Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kikan, Jangan Jutek Dong!

15 November 2012   09:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:19 3913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kikan, seorang gadis tomboy yang berwajah manis. Sayangnya senyum tidak selalu keluar dari bibirnya. Rambutnya lurus sebahu, berwarna hitam, tentu tanpa ketombe.  Semua teman-teman tidak berani berkutik bila Kikan sudah punya mau. Maksudnya mau duduk di depan, mau ngobrol, mau duduk di belakang, mau pura-pura tidur, mau duduk di tengah, apalagi saat ulangan. Semuanya terserah Kikan, deh.

Bahkan tidak ada satu pun guru  yang dengan mudah memerintah Kikan. Selalu ada saja alasannya untuk menolak. Entah alasan sakit perut karena habis makan rujak, entah alasan mengantuk karena semalam bergadang menghafal pelajaran (padahal sih karena tersugesti oleh lagu Bergadangnya Rhoma Irama aja tuh), atau entah karena seeebeeeel banget ama tuh guru ! Idiih, kok sama guru gitu, sih , Kikan ?

“Ya jelas sebel dong ! bagaimana tidak sebel bin jengkel, kalo guru itu maunya nyuruh-nyuruh doang ! Mau nulis di papan tulis aja nyuruh diapusin dulu tuh tulisan yang ada di papan,” jelas Kikan kepada Dita temannya.

“Kan lo juga yang nulis segede-gedenya !” tuding Dita.

“Iya sih, tapi kan bukan kemauan gue sendiri,” bantah Kikan.

“Habis kemauan siapa ? Kan lo sendiri waktu itu yang nulis ?” tuding Dita lagi.

“Betul, tapi maksud gue tuh, tulisan itu, kemauan tangan gue, tau ! kalo ati gue sih, kagak, lah,” jelas Kikan enteng.

Tinggal Dita bingung memahami apa maksud Kikan. Yah, nama juga sahabat karib. Apapun yang terjadi dan menimpa dirinya, tetap harus diterima dengan lapang dada. Meski sebenarnya isi dada tidak seluas lapangan bola. Makanya yah kalo disuruh lapang, tetap aja sempit ! Iya, sih. Mana ada tubuh manusia yang besarnya melebihi stadion olahraga ? Raksasa kaleee ?

Oh ya, kita lanjutin dulu prolog tentang Kikan, ya ? Kikan ceritanya bersekolah di SMA Negeri unggulan, namanya ada, tapi lupa. Jelasnya namanya bukan SMA Negeri Unggulan, lho. Kata para guru, SMA Negeri Kikan adalah SMAnya anak-anak pilihan. Yah…mau pilih apa saja boleh. Pilih yang merah, hijau, ungu, biru, hus, hus ! Itu sih pilih apaan ?

Tapi ada yang protes juga neeh. Katanya kok sekolah unggulan melulu ! Apa kagak ada sekolah yang lain gitu ? Yah, ada juga sih. Tapi jangan cerewet dululah. Ini baru mulai cerita. ? Terusin dulu ceritanya, fren (sorry gak ada maksud iklan).

Ssstt…..Kikan sudah kelas Sebelas, nih. Lagi sweet-sweetnya sebagai gadis remaja. Ehem ! Sayangnya dia masih jomblo, en jablay. Eh, tapi apa iya kalo belum punya pacar terus musti dibilang demikian ? Cailah, pake demikian lagi ! Ah, gak pa-pa dah, kan lagi ngetrendnya. Gitu aja kok repot ? Sorry lagi, ngambil ungkapan Gus Dur.

Tapi Kikan juga gak perduli tuh, kalo dibilang jomblo en jablay. Habis dia juga lagi asyik banget ama hobynya. Hobynya segudang euy ! Ada hobi basket, volley, bulu tangkis, renang, pingpong, catur, ………’n tinju ! Ah, enggak. Itu enggak sekali, eh….enggak benar. Kikan jelasnya masih tetap seorang cewek sungguhan kok. Buktinya dia masih suka sama cowok.

Meski katanya gak perduli dan masang tampang sok jual mahal, secara bisik-bisik, Kikan bilang pada Dita. Lalu Dita bilang pada Asti, Asti bilang pada Meike, Meike bilang Roni, Roni bilang pada his gank ! Katanya Kikan suka ama cowok yang imut dan ngegemesin gitu, katanya. Malangnya para cowok yang mau ditembak pada takut berlarian. Karena memang bawa pistol beneran tau ! Enggak ding, maksudnya pistol mainan maaangg……

Habis…..salah Kikan juga, teman-teman. Bukannya sikap kemayu yang ditunjukkan Kikan, eh ini malah premanisme. Secara kayak jagoan gitu.  Padahal cowok-cowok yang bertampang imut itu gak banyak. Kebanyakan malah bertampang aneh-aneh. Mulai dari cupu, sok sangar, sok ganteng, sok pintar, sok gaul, sok……imut…..sok, sok, besok.

Oalah Kikan, Kikan. Katanya mau jadi putri Cinde….laras, eh…..Cinderella. Tetapi Kikan punya alasan sendiri kalau ditanya begitu. Mukanya akan terlihat sewot, matanya melotot, dan…..bibirnya menyot. Maksudnya untuk menjelaskan kalau bibirnya jadi serong ke bawah, bukan berarti berubah tidak elips lagi.

“Aku dari dulu sudah begini, tau ! Mau dirubah jadi apalagi ?! Lagi putri Cinderella kan hanya dongeng. Lady Diana yang dianggap jelmaan Cinderella juga akhirnya mati ketabrak. Putri Grace juga yang sebelumnya dijuluki sebagai Putri Cinderella juga mati ketabrak. Iiiih, amit-amit ! Aku gak mau mati ketabrak seperti mereka, tau !” katanya ketus.

“Lady Diana itu orang mana ?” tanya Dita.

“Orang Inggris,” jawab Kikan.

“Putri Grace ?” tanya Asti.

“Orang Monaco,” jawab Kikan lagi.

“Oooh, kenapa jauh-jauh amat ? Di sini kan ada Nike Ardila,” komentar Meike tanpa dosa.

Kikan yang sedang sewot bertambah sewot. Temannya langsung ditinggal begitu saja. Tinggal temannya itu, seorang diantaranya gadis berkaca mata, rambut ekor kuda, Siti Rohani namanya, melongo tanpa bisa mencegah kepergian Kikan. Masalahnya dia juga dari tadi emang lagi bengong !

.................................

Nah, sekarang ceritanya lagi di bulan Ramadhan. Ada kejutan yang diperlihatkan Kikan. Dia tiba-tiba saja jadi gadis alim. Memakai kerudung pula ! Meski sesekali terdengar keluhannya yang merasa kegerahan, Kikan tetap berkeras memakai kerudung itu kalau ke sekolah. Kalau di rumah gak tahu juga, ya ?

Kejutan yang lain dari Kikan adalah kali ini dia antusias banget ngikutin kegiatan pengajian di mushollah sekolah. Kikan sebenarnya sehari-harinya bukan orang yang rajin beribadah. Sholat, suka-sukanya dia. Ngaji cuma bisa Iqro jilid satu. Itupun suaranya kayak penyanyi rock dikejar-kejar waria. Sorry ya, kaum waria. Bukan mau nyinggung. Tapi emang kata beberapa sohib, paling nakutin kalo udah ketemu waria. Apalagi sampe dikejar-kejar !

Hus ! Diam ah ! Komentar mulu ! Mo diterusin lagi, gak ? Begini nih, dari bisik-bisik dengan beberapa temannya, ternyata Kikan sedang naksir berat tuh ama salah-seorang kakak pembina Rohis ! Orangnya memang imut, baik, tidak sombong, pendiam, dan pintar.  Sudah begitu dia alumni sekolahnya dan masih berstatus mahasiswa ! Dia itu mahasiswa salah-satu perguruan tinggi terkenal di Bandung, tahu. Pantas saja tutur katanya nyunda banget.

“Kikan, sudah datang dari tadi, ya ?” tegur sang Kakak imut membuyarkan lamunan Kikan.

“Eh, enggak, eh iya, sudah dari satu abad yang lalu,” Kikan menjawab gelagapan.

Kakak itu tersenyum. Kikan pun tersenyum.  Kakak itu kemudian beralih menuju sebuah tempat yang dibatasi dengan tabir tirai. Yah…..jadinya Kikan tidak bisa melihatnya lagi tuh. Tidak lama musholah pun penuh dengan siswa yang diwajibkan ngaji oleh guru agama. Wah ketahuan tuh rahasianya. Ternyata aktifnya Kikan ke mushollah adalah karena ditugaskan oleh guru agama ! Kalian sih keburu su-uzhon. Alias berburuk sangka. Padahal ini bulan puasa lho !

Sebelum latihan membaca Qur’an berakhir, seperti biasanya diberikan kultum oleh salah-seorang kakak pembina. Kultum itu adalah kuliah tujuh menit. Enggak tujuh menit persis sih. Sering kali malah enampuluh menit ! Asal jangan seribu empatratus empatpuluh menit aja ya ? Hayo, yang gak pinter matematika, berapa jamkah itu ? Sebab……..ama mahluk yang namanya matematika itu, ihik…ihik…ihik……menyedihkan !

Eh, udah. Lihat tuh ! Kali ini Kikan terkejut berbonus bahagia. Sebab yang menjadi pengisi kultum adalah sang idola. Setelah mengucap salam dan sederet ayat serta hadist, sang idola memperkenalkan diri. Duh, mendengar suaranya saja, Kikan hampir semaput. Karena suaranya teramat-amat lembut. Belum lagi melihat wajahnya yang imut, terus ada semut. Eit, salah, maksudnya ada tai lalat semungil semut di dahi kanan atas. Ih, lucu, ya ?

Dah, ah. Sungguh, Kikan baru tahu kalau kakak itu namanya adalah Yusuf. Nama Nabi yang paling ganteng dari sekian para Nabi. Karena tabir tirai tidak seberapa tinggi, sedangkan kak Yusuf memberikan kultum sambil berdiri, maka Kikan pun dapat memuaskan hatinya menikmati kegantengan wajah Yusuf.

Terdengar Yusuf menerangkan tentang surah Al Ahzab ayat 59 dan Al Ahzab ayat 33. Suara Yusuf terdengar mantap dan jelas. Membuat bulu kuduk Kikan berdiri dan hatinya menciut takut. Kikan tidak sanggup lagi mendengar keseluruhan kultum Yusuf. ApaIagi ketika Yusuf mengutip arti kedua surah tersebut.

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri—istrimu, anak-anak perempuan dan istri-istri orang mukmin : hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Al Ahzab : 59).

“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, (Al Ahzab : 33).”

Tidak kalah mencemaskan, Yusuf juga menyebutkan sebuah hadist shahih yang diriwayatkan Bukhari, yaitu : “ Nabi Muhammad SAW melaknat kaum lelaki yang memakai pakaian seperti kaum wanita  dan kaum wanita yang memakai pakaian seperti kaum lelaki, serta melaknat kaum waria baik laki-laki maupun perempuan.”

Malamnya Kikan menangis di tempat tidur. Ia merasa takut dan berdosa. Keesokkan harinya dan hari-hari selanjutnya Kikan berubah total. Dari gadis tomboy, Kikan menjadi gadis sholehah. Keluarga dan teman-temannya terkejut, senang, dan sekaligus bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan Kikan ?

Tetapi Kikan masih belum mau buka mulut. Bukan hanya karena ini bulan Puasa, jadi agak males yang namanya buka mulut. Tapi juga karena gak mau dijadikan tersangka yang kudu diinterogasi macam-macam. Kikan sendiri juga masih dalam suasana psikologis yang katanya “Shock culture” sebagai akibat dari “shock therapy”. Tau gak tuh artinya ? Udah deh, ya, daripada cape nunggu jawaban dari lo pada, lebih baek lanjutin lagi bacanya.

....................................

Maka ketika penutupan kegiatan Ramadhan, diadakan buka puasa bersama. Rohis SMAnya Kikan tidak ketinggalan mengadakan acara buka puasa bersama sendiri. Biar lebih terasa Islami. Begitu alasan mereka. Kikan pun bersemangat untuk hadir. Harapannya Yusuf dapat hadir pula.

Acara demi acara berlalu. Kikan mencari-cari dengan matanya kemana gerangan kak Yusuf ? Ketika Kikan bermaksud ingin tahu, dia melihat ke arah sekelompok akhwat (panggilan untuk kaum perempuan di Rohis) yang merupakan kakak kelasnya, sedang tertawa-tawa kecil. Mereka tampaknya gembira membicarakan sesuatu.

Kikan ingin tahu lebih jauh lagi. Dia mendengar salah-seorang dari mereka berkata.

“Selamat ya, jadi setelah lulus baru diadakan resepsinya ?”

“Benar,” jawab salah-seorang akhwat yang wajahnya kelihatan cantik.

“Wah, kalian memang pasangan yang serasi,” sambut yang lain.

“Kita memang tidak salah mengundang kak Yusuf untuk kegiatan Gelar Ramadhan kemarin. Selain dapat ilmunya, juga ada teman kita yang dilamar menjadi istrinya,”

“Lalu bagaimana dengan sekolahmu ? Kan kelulusan masih enam bulan lagi ?”

“Tidak masalah. Kami hanya menikah secara siri, secara agama. Memang kak Yusuf sendiri yang menginginkan pernikahan ini. Tujuannya agar kami tidak berzinah. Selain itu kak Yusuf kan masih kuliah di Bandung. Jadi memang tidak memungkinkan bertemu setiap hari,”

“Kalau ternyata kamu nanti sampai punya anak bagaimana ?”

“Tidak masalah. Anak kan berarti rezeki. Masa rezeki kita tolak ?”

Bagai disambar meriam VOC, Kikan tersentak kaget. Jadi……kak Yusuf telah…..menikah dengan kakak kelasku sendiri ? Demikian bathin Kikan. Kikan ingin cepat-cepat meninggalkan musholah sekolahnya. Matanya sudah dipenuhi air. Untunglah gak sampai tumpah membanjiri sekolah. Karena Kikan mencoba menahannya sekuat mungkin. Baru di malam hari, di tempat tidurnya Kikan menangis sepuas-puasnya.

Esoknya Kikan mulai meragukan keseriusannya untuk memakai kerudung lagi. Dalam kebimbangan, Kikan yang masih tetap memakai kerudung, berjalan kaki menyusuri mall terkenal yang dekat dengan sekolah. Tampak baju beraneka model terpajang di kaca etalase. Kikan berhenti dan merenung sejenak.

Banyak dari model-model baju yang ada pernah dikenakan Kikan. Namun semenjak Kikan mengikuti pengajian, model-model itu langsung disumbangkan ke orang lain yang ingin memilikinya. Kikan menghela nafas sejenak lalu merenung dalam-dalam. Adakah keinginan untuk mengenakan kembali model tersebut ?

“Ah, perduli dengan model baju itu. Aku memakai kerudung karena memang aku ikhlas untuk memakainya. Bukan semata karena kak Yusuf,” Kikan berkata dalam hati.

Seakan kata-katanya itu bergema dalam hati, maka terbentang jalan lapang untuk Kikan. Kikan pun kembali ceria dan tidak jutek lagi. Kikan juga masih suka cowok imut, meski kali ini untuk menjadi teman belajarnya. Yah….memang buat apa untuk suatu niat yang baik harus tergantung pada seseorang ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun