Namun jangan tanyakan kualitas rumputnya bagaimana. Lihat sendiri melalui rekaman pertandingan League One atau bahkan League Two di YouTube. Hijau, tebal dan yang terpenting lagi permukaannya rata.
Bandingkan dengan kebanyakan lapangan di Indonesia. Tidak botak saja sudah bagus, tetapi rata-rata pasti tidak rata. Terlihat dari pergerakan bola yang meloncat-loncat jika digulirkan mendatar atau menelusur rumput.
Cuma ya, saya musti tahu diri bukan siapa-siapa. Hanya sekadar penikmat sepak bola. Misal suguhan lokal kurang terasa nikmat bagi saya, ya tinggal beralih ke yang lebih nikmat saja. Hehehe.
Balik lagi ke Stadion Mochtar yang baru sekitar tiga-empat tahun direnovasi....
Tribun tinggi bertingkat kini melingkari lapangan. Sisi utara menjadi basis kelompok supoter Lasbo Mania, sedangkan yang selatan jadi wilayah kekuasaan golongan hitam Local Boys Squadra alias LBS.
Adapun tribun lama di sisi barat, yang lima tahun lalu menjadi satu-satunya tribun bertingkat, menjadi area VIP dan VVIP. Lalu menariknya adalah ruang ganti pemain ternyata berada di sisi timur.
Hadiah Empat Gol
Mendung tebal memayungi Pemalang kota setengah jam sebelum waktu kick-off. Di langit sisi utara dan selatan tampak sangat gelap oleh awan pekat, disertai angin kencang.
Namun saya tak ragu dan tetap berangkat saja. Sepertinya semua pendukung PSIP juga berpikir begitu. Terlihat dari suasana stadion yang sudah sangat ramai saat saya dan si sulung tiba.
Karena mendapat tiket Tribun Utara, maka kami dapat melihat aksi Lasbo Mania sepanjang pertandingan. Asyiknya lagi, PSIP bermain di sisi selatan pada babak pertama dan Persiku di sisi utara.
Artinya, gawang Persiku berada tepat di hadapan kami di Tribun Utara, sedangkan PSIP mencetak empat gol yang kesemuanya tercipta pada babak pertama. Alhasil, kami dapat dengan jelas menyaksikan proses terjadinya gol demi gol di gawang Persiku.