Pertanyaan itu juga langsung terlontar di kepala saya ketika melihat keramaian jagat media sosial. Malah muncul pertanyaan kedua, sejak kapan pesepakbola tidak boleh menunjukkan pilihan politik?
Toh, sebagaimana kita semua, Arhan adalah warga negara Indonesia merdeka yang punya hak politik. Maka, ia berhak untuk menentukan pilihan, baik partai politik maupun paslon yang didukung dalam Pemilu nanti.
Sama halnya kita semua juga, Arhan punya hak menunjukkan dukungannya tersebut. Dan saya yakin dia sudah tahu risiko yang bakal dihadapi atas sokongan terang-terangan yang diperlihatkan itu.
Garis bawahi frasa "berhak menunjukkan dukungan" yang saya pakai di atas. Mau menunjukkan atau tidak, itu sepenuhnya merupakan hak Arhan.
Okelah, mungkin memang lebih bijaksana jika Arhan tidak menunjukkan preferensi politiknya di muka umum. Namun sama sekali tidak ada yang salah ketika dia memilih untuk menampakkannya ke publik.
Ketika kemudian Arhan memilih memperlihatkan keberpihakannya secara terang-terangan, yang semestinya kita lakukan adalah menghargai pilihan tersebut. Baik pilihannya untuk mendukung paslon tertentu maupun keputusannya untuk terang-terangan.
Belum Dewasa
Yang jadi sumber masalah sehingga perkara ini gaduh, dalam hemat saya, adalah belum dewasanya sebagian besar netizen dan suporter sepakbola dalam menyikapi setiap perbedaan. Entah itu perbedaan pilihan politik maupun perbedaan pendapat.
Sikap seperti inilah yang kerap memicu perdebatan tidak perlu setiap kali membahas sesuatu. Yang selalu membuat jagat media sosial ramai oleh hal-hal yang sebetulnya tak penting.
Sebelum penampakan Arhan di kubu Prabowo-Gibran, netizen suporter sepakbola sudah terbelah akibat pro-kontra Shin Tae-yong. Terbaru, sempat terjadi perdebatan seru antara pendukung perpanjangan kontrak dan pihak yang menginginkan STY dipecat.
Perbedaan pendapat seperti ini bukanlah masalah. Justru satu hal bagus yang semestinya lebih dibiasakan dalam masyarakat kita.
Sayangnya, ketika kemudian saling beradu pendapat, kebanyakan dari kita masih kesulitan mengemukakan argumentasi dengan baik, benar sekaligus beradab. Alih-alih, yang biasa terjadi adalah saling caci-maki dan menyerang pribadi lawan bicara.