Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku Tidak Bercita-cita Jadi Pembantu

15 November 2012   12:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:18 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak pernah bercita-cita menjadi pembantu. Meski aku kini adalah seorang pembantu rumah tangga. Entahlah apakah cita-citaku yang sebenarnya dapat terwujud jika saja nasib berkata lain, aku tidak tahu. Karena memang aku tidak pernah punya cita-cita mau jadi apa ketika dewasa nanti. Aku hanya mempunyai harapan yang mungkin akan ditertawakan banyak orang mengingat aku hanyalah seorang pembantu.

Aku sebenarnya pernah bersekolah hingga SMP dan ketika masih bersekolah aku terkenal sebagai siswa yang berprestasi di cabang olahraga senam. Guru olahraga ku begitu memujiku dan membanggakan aku karena prestasiku. Aku selalu menjadi juara jika diikutkan dalam perlombaan antar sekolah tingkat daerah.

Sayangnya aku bersekolah di sebuah kota kecil. Walau namanya ada di peta provinsi Jawa Tengah, namun tetaplah bukan ukuran yang sepadan bila dibandingkan dengan sekolah yang ada di ibukota provinsi. Apalagi di ibukota negara Indonesia tercinta ini. Maka sejumlah prestasi yang aku raih pun menjadi tidak berarti.

Buktinya, setelah aku lulus dan kemudian menganggur, ijazahku teronggok begitu saja. Aku tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA karena ketiadaan biaya. Sedangkan adik-adikku masih membutuhkan banyak biaya. Selanjutnya aku pindah ke Jakarta. Ke tempat kakakku di sebuah daerah padat di Jakarta Barat. Aku pun disalurkan kerja di industri garment rumahan oleh kakakku.

Menjadi buruh memang lumayan penghasilannya. Namun tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Apalagi untuk menggapai cita-citaku yang sebenarnya. Karena krisis ekonomi pula, Engkoh yang menjadi bosku bangkrut. Aku pun terpaksa menganggur beberapa saat.

Berita baik selanjutnya datang kepadaku. Aku ditawari untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sayangnya penghasilannya teramat kecil bila dibandingkan kerja di garment. Namun daripada nganggur, aku pun menerima tawaran itu. Akhirnya aku bekerja kembali dan mendapat status pembantu rumah tangga.

Aku bekerja di sebuah keluarga muda yang baru mempunyai seorang anak bayi. Beruntung majikanku orangnya baik. Setiap hari Sabtu dan Minggu aku mendapat kesempatan untuk mengunjungi kakakku yang ada di Jakarta. Padahal tempat kerjaku sekarang berada di daerah Bogor.

Majikanku juga memperlakukan aku secara manusiawi. Akupun bersyukur karenanya. Sebab jika dibandingkan dengan berbagai cerita penderitaan pembantu  yang berkerja di dalam maupun di luar negeri, aku jauh lebih baik. Biar gajiku hanya rupiah, tetapi utuh dan tidak mendapat siksaan. Orangtuaku juga tidak sampai harus menjual harta benda hanya untuk menyalurkan aku bekerja.

Di depan rumah majikanku tinggal sepasang suami istri beserta dua orang anaknya yang masih kecil. Mereka sebenarnya juga keluarga muda. Hanya dibandingkan dengan usia majikanku, mereka termasuk lebih tua. Dari keluarga mereka inilah aku memiliki seorang teman bergaul. Namanya Imas.

Imas berasal dari Sukabumi. Dia sebenarnya sudah janda, anaknya satu, perempuan. Imas kira-kira seusia denganku, dua puluh tahun. Menurutku Imas orangnya rajin dan agak pendiam. Meskipun begitu, Imas adalah seorang pendengar yang baik. Aku bisa betah berlama-lama curhat kepada Imas. Entahlah, apakah dia akhirnya lama-lama bosan mendengar curhatku yang terus menerus itu.

Di sebelah kanan rumah majikanku, aku juga memperoleh teman, namanya Yuli. Yuli kira-kira berusia enambelas tahun dan masih gadis. Orangnya kelihatan pendiam, tetapi ternyata kalau sudah bicara, maunya ngobrol tentang cowok melulu. Yuli berasal dari Cipanas, Cianjur. Itu lho, daerah yang termasuk kawasan Puncak. Aku juga belum tahu yang mana Puncak itu. Katanya sih indah, sejuk, dan nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun