkan Lisensi adalah ijin penggunaan hak cipta. Jadi gaes, pihak pembeli lisensi mendapat hak untuk menggunakan karakter yang ia beli untuk kepentingan bisnis sesuai kontrak atau MOU.

Ini adalah model bisnis sebagian besar industri tokusatsu dan anime Jepang. Animation World Network mencatat, untuk karakter-karakter yang memang lagi booming, bisa mendatangkan revenue melebihi revenue dari merchandising blockbuster di America, yang notabene punya pasar 2x labih besar daripada Jepang. Wow.

Nah, berapa sih revenue dari merchandising ini?

Kyodo News Group mencatat IP Ultraman sendiri mampu meraup revenue global sebesar 11.5 milyar USD, dimana 90% sendiri berasal dari merchandising dan penjualan lisensi. Kira kira berap rupiah ya, hitung sendiri yah. Menariknya, kepemilikan Tsuburaya saat ini, 49% di tangan grup Bandai Namco. 

Film adalah alat marketing, film adalah iklan

Nah, poin ini nyambung dengan poin sebelumnya. Utamanya, mereka ngga jualan film. Bagi model bisnis demikian, film adalah media marketing, Film adalah iklan. Iklan yang berisi story yang berkualitas. Iklan yang durasinya bisa 12 hingga puluhan episode. Iklan yang hampir tiap hari muncul melalui youtube channel. 

Artinya gaes, makin tersebar filmnya, makin viral marketingnya, dan makin banyak yang kenal Ultraman. Ini adalah keuntungan. Di saat pebisnis film menjadi paranoid dengan bajakan, Tsburaya kayakanya hepi banget kalau film-filmnya kesebar kemana-mana.

Paling paling, mereka sedikit mengandalkan jualan DVD BluRay bagi kolektor sejati. Dalam konteks akuntansi, mungkin bagi mereka, produksi film bukan menjadi akun biaya produk, namun akun marketing. Ini cuma hipotesis saya ya.

Segmentasi dan marketi fitness yang tepat

IP Ultraman telah matang dan mencapai market fit yang nyaris sempurna. Sejak awal dan mestinya sampai sekarang, Ultraman dirancang untuk para youngster, demikianlah sebutan pangsa pasar yang khususnya anak dan juga remaja. 

Banyak orang tua bertanya pada saya, apa sih bagusnya Ultraman, desainnya norak dan ceritanya gitu gitu aja diulang ulang. Nah, inilah kekuatan creator Tsuburaya. Coba renungkan, bagaimana pola pikir anak anak. 

Mereka suka sesuatu yang berwarna cerah, sederhana dan pengulangan. Tsuburaya paham benar bagaimana perilaku dan cara berpikir segmennya. 

Padahal nih gaes, justru banyak kru senior yang bekerja di sana. Namun mereka paham benar tentang value proposition. Cerita sederhana dengan pesan moral yang kuat dan berulang seperti pembentukan habit. Setiap anak mendambakan pahlawan dan ingin menjadi seperti mereka. 

Cerita dapat masuk ke dalam pikiran hingga hati dengan cara emosional, melekat, dan tak mudah dilupakan. Beda kan dengan presentasi pelajaran geografi atau teori ekonomi di sekolah kalian?

Lalu, kenapa ada dewasa muda bahkan orang tua seperti saya masih saja menyukai. Jawabannya, pasti pada masa youngsternya mereka sudah menyukai Ultraman. Pun saya sudah menjadi fans sejati Ultraman sejak berusia 5 tahun. Tsuburaya konsisten menciptakan karakter baru tiap tahun, dan terus merawat penggemarnya. 

Coba perhatikan rentang usia merchandise Ultraman. Mulai dari 5 tahun seperti ultra hero series hingga dewasa seperti lini SHF atau statue, semuanya ada. Nah, inilah kehebatan Tsuburaya. Mereka bukan hanya mencari penonton, mereka mengenal dan membangun fanbase dengan baik.

Lean production khas Jepang

Sekitar 2 tahunan yang lalu, saya mengajak Calvin nonton Uprising. Keluar kami berdiskusi dan saya bertanya, suka mana Jaeger dan Ultraman. Spontan jawabnya adalah, Ultraman. Koq bisa ya? Dengan kualitas dan special efek yang relatif simple, Ultraman mampu bersaing dengan karakter-karakter raksasa negara lain.

Sekali lagi, kekuatan Ultraman adalah pada cerita dan market fitness, bukan special effect atau aktor-aktor box office. Tsuburaya paham benar hal ini, dan mereka mempertahankan proses produksi yang efisien, sederhana, atau lean. Prinsip lean yang sudah menjadi karakter dan gaya hidup orang jepang.

Konsep lean juga terlihat jelas pada pemunculan karakter. Coba perhatikan, berapa banyak kaiju kaiju lawas yang muncul kembali. Bahkan Ultraman jaman Showa tak jarang hadir kembali dengan anggun dan gagah. Ini adalah optimasi asset. 

Optimasi yang berujung pada efisiensi atau cost sharing. Malahan, beberapa kaiju baru merupakan modif dari kaiju sebelumnya. Atau, fenomena munculnya fusion up alias pinjam kekuatan Ultraman atau Kaiju lain. Ini juga efisiensi tingkat tinggi gaes. Hanya saja, Tsuburaya mampu merangkaikannya dengan cerita secara cantik.

Dan yang terakhir, visi besar sebagai sandbox

Tsuburaya punya visi dan misi besar yang hingga saat ini masih dipertahankan. Lebih dari 50 tahun mereka konsisten dan konsekuen. Dengan visi providing content, products and services full of creativity and innovation mereka terus menciptakan hal hal baru, tidak hanya dalam IP namun juga inovasi dalam merchandising. 

Pun dengan misi to Deliver the Importance of "Courage", "Hope" and "Kindness" to the People Around the World, Ultraman akan terus dihadirkan untuk menciptakan dunia lebih baik, dunia yang makin terkoneksi dalam kebaikan seperti judul serial terbaru Connected to Tiga. Visi dan misi, inilah yang menjadi nyawa sekaligus sandbox dari seluruh proses bisnis Tsuburaya.

Setelah mempejari model bisnis Tsuburaya dalam lakon Ultraman, saya memiliki cara pandang yang berbeda tentang Ultraman. Ultraman bukan sekadar komoditas atau asesoris budaya pop. 

Ultraman adalah social innovation. Sebuah ikon hiperrealitas, pahlawan fiktif yang terus berjuang mengajarkan keberanian, harapan, dan  kebaikan untuk dunia lebih baik.

Segala ulasan ini adalah hasil analisis yang mungkin perlu dipelajari lebih lanjut. Triangulasi validasi yang dilakukan masih sebatas analisis dokumen dan observasi.

Semoga bermanfaat dan menghibur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun