Lihatlah bagaimana netizen memberi stigma anti timnas dan tidak nasionalis kepada Tommy Welly. Penyebabnya, komentator kawakan tersebut sering melontarkan kritik terhadap kinerja Shin Tae-yong sebagai pelatih timnas.
Bukannya menyanggah argumentasi Bung Towel, demikian komentator tersebut biasa dipanggil, netizen justru menyerang pribadinya. Main ad hominem yang dalam dunia ilmiah termasuk sebagai salah satu bagian dari logical fallacy alias cacat logika.
Ketika kemudian ada yang menyetujui pendapat Bung Towel, predikat (maaf) "penyepong Towel" secara otomatis menempel. Ini pernah menimpa saya di X (Twitter) beberapa waktu lalu. Sungguh menggelikan.
Literasi Minim, Nalar Tumpul
Sikap demikian diperparah oleh minimnya literasi. Hal ini berdampak pada tumpulnya daya kritis kebanyakan netizen di negeri ini.
Akibatnya, netizen kita tidak terbiasa mengecek kebenaran sebuah kabar yang berseliweran di medsos. Mereka justru dengan sangat mudah menelannya mentah-mentah. Percaya begitu saja, malah ikut menyebarkan pula.
Ketika Indonesia melaju ke babak 16 Besar Piala Asia 2023, misalnya, sempat beredar video rekaman komentar Bung Towel. Narasi yang kemudian beredar, komentator itu meremehkan pencapaian Asnawi Mangkualam, dkk. dengan menyebut kelolosan timnas tidak meyakinkan.
Lagi, tanpa sedikit pun bersikap kritis netizen mempercayai begitu saja narasi yang disebarkan bersama potongan video tersebut. Bahkan tidak ada yang tergerak untuk sekadar bertanya video aslinya, yang versi lebih panjang, bisa dilihat di mana.
Merasa nama baiknya dicoreng, Bung Towel membuat video konfirmasi jika video yang beredar luas itu adalah rekaman lama. Yang ia bahas dalam video tersebut bukan kiprah timnas di Piala Asia 2023, melainkan di Asian Games 2023.
Bersama pengacaranya, Bung Towel menuntut media dan akun-akun medsos yang menyebar-luaskan video tersebut untuk men-take down dan meminta maaf secara terbuka. Jika tidak, akan ada upaya hukum yang ditempuh oleh pihaknya.
Dari apa yang menimpa Bung Towel dan baru-baru ini Pratama Arhan, tergambar jelas bagaimana wajah suporter sepakbola kita. Apa yang mereka tampilkan di jagat maya sedikit-banyak menunjukkan sudah di tahap apa kedewasaan mental dan level intelektual kebanyakan mereka.
Menelaah ini, jangan heran jika kerusuhan antarsuporter masih kerap terjadi di liga kita. Entah itu Liga 1, Liga 2, lebih-lebih Liga 3 yang bagi saya (maaf) masih serupa tarkam.