"Elu nanti mau nguliahin anak lu di kampus lu dulu?"
"Ya iyalah,"Â jawabnya tanpa ragu.
"Kenapa? Biar dekat sama tempat tinggal lu? Biar nggak usah ngekos?"
"Bukan. Biar murah (uang kuliahnya)," ujarnya setengah berkelakar.
Kami pun tertawa.
Dari dua kisah di atas, bisa dikatakan bahwa biaya kuliah akan menjadi perbincangan, atau mungkin lebih tepatnya permasalahan, dari generasi ke generasi.
Omon-omon, soal biaya kuliah, beberapa waktu lalu jagad pendidikan tinggi di negeri ini dihebohkan dengan kabar masuknya platform pinjaman daring ke dalam ranah perguruan tinggi melalui penyediaan pinjaman untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT).
Kehebohan tersebut bermula dari salah satu unggahan di media sosial X yang berisi sebuah foto standing banner sebuah platform pinjol untuk membantu pembiayaan uang kuliah mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui skema cicilan.
Kehebohan soal pinjol untuk biaya kuliah itu pun mereda usai ITB dan UGM---dua perguruan tinggi yang bekerja sama dengan Danacita selaku platform pinjaman uang kuliah---menyebut apa yang mereka lakukan sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 76.Â
Artinya, pembiayaan kuliah melalui pinjol memang bukanlah sesuatu yang dilarang secara hukum, dan dimungkinkan untuk terlaksana.
Dan saat ini, kehebohan terkait pendidikan di perguruan tinggi kembali muncul dalam ruang pembicaraan publik.