"Mas... kakinya kiwir-kiwir gimana ini...." kata Polisi muda yang disebelah kaki.
"Angkat saja........." teriak saya sambil mengawasi kaki yang masih menumpang di bak pik up dan memastikan agar kaki tidak tertinggal. Dua polisi tersebut muntah-muntah, dan yang berada disebelah kanan saya memuntahi bahu saya. Sementara teman saya memegangi botol infus sambil memberi komando berjalan, sedang satunya lagi memegangi tabung O2 tanggung dengan menentengnya.
Kereta dorong sudah di keluarkan dari dalam ambulan dan tepat berada di pintu belakang, dan dipegangi sopir.
Perempuan yang kepalanya ada di pelukan saya sudah mulai siuman, pucat dan dingin mungkin terlalu banyak darah yang keluar. "Sabar ya mbak ..... berdo’a Alloh..... Alloh.....Alloh.......” kata saya lirih pada perempuan yang mukanya hampir mepet dengan muka saya, si perempuan Cuma mengangguk dan mulutnya telihat bergerak teratur dengan desahan lirih, “Alloh....alloh.....Alloh.........Alloh..........”
Sesampai di kereta dorong, segera dimasukan ke dalam ambulan, saya usap rambutnya lembut seakan ikut merasakan kesedihanya dan berharap dia tabah, meski mungkin yeri hebat dirasakannya.
Saya kembali ke perempuan yang pertama, dia masih terlentang dengan muka yang sudah ditutupi koran, dan empat polisi mengerumuninya.
“Yang ini sudah nggak bisa diselamatkan pak, tolong diurus....” ucap saya pada Polisi, sambil saya mendekat motor saya yang telah dipinggirkan Polisi di tepi trotoar.
Segera saya menuju ke Rumah Sakit tempat saya bekerja, karena malam ini saya harus dinas malam.
Dalam perjalanan ke Rumah Sakit masih kuingat peristiwa tadi, dimana lampu hijau sudah mulai habis, mobil kijang melaju kencang dengan perkiraan masih kesampaian menyebarangi perempatan, namun jauh diperkiraanya mobil didepannya sudah berhenti dengan perkiraan sudah nggak nutut [kebagian waktu]. Dan terjadilah benturan seperti tadi karena remnya nggak bisa nahan lajunya.
Sesampai di Rumah Sakit segera saya berlari ke Kamar Operasi tempat saya bekerja, segara berganti pakai khas Ruang Operasi, segera menghapiri teman saya yang berada di dalam.
“Maaf saya terlambat......” ucap saya dari balik pintu kamar nomor 2.