Waktu itu saya juga mengajak anak. Tidak cuma si sulung, tetapi juga adiknya yang perempuan. Itu sebelum Stadion Mochtar direnovasi semegah sekarang dan harga tiketnya Rp15.000 untuk tribun di samping VIP.
Anak-anak saya masih berusia 8 dan 7 tahun ketika itu. Momen pertama mereka menyaksikan pertandingan sepak bola di stadion di mana keduanya terlihat sangat antusias.
Tentu saja saya abadikan momen berharga tersebut. Videonya saya unggah di kanal YouTube mereka dan masih bisa disaksikan hingga kini.
Kali ini saya hanya berdua saja bersama si sulung. Anak kedua tidak mau ikut, lebih memilih menghabiskan hari libur di rumah bersama adiknya alias si bungsu yang lahir lima tahun lalu.
Bagi saya, ini bukan sekadar menyaksikan partai penentuan PSIP di kandang, tetapi juga kesempatan untuk melakukan bonding dengan putera saya. Sekaligus menularkan virus sepak bola, seperti halnya saya dulu juga ditulari virus sepak bola oleh bapak saya.
Cuma dulu Bapak tidak pernah mengajak ke stadion. Nontonnya malah di televisi tetangga setiap malam Minggu, menyaksikan tayangan Bundesliga di TVRI.
Sebetulnya Bapak tidak menonton sepak bola, sih. Malah lebih asyik bermain catur bersama tetangga rasa saudara bernama Pak Budi. Apapun itu, semenjak itulah saya punya ketertarikan pada sepak bola yang seiring waktu bertambah kuat. Sampai sekarang giliran saya yang punya anak.
Stadion Baru, Tapi....
Seperti saya singgung di atas, terakhir kali nonton PSIP ke Stadion Mochtar masih versi bangunan lama. Tribun duduknya hanya di sisi barat, itupun bukan tipe single seater. Melainkan bangku beton.
Sejak menjuarai Liga 3 Jateng pada 2018, stadion kebanggaan warga Pemalang tersebut direnovasi. Yaah, meskipun sebagai penikmat sepak bola saya agak kecewa karena perbaikan lebih mementingkan pembangunan fisik bangunan, bukan lapangan lebih-lebih kualitas rumput.
Kalau kita lihat stadion di Inggris, misalnya, klub selevel Liga 3 itu paling-paling hanya berkapasitas belasan ribu penonton. Tribunnya pun tidak melingkar penuh dengan bangku beton bertingkat. Paling-paling hanya sisi barat atau timur saja yang berbangku dan beratap, sisanya tribun berdiri tanpa atap.