Mohon tunggu...
Burhan Yusuf
Burhan Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Pena adalah kawan, tinta adalah hembusan.

Mahasiswa Sharia and Islamic Law Al-Azhar University, Cairo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyikapi Covid-19 dari Perspektif Tauhid (Spesial Ulang Tahun Covid ke-1)

5 Maret 2021   16:30 Diperbarui: 5 Maret 2021   16:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict by elevenews.com

Sebagai seorang yang beriman kepada Allah SWT, hendaknya kita menyikapi kasus penyebaran Covid-19 dengan sikap yang menggambarkan keimanan dan ketakwaan seorang hamba. Semua sikap ini telah terangkum dalam syariat-Nya yang mulia, menuntun manusia dalam segala aspek kehidupan mulai dari peribadatan hingga menyikapi pandemi yang terjadi satu tahun kelakangan ini.

Pemerintah yang berwenang dengan para Ulama telah banyak membahas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Hal ini tentu juga disesuaikan dengan penerapan hukum baru dalam peribadatan maupun muamalah antar manusia. Tak cukup dengan itu, perlu adanya penjelasan kepada masyarakat tentang sikap dan praktek dalam berakidah mentauhidkan Allah SWT dengan benar dalam kondisi seperti ini, karena pada faktanya banyak yang masih dalam kekeliruan menjalankan praktek tauhid.

Bagaimana seorang muslim harus bersikap ?

Pertama : 

Dalam permasalahan takdir, wabah, musibah adalah perkara yang sifatnya ghaib atau hanya Allah saja yang mengetahui, dan mengimani perkara ghaib adalah bagian dari akidah seorang muslim yang mentauhidkan Allah SWT.

Dalil-dalil dari Al-Quran sangat banyak, diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala 

 "Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku." ( QS Al-Ahzab 33 :38)

Dan juga firman-Nya yang lain:

"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu." (QS Al-Hijr 15 : 21)

Juga firman-Nya:

 "Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan." (QS Al-Mursalaat 77 : 22-23)

adapun dari hadits Baginda Nabi shallalahu 'alaihi wasallam dalam hadits Jibril AS ;

 "...Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk... ."

"...Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, 'Se-andainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.' Tetapi ucapkanlah, 'Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi... .'" 

Kedua :

 Meyakini bahwa pandemi ini adalah ujian bagi orang-orang yang beriman dan teguran dari Allah subhanahu wa ta'ala agar hambanya kembali mengingat-Nya serta kembali kepada jalan yang lurus.

Ketiga : 

Meyakini bahwa tidaklah virus Corona ini menimpa seseorang melainkan berdasarkan ketetapan Allah dalam takdirnya.

Rasulullah shallalahu'alaihi wasallam bersabda :

 "(Wabah) tha'un adalah azab yang dikirim Allah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah menjadikannya rahmat bagi orang-orang mukmin. Maka tidaklah seorang hamba yang tertimpa (wabah) tha'un (di daerahnya), kemudian ia menetap di negerinya seraya bersabar, mengetahui bahwa tidak akan ada yang menimpanya kecuali apa yang sudah Allah tuliskan, melainkan ia mendapat seperti pahala syahid" (HR. Bukhari: 5734)

Hadits di atas menjelaskan bahwa wabah adalah adzab bagi orang yang Allah kehendaki dan merupakan rahmat bagi orang-orang mukmin yang dengannya mereka akan mendapatkan pahala syahid.

pahala syahid. 

NAMUN, SIAPAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN ORANG YANG DIKEHENDAKI ALLAH UNTUK MENDAPAT AZAB DARI WABAH TERSEBUT ?

Dalam hadist lain disebutkan;

"Wabah adalah (pahala) syahid bagi orang-orang yang beriman serta rahmat bagi mereka dan azab bagi orang kafir" (HR. Ahmad: 20767)

Ibnu hajar menuliskan bahwa hadist di atas jelas menerangkan bahwa wabah tha'un sebagai rahmat itu hanya dikhususkan bagi orang-orang Islam saja. Dan apabila ia menimpa orang kafir, maka itu adalah azab bagi mereka yang dipercepat di dunia sebelum akhirat.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa orang yang dikehendaki untuk mendapat adzab dari wabah tha'un itu adalah orang-orang kafir. Dan perlu dipahami, bahwa wabah yang secara jelas diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai adzab bagi orang-orang kafir itu adalah wabah tha'un yang terjadi di zaman itu. Sehingga hal tersebut tidak bisa melegitimasi pemikiran kita bahwa Covid-19 saat ini adalah adzab bagi orang-orang kafir di zaman kita, karena hanya Allah yang mengetahui rahasia di balik semua ini.

Apakah wabah juga merupakan rahmat bagi muslim yang bermaksiat atau tidak? 

Dalam hal ini Ibnu hajar menjelaskan bahwa ada dua kemungkinan. Namun sebelumnya, kita perlu memahami maksud dari muslim yang bermaksiat terlebih dahulu, yaitu adalah orang yang melakukan dosa besar dan terkena wabah sedangkan ia tetap melakukan dosa tersebut.

 kembali kepada dua kemungkinan tadi, yaitu:

Kemungkinan Pertama, bisa dikatakan bahwa wabah bukanlah rahmat bagi muslim yang bermaksiat, sehingga apabila ia terkena wabah dan meninggal karenanya maka tidak akan mendapatkan pahala syahid. Kemungkinan ini bisa diperkuat dengan:

1. Ayat Al-Qur'an;

"Apakah orang-orang yang melakukan keburukan itu mengira mereka akan kami jadikan seperti orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan?" (QS. Al-Jatsiyah: 21)

Ayat ini memberi kesan bahwa wabah tidak mungkin menjadi rahmat bagi pelaku maksiat.

2. Hadits ;

"Umatku akan tetap berada dalam kebaikan selagi anak hasil zina tidak tersebar di antara mereka, maka apabila anak hasil zina sudah tersebar di antara mereka maka Allah hampir saja akan meliputi mereka dengan siksaan."  (HR. Ahmad: 26830)

Hadist di atas menjelaskan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala akan menimpakan siksaan kepada umat manusia apabila kemaksiatan telah merajalela di antara mereka. Sehingga terkadang wabah itu merupakan siksaan yang disebabkan oleh kemaksiatan. Maka bagaimana mungkin, seorang tukang maksiat dapat dimuliakan dengan diberi pahala syahid?

Kemungkinan kedua, bisa dikatakan bahwa wabah itu menjadikan rahmat juga bagi muslim yang berbuat maksiat. Kemungkinan ini diperkuat dengan hadits lain yang berbunyi;

"(Wabah) tha'un adalah syahadah (baca; bisa mendatangkan pahala atau derajat syahid) bagi setiap muslim." (HR. Bukhari: 2830)

kemungkinan ini diperkuat oleh Ibnu hajar bahwa tidak mesti ketika seorang pelaku kesalahan mendapat derajat syahid kemudian bisa disamakan antara orang yang imannya sempurna dari segi kedudukan, karena derajat syahid memiliki tingkatan yang berbeda-beda sebagaimana seorang pelaku maksiat yang ikut andil berjihad apabila mati di jalan Allah dengan niat meninggikan kalimat Allah seraya maju dan tidak mundur tidak sama derajatnya dengan syahid yang memiliki iman yang sempurna dan bukan tukang maksiat.

Juga merupakan rahmat Allah kepada umat Islam, Ia menyegerakan siksaan di dunia bagi muslim yang merupakan tukang maksiat ketika ia meninggal karena wabah dan hal tersebut tidak bertentangan dengan fakta bahwa dia akan mendapat pahala syahid, terlebih kebanyakan mereka tidak melakukan kemaksiatan yang mendatangkan wabah tersebut secara langsung, akan tetapi mereka terkena siksa boleh jadi karena tidak melaksanakan nahi munkar.

Keempat : 

Mengambil sebab-sebab yang diperbolehkan secara syariat agar terhindar dari virus Corona dan menjauhi sebab-sebab yang dilarang oleh syariat.

Dalam proses menuju tawakal yang sempurna adalah mengambil sebab atau kita mengenal dengan proses ikhtiar. Sebagaimana seorang pelajar ingin lulus dalam sebuah ujian, selain berdoa kepada Allah pasti harus dibarengi dengan proses belajar, membeli buku, bertanya kepada guru dan sebagainya. Begitu pula dengan menghindari virus Covid-19 ini, haruslah ada pengambilan sebab yang diperbolehkan oleh syariat berdasarkan ketentuan para ahli  (dokter). Juga kita harus tetap meyakini bahwa ini hanya sebatas usaha seorang hamba bukan mutlak menghindarkan dari penyebaran virus serta menyerahkan sisanya kepada ketetapan Allah.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan sebagai pencegahan dari virus Covid-19 diantaranya :

  • Mencuci tangan dengan sabun
  • Menjaga jarak dengan orang yang batuk
  • Memakai masker ketika keluar rumah
  • Tidak menyentuh wajah dengan tangan yang tidak bersih
  • Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau siku yang tertekuk ketika batuk

Adapun kita dilarang mengambil sebab-sebab atau proses ikhtiar dengan cara yang dilarang oleh syariat seperti pergi ke paranormal, menyembelih hewan sebagai persembahan selain kepada Allah, memakai jimat tertentu untuk melindungi diri dari virus Corona. Hal semacam ini dilarang karena dapat menyebabkan kerusakan pada akidah dan kepercayaan kepada Allah. Adapun juga sebab dilarang nya cara-cara yang salah diatas karena menurut akal sehat manusia tidak berhubungan dengan pencegahan virus apapun.

Kelima :   

 Bersabar dan bersyukur.

Bersabar, yaitu dengan berserah diri kepada Allah dan meyakini bahwa tidak akan ada yang menimpa kecuali apa yang sudah dituliskan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Bersyukur dengan mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan dan meyakini bahwa dengan kondisi sekarang pastilah ada orang yang lebih buruk kondisinya di luar sana.

Tidak mengeluh, menyalahkan kondisi dan keadan serta mengembalikan semua kepada Allah setelah ikhtiar dan berdoa adalah ciri orang yang mentauhidkan Allah.

Keenam :

Menaati ulama dan pemerintah dalam kebijakan yang disepakati demi maslahat manusia secara menyeluruh.

Tujuan umum dari pemberlakuan hukum-hukum syariat adalah merealisasikan maslahat manusia baik di dunia maupun di akhirat secara bersamaan. Hal ini tidak akan terjadi kecuali dengan mendatangkan kebaikan (tahshil al-mashalih) dan menjauhi kerusakan (ijtinab al-mafasid).

Karenanya apabila ulama dan pemerintah telah menentukan - berdasarkan petunjuk dan arahan orang-orang yang ahli di bidangnya- mengenai suatu kebijakan hendaknya kita menaatinya. Dalam kaidah fikih disebutkan :

                                                       

"Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain"

"Mencegah kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kebaikan"

Ketujuh :  

Mendoakan untuk kebaikan diri dan orang lain dalam menghadapi pandemi ini & muhasabah diri.

Berdoa adalah kekuatan seorang mukmin dan menandakan kepasrahan dirinya kepada sang pencipta. Langkah terakhir dalam menghadapi virus Corona ini dengan cara berdoa untuk kebaikan diri sendiri dan juga orang lain baik itu yang masih sehat, sedang dirawat ataupun sudah meninggal dunia. Juga introspeksi diri akan kesalahan dan dosa selama ini, sehingga kita menjadi hamba Allah yang dicintai karena taubat kita. Diantara keutamaan berdoa dalam Al-Quran Allah berfirman :

"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina." (QS.Al Mu'minun : 60)

inilah 7 kiat dalam kacamata seorang muslim menyikapi covid-19, selain kita harus mengambil sebab untuk jasmani dibutuhkan pula sebab rohani dengan menerapkan aplikasi ber-tauhid secara benar dalam kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun