[caption id="attachment_148488" align="aligncenter" width="504" caption="Operasi Amputasi"][/caption]
Dan segera saya cuci tangan dan segara mengenakan gaun operasi dan handscoend, segera saya menggantikan teman saya yang berada paling atas sebagai asisten.
“Sory di Tambak Bayan ada kecelakaan dan saya harus menolong...” ucap saya sekali lagi sambil tangan kanan menjepiti pembuluh darah yang terus mengucur, sementara tangan kiri terus menekan pembuluh darah lainnya untuk menunggu di hentikan perdarahannya. Sang operator [dokter bedah] hanya tersenyum. Dan setelah uterus kelihatan, segara menuju ke uterus dan dilakukan sayatan, dan saya mendorong perut berusaha mengeluarkan bayi dari dalam uterus.
“Owek.........owek.......” suara bayi memecah keheningan, segera saya jepit tali pusatnya dengan dua klem lalu teman saya sebagai intrumen memotong tali pusat, sementara sang operator memegang kedua kaki bayi dengan kepala terjungkir untuk diserahkan bagian perawat perinatologi. Setelah uterus selesai dijahit dan dilakukan jahitan retro, sang operator turun pamit ke kamar operasi sebelah karena di kamar nomor 1 sudah ada ibu hamil lainya yang menunggu untuk dikeluarkan bayinya. Saya cuci bagian dalam abdomen dengan cairan PZ untuk membersihkan sisa darah dan sisa air ketuban, lalu saya lakukan jahitan di peritoniun, berturut-turut otot, fasia, lemak dan kulit. Lalu saya tutup luka dengan kasa dan diplester. Saya lakukan VT untung mengeluarkan sisa darah yang ada di rongga vagina, dan mengeluarkan sisa-sisa kotoran lainya.
Belum juga saya kelar mengganti pakain pasien di hadapan saya, dari luar teriak, “Segera masuk ke OK nomor 3 mas...”
Segera saya melepas handsoend dan gaun operasi saya, dan melanjutkan cuci tangan dan segera menuju OK nomor 3, terlihat perempuan muda terlentang di meja operasi dan sudah di lakukan disifeksi memakai betadhin dan saflon alkohol, dan telah dipasang doek steril pada pasien. sayapun segera mengelap tangan saya dengan waslap steril dan segera memakai gaun operasi dan handscoen, dan memosisikan di bagian asisten.
Meja istrument didekatkan, alat-alat lainya dipastikan siap, bagian anaesthesi menyilahkan memulai, operator segera mengambil posisi.
“Kita lakukan amputasi 10 cm diatas lutut, karena kaki sudah tidak mungkin diselamatkan.” Kata operator sambil terus menyayat dan menggunting bagian paha di atas lutut pasien.
Dan masih saya lihat ikat pinggang yang melingkar di paha bawah atas lutut, persis seperti punya saya, namun sejanak kemudian saya lupa karena saya fokus pada klem klem untuk menghentikan perdarahan. Dan operator terus saja melakukan pemotongan sampai lapis tulang yang patah untuk dirapikan dengan memakai gergaji dan knable, dan saya terus bekejaran dengan waktu untuk segera menghentikan perdarahan, dan sesekali pembuluh darah yang besar kami lakukan jahitan biar lebih kuat dan tidah beresiko berdarah lebih hebat. Jahitan demi lapis kami lakukan sampai rapi , lalu pasang sofratule dan kasa steril, lalu saya pasang tensokrip pada daerah yang kami potong, pertanda operasi amputasi telah selesai. Dan saya segera turun melepas handscoend dan gaun operasi untuk segara pindah di OK sebelahnya lagi, dan bagian anaesthesi dan om loop merapikan dan membereskannya.
Entah empat atau lima operasi yang telah saya kerjakan, sekitar jam 2:30-an semuanya sudah kelar, teman-teman kru OK menuju Kantin belakang untuk makan dan ngopi, namun saya enggan karena capek bukan kepalang, saya memilih tidur di depan TV dan lampu saya kurangi nyalannya agar tidak silau ketika kami tidur, dan teman lainya asyik nongkrong di Kantin belakang.
Baru saja saya terlelap, pintu ruangan kami di ketuk dari luar, dalam hati kesal rasanya dan nggak biasa teman-teman ketuk pintu, selalu langsung masuk tidak pakai ketuk pintu segala, meski kantuk luar biasa namun harus berdiri sambil mengusap-usap mata biar melek saya bukakan pintu, belum sempat saya bertanya seorang perempuan berrok panjang dan ber-egrang berkata pada saya, “Mas... potongan kaki yang tadi mana.....?”