Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Wasit Ahmed Al-Kaf yang Tidak Fair atau Justru Kita yang Bias?

12 Oktober 2024   05:25 Diperbarui: 14 Oktober 2024   08:13 2488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wasit Ahmed Al-Kaf dikawal petugas keamanan usai memimpin Bahrain vs Indonesia, 10 Oktober 2024. (REUTERS/Hamad I Mohammed)

Ahmed Al-Kaf tengah menjadi public enemy di Indonesia. Wasit asal Oman ini dituduh merugikan Indonesia di kandang Bahrain dalam lanjutan Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Rabu (10/10/2024) malam WIB.

Sebagaimana kita tahu, Indonesia tengah memimpin 2-1 ketika fourth official mengangkat papan additional time dengan angka 6. Namun wasit Al-Kaf terus melanjutkan pertandingan hingga kemudian Bahrain mencetak gol penyama skor di menit 90+9.

Artinya, Al-Kaf mengulur pertandingan hingga 3 menit lebih lama dari injury time. Ia baru meniup peluit panjang pada menit ke-90+10, tak lama setelah pemain Indonesia melakukan kick-off usai gol Momamed Marhoon menghindarkan Bahrain dari kekalahan.

Begitu Al-Kaf mengakhiri pertandingan, para pemain Indonesia langsung mengerubutinya. Sempat pecah keributan di tepi lapangan yang berujung pemberian kartu merah kepada manajer timnas, Kombes (Pol.) Sumardji.

Pertanyaannya, benarkah kepemimpinan Al-Kaf di laga Bahrain vs Indonesia tidak fair? Atau penilaian kita saja yang bias karena dipengaruhi emosi dan kekecewaan melihat timnas kesayangan batal menang?

Satu hal yang pasti, tindakan Al-Kaf memperpanjang pertandingan lebih dari 6 menit injury time sama sekali tidak menyalahi Laws of the Game. Ini sebagaimana diatur dalam Laws 7.3 tentang durasi pertandingan.

Sifat dasar injury time, atau additional time menurut istilah Laws of the Game, adalah tambahan waktu minimal. Karena itu wasit sah-sah saja memberikan lebih lama, tetapi tidak boleh kurang dari yang semula diberikan.

Namun kekesalan fans Indonesia tentu sangat bisa dimaklumi. Hanya saja jangan sampai kuasa emosi membuat kita salah menilai, apalagi membuat tuduhan yang tidak berdasar alias cuma berdasar dugaan belaka.

Sebatas Tudingan?

Usai pertandingan Bahrain vs Indonesia, saya googling untuk mencari tahu daftar kontroversi yang (mungkin) pernah dibuat Al-Kaf selama menjadi wasit. Namun yang saya temui hanyalah lansiran dari media-media Indonesia, kebanyakan publikasi setelah hasil imbang di Riffa kemarin.

Itupun yang disebut sebagai kontroversi masih bersifat tuduhan, dugaan dan lain semacamnya. Tudingan yang dilempar oleh pihak yang kalah, yang merasa dirugikan oleh keputusan-keputusan Al-Kaf dalam memimpin pertandingan.

Misalnya saja keputusannya kala memimpin partai Singapura vs Malaysia di fase grup Piala AFF 2014. Kubu Singapura meradang karena Al-Kaf memberi hadiah penalti bagi Malaysia di pengujung injury time babak kedua, sehingga berujung kekalahan bagi The Lions.

Apakah Al-Kaf memihak dan menguntungkan Malaysia dalam pertandingan itu? Sepertinya sih, tidak. Bukan pula karena favoritisme terhadap negara tertentu. Pasalnya, ketika wasit berkepala plontos ini menjadi pengadil partai Bahrain vs Malaysia di fase grup Piala Asia 2023, pemenangnya adalah Bahrain.

Menariknya, kemenangan Bahrain ketika itu dipastikan lewat gol tunggal Ali Madan pada menit ... 90+5. Ya, tepat di pengujung masa injury time babak kedua, sehingga tak ada cukup waktu bagi Malaysia untuk membalas.

Memang ada satu pertandingan di mana kepemimpinan Al-Kaf disorot. Yakni partai Al-Nassr vs Al Ain di leg kedua perempatfinal Liga Champions Asia musim lalu, 12 Maret 2024. Fokus sorotan adalah jumlah kartu yang keluar dari saku si wasit.

Kala itu Al-Kaf mengeluarkan total 9 kartu kuning, masing-masing 4 untuk Al-Nassr dan 5 untuk Al Ain. Plus, satu kartu merah bagi Ayman Yahya di kubu tuan rumah.

Apakah Al-Kaf sedang membantu Al Ain dengan menggembosi Al-Nassr? Ternyata tidak, sebab yang keluar sebagai pemenang malah Al-Nassr yang pemainnya ia beri kartu merah.

Jarang Kasih Kartu

Menariknya, apa yang dilakukan Al-Kaf dalam pertandingan Al-Nassr vs Al Ain tersebut di luar kebiasaannya. Sejak menjadi wasit pada 2008, pria kelahiran 6 Maret 1983 ini terkenal sangat jarang memberi kartu kepada pemain.

Al-Kaf memang dikenal lebih suka menggunakan pendekatan komunikasi yang baik dengan pemain untuk menjaga kontrol atas pertandingan. Pendekatan ini ia rasa lebih membantu dalam menjaga suasana pertandingan tetap kondusif.

Sekalipun demikian, tetap saja ia bakal menghentikan permainan jika menilai telah terjadi pelanggaran. Namun hanya pelanggaran yang benar-benar serius yang ia beri sanksi kartu.

Kita dapat menyaksikan sendiri dalam pertandingan kemarin, di mana Al-Kaf sering sekali memperingati pemain yang melakukan pelanggaran. Juga dengan pemain Bahrain yang suka guling-guling tidak jelas padahal cuma disenggol sedikit.

Termasuk Bahrain vs Indonesia, Al-Kaf sudah memimpin sebanyak 115 pertandingan baik di level klub maupun negara. Dari jumlah itu, kartu yang pernah ia berikan berjumlah total 363. Terhitung sedikit.

Jika angka 363 tersebut kita bagi 115, hasilnya 3,156. Itulah jumlah rata-rata kartu yang keluar dari saku Al-Kaf dalam setiap pertandingan yang ia pimpin selama ini. Juga termasuk sedikit.

Sebagai perbandingan, Maria Sole Ferrieri Caputi baru berkarier sebagai wasit sejak November 2015. Namun sepanjang kariernya yang belum genap 10 tahun, ia telah mengeluarkan total 751 kartu dari 176 kepemimpinan di berbagai ajang. Rata-rata 4,267 per pertandingan.

Atau bandingkan catatan Al-Kaf dengan Clement Turpin yang disebut-sebut sebagai wasit nomor satu Eropa. Sama-sama mendapat lisensi wasit FIFA pada 2010, pria asal Prancis ini telah memimpin total 600 pertandingan dan mengeluarkan total 2.090 kartu.

Artinya, rata-rata kartu yang dikeluarkan Turpin adalah 3,5 per pertandingan. Tidak berbeda jauh dengan catatan Al-Kaf ternyata.

Malu Mengakui Kekurangan

Membaca data-data di atas, saya jadi kembali bertanya-tanya: benarkah kepemimpinan Al-Kaf dalam partai Bahrain vs Indonesia kontroversial?

Jika berdasarkan penelusuran jejak digital, apa yang disebut "kontroversi Al-Kaf" sejauh ini hanyalah sebatas tudingan belaka. Cuma berupa dugaan dari pihak-pihak yang kalah dalam pertandingan di bawah kendali wasit Al-Kaf.

Contohnya sudah saya jabarkan di atas tadi, di mana yang menyebut Al-Kaf kontroversial adalah pihak yang kalah. Termasuk juga yang batal menang seperti Indonesia kemarin malam. 

Dengan kata lain, penilaian-penilaian itu boleh dikatakan bias dan subyektif karena lebih mendahulukan emosi. Ungkapan-ungkapan yang disampaikan dalam keadaan kepala panas disebabkan rasa kecewa.

Nyatanya, sejauh ini tidak pernah ada teguran apalagi skorsing yang diberikan AFC kepada Al-Kaf. Bukankah hal tersebut membuktikan jika kepemimpinannya selalu menaati aturan alias Laws of the Game?

UPDATE 14/10/2024: Bolasport merilis pemberitaan soal Sekjen AFC Datuk Seri Windsor John yang bingung dengan keluhan PSSI mengenai kepemimpinan Al-Kaf. Organisator asal Malaysia tersebut meminta PSSI merinci soal apa dan kejadian mana yang menjadi poin keluhan.

Saya jadi khawatir, jangan-jangan justru kita yang yang bertindak tidak fair dalam menilai pertandingan Bahrain vs Indonesia kemarin, bukan wasit Al-Kaf. Karena kesal timnas gagal menang, kita butuh obyek untuk menumpahkan kekesalan itu dan Al-Kaf yang kemudian jadi sasaran.

Kalau mau jujur, yang seperti ini sangat jamak terjadi dalam sepak bola Indonesia. Entah di liga nasional apalagi di level tarkam, tim yang kalah kerapkali menyalahkan wasit sebagai biang kerok kegagalan mereka. Malah tak jarang sampai mencelakai.

Apakah yang baru saja terjadi ini merupakan bukti bahwa kita masih belum bisa lepas dari perangai buruk tersebut? Bukannya mengakui kekurangan dan berbenah agar menjadi lebih baik, malah lebih suka menyalahkan pihak lain.

Contoh Negatif STY

Sayangnya, Shin Tae-yong selaku pelatih timnas justru bolak-balik memberi contoh negatif dalam hal ini. Setiap kali gagal mencapai target, tanpa segan-segan ia akan menudingkan telunjuk ke pihak lain sebagai penyebab kegagalan.

Mari kita ingat-ingat kembali. Yang terdekat adalah ketika Indonesia gagal lolos ke Olimpiade 2024 setelah dikalahkan Guinea (baca: Gini) dalam pertandingan play-off di Clairefontaine, Paris, pada 9 Mei lalu.

Hari itu, STY mendapat kartu merah karena marah-marah usai wasit Francois Letexier memberi hadiah penalti bagi Guinea. Akibat keputusan tersebut Indonesia kalah 0-1 dan harus melupakan mimpi tampil di Olimpiade.

Seperti yang sekarang terjadi, STY dan segenap netizen ramai-ramai mengutuk Letexier usai pertandingan. Semuanya sepakat beranggapan pengadil asal Prancis tersebut berat sebelah dan merugikan Indonesia.

"Yang kalah, singkatnya, adalah si wasit. Tak adil rasanya kalah pertandingan karena dikerjai wasit." Demikian kata STY saat diwawancara media Korea Selatan MBC, sebagaimana dikutip oleh detikcom (11/05/2024).

Tentu saja ini tuduhan serius terhadap Letexier yang merupakan wasit papan atas UEFA. Juga secara tidak langsung tuduhan terhadap penyelenggara Olimpiade yang memfalisitasi pertandingan play-off untuk kontestan cabang sepak bola.

Menariknya, UEFA sendiri tidak merasa ada masalah dengan kepemimpinan Letexier di laga itu. Malah beberapa bulan kemudian lelaki kelahiran 23 April 1989 tersebut ditunjuk sebagai wasit partai final Euro 2024.

Bayangkan, selevel Letexier saja dituduh tidak fair. Apalagi wasit-wasit yang pernah dianggap merugikan Indonesia lainnya seperti Ahmed Al-Kaf, Shen Yinhao atau Ilgiz Tantashev?

Sampai di sini saya jadi teringat lirik lagu Koes Plus yang berjudul Omah Gubuk.

Wong arep ngunduh klopo // Ora biso menek

Mbok ojo kondo-kondo // Klapane elek

Artinya:

Mau mengambil kelapa // (Tapi) tidak bisa memanjat pohon

Jangan bilang ke mana-mana // Kelapanya yang jelek

Talang Datar, 12 Oktober 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun