Pemahaman dan penerapan ketiga bentuk ekspresi ini sangat penting untuk memitigasi dampak negatif kemarahan bagi individu maupun lingkungan sosial (Arshad & Bacha, 2022).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan skala Anger Control berdasarkan teori Spielberger. Responden terdiri dari 118 individu Generasi Z, dengan 37 laki-laki dan 81 perempuan. Reliabilitas alat ukur ini tinggi, dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,85.
Responden dikelompokkan berdasarkan skor mereka:
Rendah (<57): Kesulitan dalam mengelola kemarahan secara sehat.
Sedang (57-75): Kemampuan moderat dalam pengelolaan emosi.
Tinggi (>75): Kemampuan pengendalian kemarahan yang sangat baik.
Hasil dan Pembahasan
Mayoritas responden (68%) berada dalam kategori sedang, menunjukkan kemampuan moderat dalam mengelola kemarahan. Sebanyak 13% berada dalam kategori rendah, mencerminkan kebutuhan intervensi lebih lanjut untuk mendukung pengelolaan emosi. Sisanya, 19%, berada pada kategori tinggi, mencerminkan kemampuan pengendalian diri yang baik.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Casey (2015), yang menyatakan bahwa remaja dan dewasa muda menghadapi tantangan emosional akibat perkembangan kognitif dan hormonal. Generasi Z juga lebih rentan terhadap dampak negatif dari anger out, seperti konflik sosial, dan anger in, yang dapat memicu kecemasan dan depresi (Novaco, 2010).
Dalam konteks digital, kemarahan yang tidak terkendali sering memperburuk konflik di media sosial. Kühne dan Baumann (2019) menemukan bahwa komentar penuh kemarahan di platform online cenderung memperburuk konflik dan menciptakan lingkungan emosional yang tidak sehat.