Mohon tunggu...
BUSTANUL ARIFIN
BUSTANUL ARIFIN Mohon Tunggu... Guru - Guru/Mahasiswa Pascasarjana

Guru dan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Qomaruddin Bungah Gresik Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Akhlak Ibnu Miskawaih

3 Juli 2023   12:08 Diperbarui: 3 Juli 2023   12:13 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah pokok yang dibicarakan dalam kajian tentang akhlak adalah kebaikan (al-khair), kebahagiaan (al-sa'adah), dan keutamaan (al-fadhilah). Menurut Ibnu Miskawaih, kebaikan adalah suatu keadaan dimana kita sampai kepada batas akhir dan kesempurnaan wujud tertinggi. Dengan demikian, kebaikan merupakan kebahagiaan yang mencapai tingkat tertinggi. Kebaikan akan membawa pada kebenaran, dengan kebenaran tersebut akan menjadikan seseorang senantiasa  

berperilaku yang benar pula, sehingga kebaikan akan membawa kepada kebahagiaan tertinggi.[1]

Kebaikan merupakan hal yang dapat dicapai oleh manusia dengan melaksanakan keinginan dan dengan berupaya dengan hal yang berkaitan dengan tujuan diciptakannya manusia. Sedangkan keburukan merupakan hal yang menjadi penghambat manusia mencapai kebaikan. Terlihat sangat jelas bahwa kebaikan adalah hal yang dapat memenuhi kemauan kita, sedangkan keburukan atau kejahatan merupakan suatu hal yang negatif karena dapat menghambat keinginan.

Pembahasan akhlak berkaitan dengan jiwa, maka Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa jiwa (ruh) itu jauhar (elemen) yang hidup kekal tidak menerima mati dan binasah. Jiwa berbeda dengan materi karena jiwa dapat menangkap peristiwa baik material atau spiritual ataupun mental yang memiliki pengetahuan rasional bawaan.

 Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa jiwa manusia terdiri dari tiga bagian:

  • Tingkat berpikir (al-quwwah al-natiqah) disebut sebagai Tingkatan raja, sedangkan organ tubuh yang digunakannya adalah otak;
  • Tingkat nafsu syahwiyah disebut Tingkat binatang, dan organ tubuh yang digunakannya adalah hati;
  • Tingkat amarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah) disebut Tingkat binatang buas, dan organ tubuh yang dipergunakannya adalah jantung.

Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, seorang yang telah siap mengarungi lautan kehidupan.

Ibnu Miskawaih berpendapat dalam kitab Tahdzib al-Akhlak bahwa pendidikan akhlak adalah:  pendidikan yang difokuskan untuk mengarahkan tingkah laku manusia agar menjadi baik"[1] 

Point penting dari definisi pendidikan akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah mengarahkan tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia menurutnya ada dua yaitu baik dan buruk. Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang sesuai dengan esensi manusia diciptakan, karena menurutnya manusia mempunyai kecenderungan untuk menyukai kebaikan dari pada keburukan.

Kontruksi dan konsep yang berkaitan dengan pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih tergambar dalam kitab Tahdzib al-Akhlak dimulai dengan memaknai jiwa. Jiwa merupakan jauhar rohani yang berbeda dengan bentuk tubuh. Artinya, jika jiwa dan tubuh berpisah maka yang hancur hanyalah tubuh atau jasadnya, sedangkan jiwanya tetap hidup. Manusia selalu mengalami peningkatan pemahaman, manakala ia terus berlatih, lalu memproduk berbagai ilmu dan pengetahuan. Dari situ jelaslah bahwa jiwa bukan tubuh, jiwa muatannya lebih sempurna dibandingkan dengan tubuh. Tubuh dan tingkatan-tingkatanya dapat mengetahui ilmu-ilmu hanya dengan indera, dan tidak cenderung kecuali kepadanya. Sedangkan jiwa semakin jauh dari hal-hal jasadi maka semakin kuatlah dan sempurna ia, dan semakin mampu ia memiliki penilaian yang benar dan semakin ia menangkap ma'qulat yang simpel.

Hakikat Akhlak

Pada hakikatnya, akhlak sebagaimana pendefinisian di atas, bukanlah hanya satu gambaran perbuatan. Sebab sebuah perbuatan tidak dapat secara perinci mencerminkan jati diri. Karena suatu pekerjaan terkadang bertentangan dengan perikeadaan jiwanya. Sebagai misal seorang yang suka memberi, boleh jadi ia hanya untuk mencari ketenaran, namun tidak menutup kemungkinan ia benar seorang dermawan. Maka kurang tepat kiranya jika akhlak hanya digambarkan dengan sebuah sikap. Selain itu, akhlak juga bukan pengetahuan. Karena pada dasarnya (pengetahuan) selalu berusaha atau berkaitan dengan eksplorasi keindahan dan keburukan dalam satu waktu. Pengetahuan tentang kebaikan secara tidak langsung mengetahui akan hal buruk dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan akhlak merupakan penggambaran kondisi jiwa yang timbul melalui sikap dan perbuatan dengan ringan tanpa beban. Hal ini bukan berarti pengetahuan tentangnya nihil, bahkan ilmu mengenainya begitu melimpah, tetapi sekali lagi akhlak bukanlah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun