Berbeda dengan Ridho, Tia harus berusaha keras untuk mewujudkan keinginannya. Ia tumbuh menjadi seorang yang mandiri dan berbakti kepada orangtuanya.Â
Tidak pernah sekalipun ia menolak permintaan orangtuanya, terutama ibunya. Ketika ibunya terbaring sakit, Tia yang mengurus semua pekerjaan rumah sementara adik-adiknya bersekolah dan ayahnya pergi ke sawah.
Tia hanyalah seorang putri petani dari Gunungkidul. Tidak banyak yang tau pula bahwa ia broken home. Orangtuanya berpisah sejak Tia masih duduk di bangku sekolah dasar.Â
Beberapa tahun setelahnya, ibunya menikah lagi. Dari pernikahan tersebut, Tia memiliki dua saudara tiri. Meskipun hidup sederhana, tetapi keluarganya bahagia dengan apa yang mereka punya.
***
Setelah tiga tahun menjalin cinta, keduanya sepakat untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius --pernikahan. Tia memang belum pernah bertemu dengan orangtua Ridho tetapi Ridho pernah berkunjung ke rumahnya dan bertemu dengan kedua orangtuanya.Â
Sebenarnya ada kekhawatiran dan ketakutan dalam benak orangtua Tia karena perbedaan status sosial antara Tia dan Ridho. Namun, menurut mereka Ridho adalah pribadi yang baik, santun, penyayang, dan bertangung jawab. Sehingga ketakutan itu musnah dan orangtua Tia pun merestui hubungan mereka.
Sebaliknya, ketika Ridho meminta restu kepada orangtuanya, Kiai Hamid langsung menanyakan bagaimana latar belakang keluarga Tia. Ridho akhirnya berterus terang bahwa Tia bukan berasal dari keturunan kiai. Spontan kiai Hamid menolak permintaan Ridho.Â
Beliau menganggap bahwa Tia tidak sekufu dengan Ridho baik dari segi pendidikan maupun ekonomi. Sebenarnya Ridho pernah ditawarkan beberapa Ning yang lebih cantik daripada Tia.Â
Tetapi Ridho bersikeras memilih Tia dan mencoba membujuk ayahnya. Namun, hasilnya tetap sama, usahanya berakhir sia-sia. Ia telah gagal memperjuangkan Tia dihadapan orangtuanya.
"Abah, memangnya pernikahan antara sesama kalangan kiai akan menjamin keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah?", tanya Ridho kepada Kiai Hamid.