Gas alam jelas memiliki peran penting untuk masa depan energi Indonesia. Selama dua dekade terakhir, tidak ada ladang gas darat (onshore) baru yang secara signifikan telah dikembangkan untuk menggantikan ladang gas yang menurun produksinya di Jawa Barat, Sumatera Tengah dan Selatan. Sementara itu gas alam diproduksi di Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Saat ini gas tersebut tidak dapat memasok kebutuhan di Pulau Jawa karena kurangnya infrastruktur transmisi termasuk defisit jaringan pipa dan terminal regasifikasi. Sejalan dengan menurunnya sumber gas lokal di Jawa dan Sumatera Selatan, Indonesia akan membutuhkan infrastruktur regasifikasi LNG baru di Jawa dan Bali, bersama dengan jalur pipa transmisi untuk menghubungkan pasar utama di Jawa dengan sumber gas di Indonesia bagian timur. Untuk memenuhi semua ini, investasi yang dibutuhkan akan mencapai sekitar $2 miliar.
Mengakselerasi 'cetak biru infrastruktur gas' untuk Indonesia harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah.
5. Memperbarui Kilang Lama Secepat Mungkin
Sejumlah faktor seperti usia kilang, teknologi yang masih sederhana, dan fakta bahwa kilang didesain pada saat itu untuk minyak mentah Indonesia yang berupa sweet and light crude oil, konfigurasi kilang-kilang ini tidak lagi sesuai untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Alhasil, harga bensin dan diesel dari kilang-kilang tersebut jauh lebih mahal untuk diproduksi dibandingkan dengan harga produk impor.
Pembaharuan kilang yang ada lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan alternatif untuk membangun kilang baru. Hal ini berpotensi meningkatkan produksi bensin dan solar dua hingga tiga kali lebih besar untuk investasi yang sama. Keuntungan ekonominya akan jauh lebih tinggi daripada proyek greenfieldkarena memanfaatkan infrastruktur dan lahan yang sudah ada. Pembaharuan ini memiliki potensi untuk menjadi proyek yang bernilai sangat tinggi bagi negara. Selain itu, terdapat pula potensi untuk menggandakan pasokan bahan bakar minyak (BBM) domestik.
6. Meningkatkan Mutu Jaringan Distribusi Bahan Bakar
Dengan latar belakang tersebut, Indonesia perlu mempertimbangkan tiga hal yaitu:
- Melakukan investasi dalam peningkatan kapasitas penyimpanan guna memperoleh keuntungan dari peluang blendingdantrading; dan pada saat yang bersamaan juga mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga;
- Meneruskan penggunaan teknologi canggih seperti gantry otomatis yang memiliki throughputtinggi, serta manajeman operasi terpusat dengan data real-time;
- Mengambil keuntungan dari lokasi geografis dan menjadi pusat alih muatan (trans-shipment hub) dan perdagangan migas, mengikuti jejak Singapura dan Johor.