Yang tak diajak ke acara reuni oleh suami atau istrinya pun demikian. Tak perlu memaksa ikut jika pasangan anda tak berkenan untuk didampingi, apalagi sampai melarang pasangan ikut reuni karena takut terjadi CLBK.Â
Perbanyaklah berprasangka positif bahwa pasangan anda bereuni untuk menyambung tali pertemanan dengan kawan-kawannya. Ingat, kawan-kawan itu bisa jadi lebih dulu hadir di kehidupan suami atau istri anda, sebelum dia kenal dan memutuskan untuk menikah dengan anda.
Hemat saya, anda pun perlu menghargai keberadaan kawan-kawan lama dari pasangan anda. Merekalah yang dulu hadir sebagai sahabat, tempat berkeluh kesah, tempat curhat, kawan dalam senang maupun duka, sebelum pada akhirnya sosok yang kini menjadi suami atau istri dalam perjalanan hidupnya mengenal anda, kemudian berjanji untuk menjadi pasangan selamanya melalui perjanjian yang sakral dan agung kepada Tuhan dan memindahkan seluruh fungsi pertemanan itu kepada anda sebagai teman hidupnya, dengan porsi yang lebih besar.Â
Dan jika pasangan anda berencana melakukan reuni sekaligus touring, seperti yang dilakukan oleh ayah kawan saya yang saya ceritakan di atas, seyogianya dipersilakan saja, dengan harapan bisa me-refresh pikiran dengan kehadiran sahabat-sahabatnya, termasuk agar bisa menekan potensi terkena alzheimer.
Jikalau anda dan pasangan anda benar-benar memahami arti dan makna diselenggarakannya reuni, tentu akan paham bahwa reuni bukan menjadi pintu pembuka untuk 'bermain di belakang' alias berselingkuh.
Bukankah Richard Evans dalam buku Lost in December menuliskan The sweetness of reunion is the joy of heaven.
Nah kalau setelah reuni malah 'bermain api', jadinya bukan 'joy of heaven' dong, tapi malah jadi 'hellfire'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H