Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mbah Dul Legenda Kopi Ponorogo

5 April 2017   23:01 Diperbarui: 6 April 2017   20:30 2108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

pantang menyerah, terus belajar dan tak berpuas diri terhadap apa yang sudah dicapai #am
pantang menyerah, terus belajar dan tak berpuas diri terhadap apa yang sudah dicapai #am
Kini mbah Dul sudah sepuh, warungnya diteruskan oleh anaknya bahkan sudah buka cabang tidak jauh dari warung yang pertama. Warung pertama juga bergeser agak keselatan karena lahan yang lama dibikin perguruan tinggi, namun tak mengurangi pelanggan.

Warung Mbah Dul adalah warung enom, artinya pengunjungnya anak-anak muda sedari dulu. Sehingga warungnya difasilitasi apa yang menjadi kebutuhan anak muda. Musim bola atau motor gp sering dijadikan nonton bareng. Bahkan sekarang menjadi markasnya Anchor, fans-nya Arema di Ponorogo. Setiap Arema tampil warungnya selalu penuh oleh Aremania dengan berbagai atribut bahkan membawa bas dram selayakanya menonton langsung di stadion. Ide dan kreatifitas mbah Dul Khodir sekarang dijiplak oleh cafe-cafe sekarang ini, bagaimana memanjakan pelanggan.

Begitulah cerita seorang mbah Dul Khodir dalam mencintai kopi, menjaga kopi, serta hidup dari mengandalkan kopi. Itu cara mbah Dul Khodir bagaimana menjadi saksi dari perkembangan remaja dari masa ke masa. Suka duka telah dia lalui, tentang kopi yang telah menghidupi dia dan keluarganya. Banyak cerita yang terlewatkan, banyak cerita yang bikin semangat untuk hidup tak boleh menyerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun