Abstract
Uang memegang peranan yang signifikan dan penting dalam kehidupan, dan
merupakan urat nadi untuk perekonomian. Akan tetapi, tren peredaran uang palsu
menunjukkan angka yang progresif setiap tahunnya. Hal ini merupakan akibat dari semakin
mudahnya akses informasi tentang metode pembuatan uang palsu di internet serta kemajuan
teknologi juga mempermudah pelaku kejahatan dalam melakukan pemalsuan uang. Peredaran
uang palsu dapat menimbulkan inflasi yang mengancam pertumbuhan ekonomi dan merupakan
ancaman tidak nyata dan non militer. Penelitian ini mengkaji tentang strategi preventif
pencegahan peredaran uang palsu di Indonesia. Analisis data dilakukan menggunakan
pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya tindak
pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu adalah faktor ekonomi, pendidikan yang
menyebabkan minimnya pengetahuan masyarakat tentang keaslian uang, perkembangan
teknologi percetakan dengan ketersedian barang dan harga yang terjangkau di kalangan
masyarakat, dan rendahnya hukuman bagi para pelaku tindak pidana pemalsuan uang sehingga
tidak memberikan efek jera. Untuk mencegahnya, Bank Indonesia menggunakan strategi
preventif, preemptif dan represif. Monitoring media dan program CIKUR menjadi salah satu
strategi preventif pencegahan peredaran uang palsu di Indonesia.
Peredaran uang palsu di Indonesia merupakan masalah serius yang dapat mengancam
kestabilan perekonomian negara, merusak sistem keuangan, dan mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap mata uang yang sah. Uang palsu tidak hanya berdampak pada kerugian
finansial individu maupun pelaku usaha, tetapi juga berpotensi menyebabkan inflasi, gangguan
pada sistem perbankan, dan melemahnya posisi mata uang negara di mata internasional.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas kestabilan moneter, Bank Indonesia dan
pemerintah memiliki peran sentral dalam mencegah peredaran uang palsu dan menjaga
integritas uang negara.
Seiring dengan berkembangnya teknologi percetakan dan digitalisasi, pembuatan uang
palsu semakin canggih dan sulit terdeteksi. Sebelumnya, uang palsu hanya dapat diproduksi
menggunakan teknik-teknik cetak manual yang sederhana, namun saat ini, kemajuan teknologi
telah memungkinkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memproduksi uang
palsu dengan kualitas yang hampir setara dengan uang asli. Hal ini membuat masyarakat lebih
sulit untuk membedakan uang yang sah dari uang palsu, sehingga meningkatkan risiko
peredaran uang palsu di pasar.
Menurut data dari Bank Indonesia (BI), peredaran uang palsu di Indonesia
menunjukkan kecenderungan yang signifikan meskipun pihak berwenang telah melakukan
berbagai langkah pencegahan. Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter, terus bekerja sama
dengan pihak kepolisian dan instansi terkait untuk menanggulangi masalah ini, baik melalui
pendidikan kepada masyarakat tentang cara mengenali uang palsu, memperkenalkan teknologi
pengaman pada uang yang diterbitkan, maupun penguatan pengawasan dan penindakan
terhadap pelaku peredaran uang palsu.
Selain itu, peredaran uang palsu juga memiliki dampak yang lebih luas terhadap
kepercayaan publik terhadap mata uang negara. Uang, sebagai alat tukar yang sah, merupakan
fondasi dari sistem perekonomian modern. Jika masyarakat tidak lagi mempercayai keaslian
uang yang beredar, mereka bisa beralih ke bentuk pembayaran lain, seperti mata uang asing
atau barang dan jasa yang lebih stabil. Hal ini dapat mengganggu sistem ekonomi domestik
dan memperburuk masalah inflasi.
Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memiliki kebijakan dan regulasi yang
terus diperbarui untuk mengatasi peredaran uang palsu. Di antaranya adalah pengenalan uang
dengan fitur-fitur keamanan tinggi, seperti hologram, tinta yang berubah warna, dan benang
pengaman, yang sulit dipalsukan. Pemerintah juga melakukan kampanye edukasi kepada
masyarakat mengenai cara-cara mengenali uang palsu serta pentingnya menjaga keaslian uang
yang beredar. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan kerja sama dengan aparat penegak
hukum untuk menindak tegas para pelaku yang terlibat dalam pembuatan dan peredaran uang
palsu.
Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan tetap ada. Salah satu
tantangan terbesar adalah maraknya penggunaan teknologi digital yang mempermudah
produksi uang palsu secara massal. Beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab
menggunakan perangkat lunak canggih dan printer berkualitas tinggi untuk memproduksi uang
palsu yang sangat mirip dengan uang asli. Oleh karena itu, selain memperkuat sistem
pengamanan fisik pada uang kertas dan logam, pemerintah juga perlu memperhatikan
aspek teknologi informasi dalam penanggulangan peredaran uang palsu.
Di sisi lain, pemerintah juga dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan
awareness masyarakat. Banyak masyarakat yang masih belum memahami pentingnya
mengenali ciri-ciri uang palsu atau tidak memiliki kemampuan untuk membedakan uang palsu
dari uang yang asli. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan keuangan yang memadai di tingkat dasar maupun menengah. Dengan demikian, edukasi yang lebih intensif, baik melalui
media sosial, kampanye publik, maupun penyuluhan langsung, menjadi salah satu prioritas
dalam upaya pemerintah untuk menangani masalah ini.
Dampak Sosial dan Ekonomi Peredaran uang palsu tidak hanya merugikan individu
yang menjadi korban, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Uang
palsu yang beredar dapat menyebabkan inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Selain
itu, uang palsu dapat merusak reputasi sistem keuangan nasional di mata investor asing. Negara
yang tidak mampu menjaga kepercayaan publik terhadap uangnya cenderung menghadapi
masalah ekonomi yang lebih besar, seperti penurunan investasi asing dan terhambatnya
pertumbuhan ekonomi.
Uang palsu adalah uang yang dibuat untuk meniru atau menyalin uang asli yang
diterbitkan oleh otoritas moneter, seperti Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengelabui dan
digunakan sebagai alat tukar yang sah, meskipun uang tersebut tidak sah dan tidak memiliki
nilai resmi. Uang palsu dapat berupa uang kertas maupun uang logam, dan seringkali
diproduksi dengan kualitas yang sangat mirip dengan uang asli, baik dari segi desain maupun
bahan yang digunakan. Tujuan utama dari pembuatan uang palsu adalah untuk memperoleh
keuntungan secara ilegal, baik untuk transaksi sehari-hari maupun untuk disalurkan ke dalam
sistem perekonomian secara luas.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang, uang palsu diartikan sebagai "barang cetakan yang menyerupai uang yang sah yang
diterbitkan oleh negara dengan maksud untuk diperjualbelikan dan digunakan sebagai alat
pembayaran yang sah". Pengedaran uang palsu adalah tindakan yang melanggar hukum dan
dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelaku-pelakunya.
Pembuatan uang palsu sering kali melibatkan teknologi tinggi untuk meniru elemenelemen keamanan yang ada pada uang asli, seperti watermark, benang pengaman, hologram,
dan tinta yang berubah warna. Dengan kemajuan teknologi percetakan, pembuatan uang palsu
semakin sulit untuk dideteksi, sehingga diperlukan kewaspadaan tinggi dari masyarakat dan
pihak berwenang untuk mengenali dan menangkalnya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU No.
7/2011).
Rifki, S. (2017). Keamanan Uang Kertas dan Pencegahan Uang Palsu di Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Keuangan, 9(2), 141-153.
Simanjuntak, H. (2020). Peredaran Uang Palsu di Indonesia dan Implikasinya terhadap
Ekonomi Negara. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 12(1), 34-47
Pandangan Pemerintah terhadap Kasus Uang Palsu di Indonesia dan Upaya Penanganannya
diantaranya Kasus uang palsu di Indonesia adalah salah satu masalah yang terus mendapat
perhatian serius dari pemerintah. Uang palsu (UP) yang beredar di masyarakat dapat merugikan
perekonomian negara, menciptakan ketidakstabilan nilai mata uang, serta merusak sistem
kepercayaan masyarakat terhadap uang sebagai alat transaksi. Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia melalui berbagai lembaga terkait, seperti Bank Indonesia (BI), Kepolisian, dan
Kementerian Keuangan, berupaya secara serius untuk mencegah peredaran uang palsu dan
menangani kasus-kasus yang terjadi.
Pandangan Pemerintah terhadap Uang Palsu. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bank
Indonesia sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter dan pengedaran
uang, memandang uang palsu sebagai ancaman terhadap stabilitas perekonomian. Uang palsu
dapat merusak sistem keuangan negara, mengganggu stabilitas harga, dan merusak
kepercayaan masyarakat terhadap mata uang yang sah. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat
terhadap peredaran uang dan pemberantasan uang palsu menjadi prioritas bagi pemerintah.
Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa mereka terus meningkatkan kualitas dan keandalan
uang rupiah yang dikeluarkan, dengan memperkenalkan desain dan fitur keamanan terbaru.
Hal ini bertujuan untuk mempersulit upaya pemalsuan uang dan menjaga agar masyarakat tidak
dirugikan oleh beredarnya uang palsu.
Adapun Langkah-langkah Pemerintah dalam Menangani Kasus Uang Palsu
Pemerintah melalui Bank Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah
melaksanakan berbagai upaya untuk menangani dan menanggulangi peredaran uang palsu di
Indonesia.
Penguatan Desain dan Fitur Keamanan Uang Rupiah: Sejak pertama kali dikeluarkan pada
tahun 1946, uang rupiah terus mengalami perubahan desain untuk meningkatkan fitur
keamanannya. Pada tahun 2016, Bank Indonesia meluncurkan uang rupiah dengan desain baru
yang dilengkapi dengan berbagai fitur keamanan canggih, seperti watermark, tinta yang
berubah warna, dan elemen-elemen pengaman lainnya yang sulit dipalsukan. Tujuan dari
pembaruan desain ini adalah untuk membuat uang rupiah lebih sulit untuk dipalsukan dan
memperkecil peluang peredaran uang palsu.
Pendidikan dan Sosialisasi kepada Masyarakat: Bank Indonesia aktif melakukan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai cara membedakan uang asli dan uang palsu. Salah satu program
yang diluncurkan adalah "Cek dan Rasakan," di mana masyarakat diajarkan untuk memeriksa
keaslian uang dengan cara meraba, melihat, dan memeriksa berbagai fitur keamanan uang.
Kerjasama dengan Kepolisian dan Aparat Hukum: Pemberantasan uang palsu di Indonesia
melibatkan kerja sama erat antara Bank Indonesia dengan pihak kepolisian dan aparat hukum
lainnya. Polri melakukan penindakan terhadap para pelaku pemalsuan uang, sedangkan Bank
Indonesia membantu dalam proses identifikasi uang palsu dan memberikan pelatihan kepada
aparat hukum.
Penyuluhan melalui Media Massa dan Teknologi: Pemerintah juga menggunakan media
massa dan teknologi digital untuk menyebarkan informasi tentang cara mengenali uang palsu.
Misalnya, Bank Indonesia memiliki aplikasi mobile yang dapat membantu masyarakat
memeriksa keaslian uang melalui fitur scanner atau foto. Selain itu, kampanye melalui media
sosial juga dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahayanya
peredaran uang palsu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H